Lihat ke Halaman Asli

Dag-Dig-Dug Brukk!!

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Gue males banget ngerjain tugas di perpustakaan, nih!Grutuku sambil menikmati kripik pedas yang jadi primadona makanan disekolah ini.

“Tapi kalau nggak kita kerjain sekarang, kapan selesainya Ayu?”Cletuk Shinta tanpa ekspresi.

Walaupun hati dan fikiran ini bilang males, tapi kaki ini tetap melangkah ke perpustakaan. Hampir 3 tahun gue sekolah disini dan taukah kamu? Perpustakaan adalah tempat yang jarang gue jelajahi. Yang pasti selama gue jadi penghuni disini masih bisa deh... dihitung pake 5 jari kalau gue melangkah keperpustakaan. Itu aja karena tugas sekolah yang bahannya harus nyari diperpustakaan.

“Eitz.... gue abisin dulu kripiknya, sayang kalau dibuang,

“Cepet Ayu, makan melulu nih,Grutu Shinta.

Aku terus melahap kripik yang bikin gue kepedesan, sambil berharap Shinta berubah pikiran buat nggak ngajak gue ke perpustakaan.

“Yu, Ayu, Ayu, Ayu. Lihat... Lihat! Refan, Refan, Ayu! dia masuk perpustakaan,” Teriak Shinta dengan mata tak berkedip.

“Mana? Mana? Serius loe?” Tanyaku penuh dengan antusias.

Refan adalah adik kelas gue yang kece. Sebagai cewe yang kece, gue pingin banget bisa jadian sama do’i. Namun, sayang seribu sayang. Kaum adam yang satu ini tak mudah untuk ditaklukan, walaupun segala usaha udah gue lakuin buat dapet perhatiannya. Em.... setidaknya senyuman darinya.

“Serius, masa gue bohong sama loe, makannya cepet dong!Kata Shinta

Aku langsung lari masuk ke perpustakaan. Mataku mulai mencari sasaran. Ketemu!

“Gue udah cantik belum?” Tanyaku gugup sambil merapihkan rambutku.

“Sip, good luck!” Kata Shinta.

Belum gue mulai beraksi, mata kita sudah saling menatap satu sama lain. Jantung ini bergetar kencang. Langsung aku beri senyum semanis mungkin. Oh... my god, dia bales senyum gue. Ini baru pertama kalinya do’i bales senyum gue. Jantung ini terasa semakin berdebar. Dag – Dig – Dug, itulah irama jantungku saat ini. Aku langsung menyembunyikan badan ini ke rak – rak buku yang menjulang tinggi. Aku masih meliriknya.

“Come on... ini kesempatan loe,Kataku menyemangati diri sendiri.

Aku mencoba untuk melihatnya lagi, namun dia sudah berpindah tempat. Kepalaku langsung celingukan mencari batang hidungnya. Sambil mencari–cari buku, mataku terus bergerak lincah mencari sosok yang aku inginkan. Dan tiba–tiba, mata gue menatap lewat sela–sela buku dengan jarak yang begitu dekat.

“Refan,Kataku dalam hati.

Dengan spontan aku langsung mengembangkan senyum sambil melambaikan tangan dan berkata lirih “Hai”. Dan kali ini, kaum adam yang aku gilai ikut tersenyum. Sebelum gue pingsan karena senyumanya, gue langsung mendekati Shinta yang sudah membaca buku dari tadi.

“Shin, gue mimpi ngga sih?Bisikku begitu duduk di samping Shinta.

“Do’i senyum sama gue Shin!Lanjutku masih dengan bisikan.Rasanya gue pingin keluar dari perpustakaan terusteriak.

“Serius?Tanya Shinta dengan lirih di telingaku.

Aku hanya menganggukkan kepala tanpa menoleh. Sampai detik ini irama jantung ini masih sama, Dag–Dig–Dug. Dan lebih kencang rasanya.

“Ayu, dia ngeliatin loe. Dan.. dan matanya menatap dengan genit. Liat dong!

“Serius loe? Gue nggak mau ngeliat. Shinta, Shinta, gue pingin pingsan. Dia, dia masih ngeliatin gue ngga?” Tanyaku lirih.

“Masih, masih! Dia juga lagi bisik–bisik sama temenya, tapi matanya ngelirik ke loe,Shinta berbisik lirih.

“Shin mimpi apa gue semalem?”

“Dia beranjak dari tempat duduknya. Dan… dan….”

“Apa?”, Tanya gue penasaran.

“Dia kesini. Iya dia kesini!” Kata Shinta dengan nada ingin teriak.

Dan kali ini Refan benar–benar menghampiri gue. Dia duduk pas disebelah gue dengan memasang senyum yang menawan. Dan gue langsung bales senyuman mautnya.

“Ayu?” Tanya do’i ke gue.

“Iya, Refan?” Tanya gue balik.

“Boleh duduk sini?” Tanya Refan diiringi anggukanku sebagai tanda mengiyakan.

“Ehm… sebenernya. Aduh harus darimana gue ngomong,” Kata dia sambil mengaruk kepalanya.

“Dari hati loe aja!” Ledek Shinta ke telinga gue.

“Terserah, emang mo ngomong apa? Gimana kalau diluar?” Kataku gemeteran.

“Nggak perlu!” Kata kaum adam yang wajahnya kelihatan cool.

Sebenarnya do’i mo ngomong apa cih? Buat gue penasaran.

“Tapi, loe….. to the point aja ya, soalnya ini perpustakaan” Kata dia lembut.

“Sebenernya senyum loe itu manis banget. Tapi, sayang di gigi loe…. Di gigi loe ada cabenya. Kan nggak enak kalau dilihat. Sorry ya”

“A… apa? Cabe? Cabe di gigi gue?” Kata gue dengan nada yang menggemparkan perpustakaan.

“Sorry, gue…”

“Cabe?”

“Iya, sumpah ada cabenya”Kata dia sambil menunjuk ke bagian gigiku.

“Sorry ya, ngga maksud…..”

Gue langsung tinggalin Refan sebelum perkataannya selesai dan seluruh perpustakaan memperhatikanku. Bagi gue ini adalah sebuah cambukan. Bayangin seorang cewek yang jadi primadona di sekolah ini harus ditertawain gara–gara cabe digiginya.

“Shinta, kenpa loe nggak bilang. Malu tau,” Kata gue dari dalam toilet diiringi air mata yang keluar.

“Gue nggak tau Ayu, Sorry”

“Bodo. Loe tau nggak, jantung gue udah Dag– Dig–Dug dan tiba– tiba “Bruk”. Sakit!”

Sejak kejadian itu, gue selalu buang muka kalau ketemu Refan. Walaupun entah gue yang ke-GR.an atau apalah.Tapi, Bayangin aja saat jantung ini berirama dengan merdu. Dag–dig–dug, dag–dig–dug. Bukankah irama itu yang sering para remaja rasakan saat mereka merasakan getar–getar asmara? Dan biasanya irama itu diakhiri dengan “Yes”, sedangkan gue “Bruk”. Rasanya kaya gue udah diterbangin sampai ke langit tujuh dengan sayap cinta, lalu tiba–tiba dibuang lagi ke bumi tanpa sayap–sayap cinta itu. Sakit banget. Ya semuanya itu gara–gara secuil cabe yang bersarang digigi gue. Sebel!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline