Persoalan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja tak pernah henti membawa berita. Terlebih setelah Sebastian Manuputty, buruh asal Bekasi melakukan aksi bakar diri dan melompat dari atap GBK saat peringatan hari buruh sedunia (Jumat, 01/05/15). Tak pelak lagi, semua pandangan tertuju ke PT. Tirta Alam Segar, perusahaan tempat Sebastian Manuputty bekerja. Dia nekat melakukan aksi karena diduga maraknya kasus kecelakaan Kerja di perusahaan tersebut dan lemahnya pengawasan K3.
Buntut dari peristiwa ini, Anggota Komisi D DPRD Kab. Bekasi dan Disnaker Kab. Bekasi langsung melakukan sidak ke Perusahaan tersebut (Rabu, 06/05/15). Esoknya, 37 orang Pengawas Disnaker Kab. Bekasi unjuk kekuatan menyerbu perusahaan tersebut dan melakukan pemeriksaan hingga malam hari. Bahkan Kasie K3 Disnaker Kab. Bekasi pun dicopot dari jabatannya. Apa hasilnya?
Dalam tempo tiga hari, Perjanjian Bersama antara PT. Tirta Alam Segar dengan Serikat Pekerjanya selesai dibuat. Selain K3, status pekerja pun tertuang dalam perjanjian bersama tersebut. Lantas bagaimana selanjutnya?
Menurut saya, aneh bila penanganan persoalan K3 harus menunggu ada buruh yang bunuh diri dengan meninggalkan pesan di facebook tentang K3. Juga tidak tepat hanya lakukan sidak dan pengawasan dengan bertumpu pada satu perusahaan yang buruhnya diduga bunuh diri karena K3. Bahkan mencopot Kasie K3 Disnaker Kab. Bekasi pun tak ada gunanya bila tidak dibarengi dengan tindakan taktis lainnya.
Pemerintah daerah terkesan cuek pada K3. Padahal sebelumnya, 11 orang pekerja Freeport meninggal karena tertimbun reruntuhan terowongan dan disiksanya para pekerja di perusahaan kuali di Tangerang merupakan bukti nyata kasus pelanggaran dan kecelakaan kerja semakin banyak dan memprihatinkan.
K3 adalah persoalan nasional, isu ini harus menjadi perhatian pemerintah Pusat. Bahkan Kemenakertrans mencatat 12.745 perusahaan melanggar norma K3 di akhir 2013. Jumlah personel dan anggaran juga selalu jadi kendala klasik dalam mengatasi persoalan K3. Jumlah pengawas ketenagakerjaan yang ada sekarang hanya 2.400 orang. idealnya harus mencapai 5.000 orang, karena harus menangani sekitar 225.852 perusahaan. Disnaker Kab. Bekasi pun kekurangan tenaga pengawas yang saat ini jumlahnya 37 orang. Idealnya adalah 60 orang untuk mengawasi 4500 pabrik yang ada di 14 kawasan Industri. Awal 2015, Menakertrans melakukan Sidak ke pabrik-pabrik kawasan industri pulogadung dan menemukan banyak pelanggaran K3 dan ketentuan normatif lainnya. Bahkan Menakertrans pun mengakui anak buahnya sering menerima sogokan dari perusahaan pelanggar aturan agar tidak ditindak sehingga aspek pengawasan ketenagakerjaan lemah dan tidak tegas.
Pemerintah pusat harus mengawasi pemerintah daerah dalam pembangunan ketenagakerjaan, karena kasus kecelakaan kerja akan berdampak buruk bagi investasi. Kecelakaan kerja tidak hanya dapat menyebabkan kematian, kerugian materi, moril dan pencemaran lingkungan. Namun juga dapat mempengaruhi produktivitas, kesejahteraan masyarakat dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Pelaksanaan K3 juga merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang sangat penting. Pasalnya, akan mempengaruhi ketenangan bekerja, keselamatan, kesehatan, produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja. Jangan sampai unjuk kekuatan DPRD Kab. Bekasi dan Disnaker Kab. Bekasi dalam mengatasi persoalan K3 pasca kematian Sebastian Manuputty perlahan senyap dan menunggu ada lagi buruh yang bunuh diri karena K3, Mari budayakan K3!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H