Lihat ke Halaman Asli

Obligasi Daerah: Sumber Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur

Diperbarui: 4 Juni 2024   12:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Infrastruktur adalah bagian penting dalam operasional kegiatan masyarakat dan perusahaan. Indonesia memiliki target untuk meningkatkan infrastruktur untuk meningkatkan sumber daya manusia dan perekonomian. Pembangunan infrastruktur memerlukan biaya yang besar, sehingga efisiensi dalam penggunaan dana pemerintah dan mencari sumber pembiayaan yang efisien sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, tanggung jawab pembangunan infrastruktur harus dilakukan bersama-sama antara pemerintah pusat dan daerah.

Obligasi adalah suatu sertifikat atau surat hutang yang memiliki jangka waktu panjang dan dapat diperjualbelikan. Obligasi digunakan sebagai penjembatan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dan pihak yang memerlukan uang untuk berinvestasi. Obligasi daerah digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan dapat disebut dengan trickle down effect, yaitu teori ekonomi yang berpendapat bahwa manfaat dari kegiatan ekonomi yang besar akan berimbas kepada kegiatan ekonomi yang lebih kecil. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh oleh kelompok masyarakat kaya akan menetes pada kelompok masyarakat miskin melalui perluasan lapangan pekerjaan.

Salah satu alternatif untuk membiayai infrastruktur daerah adalah dengan menerbitkan obligasi daerah sebagai sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur. Pemerintah daerah memilih obligasi daerah karena kecilnya anggaran pembangunan daerah yang dapat menghambat pelayanan daerah kepada masyarakat. Jika hanya mengandalkan APBD, pembangunan akan lebih lambat, tetapi jika ditambah dengan obligasi daerah, kecepatan pembangunan akan lebih cepat dan manfaatnya akan lebih terasa.

Menurut peraturan perundangan, seperti Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, pemerintah daerah dapat menerbitkan obligasi daerah untuk pembiayaan infrastruktur. Namun, penerbitan obligasi daerah harus dilakukan secara hati-hati karena obligasi adalah surat hutang yang harus dikembalikan kepada masyarakat dengan bunga yang telah ditetapkan.

Pemerintah daerah harus memikirkan matang-matang tentang obligasi daerah dan mengatur perputaran uangnya agar dapat melunasi obligasi tersebut. Dalam hal ini, pemerintah daerah harus mempertimbangkan batasan-batasannya dan memikirkan cara untuk menghindari kemungkinan buruk atau resiko dari penerbitan obligasi daerah. Untuk menarik perhatian investor dalam menginvestasikan uangnya dalam obligasi, pemerintah harus terlebih dahulu diperingkatkan oleh agen atau lembaga pemeringkat obligasi. Dengan demikian, investor akan memiliki petunjuk tentang kualitas investasi obligasi yang akan dibeli.

Dalam kacamata masyarakat, obligasi daerah memiliki dua keuntungan. Pertama, investor dapat mendapatkan keuntungan dengan adanya imbalan yang diterima dari obligasi daerah. Kedua, investor dapat berkontribusi pada berjalannya proyek infrastruktur daerah yang akan dirasakan dan meningkatkan sumber daya manusia serta perekonomian daerah dengan percepatan pembangunan infrastruktur yang diketahui akan meningkatkan kualitas infrastruktur.

Akan tetapi, pemerintah untuk menerbitkan obligasi daerah pun tidak mudah. Banyak hambatan dan tantangan yang dihadapi termasuk:

  1. Tantangan Regulasi 

Penerbitan obligasi daerah sebelumnya diatur oleh UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pasal 58 ayat (1) dan (2) menetapkan bahwa penerbitan obligasi daerah harus mendapatkan persetujuan dari DPRD dan Pemerintah Pusat, yang ditetapkan dengan Perda khusus tentang obligasi daerah. Selain itu, Pasal 42 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2018 juga menetapkan bahwa persetujuan DPRD diperlukan untuk pembentukan dana cadangan untuk pembayaran pokok obligasi daerah, yang ditetapkan dengan Perda khusus tentang dana cadangan.

Namun, dengan disahkannya UU HKPD pada tahun 2022, Pemerintah berencana menggantikan UU No. 33 Tahun 2004 dan mengharapkan Pemerintah daerah mendapatkan persetujuan DPRD saat pembahasan APBD, sehingga proses persetujuan tidak lagi terpisah.

  1. Dinamika Politik Dalam Daerah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline