Lihat ke Halaman Asli

Belajar Berpura-pura

Diperbarui: 2 Agustus 2024   23:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Freepik

Adakalanya, desis angin terdengar riuh, sebagaimana bising hujan dalam telinga yang kalut mendengar gerutu pikiran yang ribut. Tiada habisnya setiap detik berita datang membanjiri penyimpanan isi kepala. Tiada hari tanpa jeda bagi nalar untuk berhenti mencerna berondong informasi yang membombardir diri kita setiap saat. Apakah dalam semesta di zaman ini masih ada ruang untuk seutuhnya menjadi diri sendiri?

Bak dua bilah mata pisau, jawabannya adalah ya dan tidak, bergantung pada konsekuensi apa yang siap kita hadapi. Dalam titik kehidupan manapun, manusia dilahirkan dalam dilema antara self esteem mempertahankan idealisme atau menyerah pada realitas kehidupan. Cerita berbeda mungkin hanya terjadi pada segelintir orang dengan garis hidup yang dikelilingi banyak privilege, yang memiliki keleluasaan berlebih untuk bersikap sesuai apa yang mereka mau, tanpa banyak dihantui konsekuensi.

Bagi sebagian yang lain, cara bertahan hidup untuk tetap merasa waras dalam gempuran zaman salah satunya dengan mempelajari skill berpura-pura. Dian Sastrowardoyo dalam sebuah wawancara pernah menjelaskan caranya sebagai aktor untuk berpindah dari satu karakter ke karakter lain dengan membangun "neutral zone", yaitu memisahkan diri aslinya terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam karakter yang diperankan. 

Versi lite dari ilmu tersebut dapat kita petik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari hari untuk menghindarkan diri dari perasaan lelah mental berlebihan, stress, exhausted, dan cemas berlebih. Diantaranya dengan menyadari bahwa tidak mungkin kehidupan berjalan tanpa adanya tuntutan eksternal untuk kita menyesuaikan diri. 

Dunia yang berdesing cepat memaksa kita untuk terus beradaptasi, salah satunya dengan mempelajari cara untuk memainkan peran. Sebagai contoh, saat kita diharuskan menjadi seorang sales, tentunya kita harus melepaskan dulu karakter asli sebelum berubah diri menjadi karakter seorang sales yang ideal. 

Kasus lain terjadi pada profesi yang beririsan dengan hospitality, yang mengharuskan kita melayani customer tanpa baper terhadap gejolak yang  timbul dari beragam interaksi yang terjadi, yaitu dengan cara memisahkan karakter asli dengan profesi yang harus kita jalani.

Meskipun menjadi diri sendiri seutuhnya adalah konsep yang sangat ideal, namun tuntutan akan profesionalitas adalah salah satu ukuran penting yang menentukan keberhasilan kita di setiap tantangan hidup. Itulah mengapa, walaupun sulit, zaman mengharuskan kita belajar bermain peran, untuk menjaga sehatnya mental dari terpaan tantangan hidup setiap harinya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline