Perspektif Giambattista Vico: "Sejarah Itu Berulang"
Peristiwa sejarah, tentunya tidak akan terlepas dari keterkaitan dan keterikatan antara manusia, ruang, dan waktu. Keberadaan manusia dapat mempengaruhi ruang yang ada disekitarnya. Manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan ruang disekitarnya atau lingkungan tempat ia tinggal. Seiring berjalannya waktu manusia yang tersebar di berbagai penjuru bumi memiliki kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi dengan lingkungannya masing-masing bahkan mengalami perubahan bentuk fisik.
Selama jutaan tahun, manusia telah berevolusi dengan peradaban yang telah dibuatnya. Pada masa lampau manusia modern atau homo sapiens dapat membangun peradaban dan membentuk sebuah masyarakat. Perkembangan manusia dapat diperhatikan dari peradaban yang telah mereka bangun.[1] Perkembangan peradaban manusia tidak dapat terbendung, dan akan terus mengalami perubahan disetiap masanya. Perubahan tersebut dipengaruhi berkembangnya kemampuan berpikir manusia untuk mencari tahu akan fenomena-fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Kesadaran manusia akan pentingnya berpikir kritis akan fenomena yang terjadi disekitarnya melahirkan pengetahuan-pengetahuan yang akan bermanfaat dan membantu manusia. Dengan lahirnya pengetahuan maka akan menjadi faktor pendorong dari berkembangnya peradaban-peradaban yang dibangun oleh manusia. Seperti pengetahuan akan iklim dan cuaca, dapat mempengaruhi bagaimana manusia berkebun mengandalkan musim-musim yang dapat diperkirakan dengan pengetahuan tersebut, dan banyak lainnya.
Dalam perkembangan peradaban manusia ini terdapat sebuah keunikan yaitu, sebuah siklus peristiwa yang berulang. Dalam buku Filsafat Sejarah karya Ajid Thohir dan Ahmad Sahidin, menjelaskan bahwa perkembangan sejarah tidak dipandang pada sebuah garis lurus, tetapi berbentuk seperti cakra atau lingkaran. Dapat dijelaskan bahwa sejarah itu berputar sehingga peristiwa sejarah dapat terulang. Perjalan siklus ini dapat dicontohkan misalnya mengenai perkembangan zaman. Zaman keemasan dapat mengalami semacam kemunduran kemudian pada akhirnya nanti mengalami kepunahan dan akan kembali lagi menjadi jaya kembali. Fenomena tersebut tidak terpatok pada masa sekarang, masa lalu, atau masa yang akan datang. Karena itu, dapat dikatakan teori siklus ini hanha menitikberatkan pada perputaran keadaan suatu sejarah tanpa memperhitungkan konsep temporal.[2]
Sejarah bukan hanya bercerita tentang hal yang bahagia atau baik. Tetapi sejarah juga bercerita tentang kepahitan dan kegelapan dan kekelaman yang terjadi. Sejarah tidak dapat dirubah, tetapi masa depan berada dalam genggaman kita, dengan mempelajari sejarah setidaknya kita dapat memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi tentunya memiliki sebab dan akibat yang berkesinambungan sehingga dengan memahami sejarah kita dapat mengantisipasi peristiwa kelam agar tidak terjadi lagi.
Salah satu peristiwa kelam yang tercatat dalam sejarah ialah perlawanan suku Indian di tanah Amerika untuk mempertahankan wilayah mereka dari pasukan Angkatan Darat AS (yang merupakan keturunan bangsa Eropa yang tiba sekitar abad ke-16) pada tahun 1890. Peristiwa ini sebelumnya pernah terjadi di masa yang berbeda dan tempat yang berbeda namun memiliki pola yang sama yaitu pembantaian yang terjadi di tanah Australia terhadap suku Aborigin. Kemiripan ini dapat dikaitkan dengan teori siklus yang telah disebutkan di atas.