Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua organisasi dakwah yang sangat terkenal di Indonesia. NU terkenal dengan toleransinya terhadap tradisi Indonesia, sedangkan Muhammadiyah terkenal dengan pemurnian Islam dan terobosannya dalam dunia pendidikan. Kedua organisasi ini dianggap sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia. Hal ini terlihat jelas dari besarnya keanggotaan dan banyaknya cabang organisasi Muhammadiyah dan NU yang tersebar di seluruh tanah air. Keduanya berperan penting dalam kehidupan politik dan demokratisasi pada masa Reformasi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan-kebijakan yang diambil keduanya yang mempengaruhi status komunitas muslim di negeri ini.
Sejarah Nahdatul Ulama Nahdatul Ulama (NU) didirikan oleh KH.Hasyim asy'ari pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. NU untuk menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional sebagai reaksi terhadap pencapaian ideologi gerakan modernis Islam yang mengusung gagasan pemurnian puritan. Berdirinya NU merupakan upaya menata peran ulama dan pesantren yang sudah ada sebelumnya, untuk lebih meningkatkan, mengembangkan dan memperluas bidang pekerjaan perkantoran. NU meyakini tidak semua tradisi buruk, ketinggalan jaman, tidak sesuai lagi dengan zaman. Bahkan, tidak jarang tradisi menjadi inspirasi munculnya modernisasi Islam. Ulama seringkali memiliki jamaah yang erat (komunitas warga yang membentuk kelompoknya), yang dibentuk menurut model hubungan kyai-santri, khususnya di komunitas pesantren. Model relasional ini mempunyai kesinambungan dengan model dakwah Nahdlatul Ulama dalam bidang dakwah budaya. Artinya kepemimpinan dan perjuangan dakwah Nahdlatul Ulama tidak bisa dilepaskan dari proses dan perkembangan budaya dan tradisi yang ada di masyarakat.
Sejarah Organisasi Muhammadiyah Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912. Organisasi ini didirikan dengan tujuan memberikan dukungan pada upaya pemurnian ajaran Islam yang pada saat itu identik dengan hal-hal mistik, mengutip dari Al-Imam Jurnal Manajemen Dakwah UIN Imam Bonjol Padang. Awalnya, Muhammadiyah hanya ada di daerah-daerah karesidenan seperti Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan. Namun, saat ini persebarannya ada di berbagai daerah di Indonesia. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan dan Pendidikan, yang bertujuan untuk mengajak masyarakat Indonesia untuk menjalankan ajaran Allah yang sebenarnya. Muhammadiyah dibangun dengan tata kelola yang baik dan eksistensi yang terstruktur. Mulai dari tingkat pusat, tingkat provinsi, tingkat kabupaten, tingkat kecamatan hingga tingkat desa. Muhammadiyah menerapkan manajemen terstruktur untuk menunjang seluruh kegiatan dakwahnya. Gerakan Muhammadiyah bercirikan semangat membangun ketertiban sosial dan pendidikan untuk masyarakat yang lebih maju dan terpelajar. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis tetapi juga dinamis. Berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Pembentukan Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, di antaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi, yang artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung".(QS: Ali Imran: 104) Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan: "melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi".
Dampak positif dari organisasi tersebut ialah ditandai dengan berdirinya banyak rumah sakit, panti asuhan dan lembaga pendidikan di seluruh Indonesia. NU dan Muhammadiyah memeliki beberapa perbedaan, terutama dalam praktik Furuiyah (cabang-cabang) dalam Islam. Karena perbedaan pandangan dan metode ijtihad yang dikembangkan kedua organisasi Islam tersebut, maka dampaknya akan jelas terasa, misalnya dalam menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal, Zulhijjah, dan lain-lain. Perbedaan orientasi keagamaan NU dan Muhammadiyah dapat ditelusuri dari polarisasi ideologi dan pengalaman Pendidikan dari kedua tokoh utama pendiri organisasi tersebut, KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy'ari. Keduanya merupakan representasi ulama nusantara yang hidup pada abad ke 19 dan 20.
Perbedaan pendidikan dan pengalaman inilah yang menjadikan NU dan Muhammadiyah menjadi dua lembaga yang berbeda, padahal secara prinsip tidak demikian. Oleh karena itu, perbedaan antara NU dan Muhammadiyah masih dalam batas yang dapat diterima dan tidak menimbulkan konflik. Berikut merupakan rincian informasi perbedaan NU dan Muhammadiyah. Perbedaan NU dan Muhammadiyah ditinjau dari pengaruh guru KH. Ahmad Dahlan dipengaruhi oleh Syekh Muhammad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Nawawi al-Bantani, Kiai Mas Abdullah dan Kiai Faqih Kembang. Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Muhammad ibn Abdul Wahhab, Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh dan Rashid Ridha. Orientasi keagamaan yang diberikan para guru kepada pendiri Muhammadiyah adalah isu pembaharuan (Tajdd) Islam, Pemurnian atau Pemurnian (purification) ajaran Islam, Islam rasional dan Inovasi sistem pendidikan Islam.
KH. Hasyim Asy'ari, guru yang berpengaruh adalah KH Kholil Bangkalan, KH Ya'kub, Syekh Ahmad Amin al-Atthar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Sultan Ibnu Hasyim, Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthar, Sayyid Alawy Ibnu Ahmad Al-Saqqaf, Sayyid Abas Maliki, Sayyid al-Zawawy, Syekh Saleh Bafadal dan Syekh Sultan Hasym al-Dagastany. Bias agama yang ditimbulkan oleh para guru ini adalah soal Fiqih. Pengurus mazhab Sunni, khususnya mazhab Syafi'i, menekankan pada pendidikan tradisional (santren), dan pengamalan tasawuf dan/tarekat, serta Faham Ahlusunnah Wal Jama.'Ah.
Perbedaan Pemahaman Keagamaan NU dan Muhammadiyah adalah sebagai Berikut, Mulai dari perbedaan pemahaman keagamaan NU dan Muhammadiyah yang perlu diketahui. Nahdlatul Ulama dengan Bacaan Qunut saat Sholat Subuh Bacaan Sholawat/pujian setelah Adzan, Tarawih 20 Rakaat, Niat Sholat Sambil Baca Ushalli, Niat Puasa dengan Membaca Nawaitu Sauma Ghadin Dengan Jahr, Niat Melakukan wudhu Dengan membaca Nawaitu Wudhu 'a Lirafil Hadaths, Tahlilan, Dibaiyah, barjanzi dan selamatan (kenduren), Mengucapkan Dzikir setelah shalat dengan suara nyaring dan berjamaah, Adzan di waktu subuh dengan lafadz Ashalatu khair minan naum, Adzan Jum'at 2 kali, Menyerukan Nabi dengan Sayyidina Muhammad, Sholat Idul Fitri di masjid, Menggunakan empat mazhab dalam Fiqh ( Syafii, Maliki, Hambali dan Hanafi). Sedangkan Muhammadiyah dengan Tidak membaca Qunut saat sholat subuh, Tidak membaca puji-pujian/sholawat, Tarawih 8 rakaat, Niat sholat tidak membaca ushalli, niat puasa dan Wudlu tanpa Jahr-kan. Tidak boleh Tahlilan, Dibaiyah, Janji dan Salamatan (kenduren), Dzikir setelah sholat dengan suara pelan, Adzan Subuh tanpa Ashalatu khairu minan Naum, Azan Jumat 1 kali Tidak menggunakan kata Sayyidina, Sholat Id di lapangan, Tidak terikat madzab dalam fikih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H