Lihat ke Halaman Asli

Hidup Orang Lain Lebih Bahagia, Kata Siapa? Kata Media Sosial!

Diperbarui: 17 Oktober 2019   12:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

wttbprint.com

Bersantai sambil menjelajah media sosial memang sudah menjadi hobi, bahkan kebutuhan bagi masyarakat saat ini (tak terkecuali bagi saya sendiri). Berdasarkan hasil riset Wearesosial Hootsuite, pengguna media sosial di Indonesia kini telah mencapai 150 juta, atau 56% dari total populasi.

Dengan komunitas pengguna yang begitu besar, sudah barang tentu media sosial menjadi sangat adiktif, mendapatkan berbagai informasi dan update dari orang-orang yang kita kenal maupun yang tidak kita kenal.

Saya yakin, bukan saya saja yang terkadang (atau seringkali) merasa bahwa orang lain menjalani hidup yang lebih menyenangkan.

Berbagai foto dan konten diunggah ke media sosial, dari mulai gaya berpakaian yang keren, barang-barang mahal, keluarga bahagia, pekerjaan bergengsi, hingga liburan ke berbagai tempat di seluruh dunia, membuat saya merasa sangat "kecil" dan tidak berarti dibandingkan orang lain.

Fear of Missing Out, atau FOMO, adalah fenomena yang sedang saya alami. FOMO berarti persepsi bahwa orang lain memiliki hidup yang lebih baik, dan berpotensi melukai kepercayaan diri seseorang hingga berdampak pada demotivasi dan depresi.

Parahnya, fenomena ini semakin umum dialami oleh banyak netizen. Padahal, dunia ini tidak seindah postingan selebgram. Berbagai cara saya lakukan untuk dapat menapakkan kaki kembali ke tanah, ke realita yang sebenarnya.

1. Mempelajari Fenomena FOMO
Kenali dulu bahwa FOMO ini adalah fenomena yang dialami banyak orang dan dapat dihindari. Saat merasa hidup kita lebih buruk dari para selebgram (atau dari teman-teman kita), ingatlah bahwa ribuan bahkan mungkin jutaan orang lainnya juga merasa demikian.

Anda tidak sendiri, dan bahkan orang-orang yang Anda kira memiliki hidup lebih baik, dapat saja merasakan FOMO!

2. Menghabiskan Lebih Banyak Waktu di Dunia Nyata
Sering-seringlah berkaca pada realita, kurangi waktu berselancar di dunia maya. Beberapa waktu ini saya memaksakan diri untuk bertemu teman-teman lama, yang biasanya hanya menyambung komunikasi via media sosial.

Bertemu dengan "manusia asli", ternyata banyak mengubah perspektif saya mengenai hidup. Mengobrol dan bertukar pikiran secara langsung, menyebabkan saya mengetahui bahwa akun media sosial mereka hanya menampilkan satu sisi kehidupannya saja.

Seorang teman yang saya kagumi karena pandai mendidik anak (saya terkesima setiap menonton video unggahannya terkait perkembangan sang anak), ternyata memiliki kecemasan bahwa ia belum menjadi ibu yang baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline