Lihat ke Halaman Asli

Rumah Siap Kerja, Solusi Problem Pengangguran Muda Indonesia

Diperbarui: 19 Maret 2019   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: Sindonews

Dalam debat ketiga, Sandiaga Uno menawarkan program Rumah Siap Kerja. Satu program pelayanan satu pintu, terpadu, bagi para anak muda untuk tidak sekedar mendapatkan informasi lapangan kerja, namun juga konseling dan tempat peningkatan keterampilan.

Barangkali program serupa sudah ada, dan tersebar di lembaga/kementerian saat ini. Namun, faktanya pengangguran muda justru terus meningkat. Artinya,  program pemerintah saat ini gagal. Di titik inilah Prabowo-Sandi menawarkan strategi baru melalui Rumah Siap Kerja.

Sebagai hal yang baru dicetuskan sebagai program kampanye, tak sedikit yang bertanya, apakah Rumah Siap Kerja, siap juga untuk menjawab tantangan pengangguran muda di Indonesia?

Sebelum kesana, menarik untuk terlebih dahulu melihat potret youth unemployment di Indonesia.

Youth unemployment bukan saja masalah di Indonesia. Ini problem global. Sehingga, setiap negara saat ini, rajin melakukan ragam inovasi untuk menekan angka pengangguran muda.

Secara global, Mckinsey mencatat pada 2013, terdapat sekitar 73 juta anak muda keluar dari pekerjaan. Pada sisi yang lain, meskipun pertumbuhan ekonomi menciptakan lapangan kerja, namun rata-rata pengangguran anak muda masih tetap tinggi.

Di Eropa, misalnya, masih menurut Mckinsey, pengangguran muda mencapai angka 23 persen; di Amerika Serikat mencapai angka sekitar 15 persen.

Dan di Indonesia, berdasarkan catatan World Bank 2018, Ratio of Total Youth Unemployment (15-24) to total Unemployment mengalami peningkatan. Dari 60,5 persen di 2016 menjadi 61,97 persen di 2017.

Tingkat Pengangguran Terbuka per Februari 2018 faktanya juga didominasi oleh lulusan SMK, SMA, Diploma, dan Sarjana. Bahkan untuk lulusan sarjana, berdasarkan data BPS, persentase yang menganggur terus mengalami peningkatan. Dari 4,98 persen di 2017 menjadi 6,41 persen di 2018. Banyak di antara mereka memilih nganggur, dibanding kerja tapi underpaid. Gaji rendah. Ini yang kerap disebut sebagai pengangguran idealis.

Tapi, ini semua menandakan, sekalipun pemerintah klaim berhasil menciptkan lapangan kerja, tapi lapangan kerja yang ada nyatanya tidak berkualitas. Bergaji rendah, dan banyak di sektor informal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline