Lihat ke Halaman Asli

Menggali Potensi Pajak melalui Mandatory Audit

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Rencana pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak “DJP”) untuk melakukan sensus pajak nasional untuk pemetaan potensi pajak khususnya WP badan patut untuk diapresiasi. Sebagai konsekuensinya, akan timbul biaya untuk pelaksanaan sensus tersebut dikarenakan selain menggunakan aparat pajak sendiri, rencananya pelaksanaannya juga akan menggunakan tenaga outsource. Demi efisiensi biaya, pemerintah dapat mempertimbangkan alternatif lain selain sensus. Salah satu alternatifnya yaitu dengan mengumpulkan informasi penghasilan dan keuangan WP badan yang laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik dari laporan kegiatan yang wajib dilaporkan kepada kementerian keuangan setiap tahunnya. Namun, alternatif ini belum dapat menghasilkan informasi yang optimal secara keseluruhan, karena saat ini karena tidak semua WP badan diaudit laporan keuangannya oleh akuntan publik.

Peningkatan kualitas laporan keuangan melalui audit

Praktik pelaporan pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia dengan sistem self assessment memiliki risiko potensi penghindaran pajak apabila pelaporan keuangan tidak dilakukan secara transparan. Untuk itu, pemerintah dapat mengikuti praktik dan ketentuan yang ada di negara lain (misalkan Malaysia, India dan China) untuk pengaturan pelaporan keuangan perusahaan. Hal ini dimaksudkan sebagai benchmark untuk menciptakan iklim pelaporan keuangan yang berkualitas bagi seluruh pemakai laporan keuangan. Salah satu contohnya, yaitu melalui adanya kewajiban audit laporan keuangan bagi perusahaan (WP badan) seperti yang diberlakukan di beberapa negara lain melalui undang-undang (“mandatory audit”).

Di Indonesia dalam undang-undang mengenai perseroan terbatas (“UU”) terdapat kewajiban audit laporan keuangan bagi perusahaan (“WP badan”) dengan kondisi-kondisi tertentu. Subjek yang tercakup dalam ketentuan mandatory audit tersebut sebetulnya masih terbatas apabila dibandingkan dengan keseluruhan wajib pajak badan. Selain itu, ketiadaan sanksi di Indonesia terkait hal ini menjadikanposisi ketentuan mandatory audit tersebut lemah untuk diterapkan. Sebagai perbandingan, ketentuan di India dan Malaysia, mewajibkan laporan keuangan untuk seluruh perusahaan apapun jenisnya untuk diaudit setiap tahun oleh akuntan publik. Adapun ketentuan mandatory audit di China lebih luas cakupan subjeknya dibanding Indonesia, yaitu terdapat kewajiban audit laporan keuangan untuk seluruh perusahaan penanaman modal asing “PMA”. Adanya ketentuan mandatory audit di India, Malaysia dan China untuk hampir sebagian besar perusahaan yang beroperasi di negaranya membuktikan adanya peran pemerintah untuk mendorong transparansi dalam pelaporan keuangan perusahaan dan memperkecil tingkat risiko penghindaran pajak.

Perluasan subjek mandatory audit untuk kepentingan pajak

Untuk kepentingan perpajakan, pemerintah dapat mempertimbangkan perluasan subjek mandatory audit didalam Undang-Undang seperti yang dilakukan oleh negara lain tersebut dan menetapkan ketentuan sanksi apabila mandatory audit tidak dilakukan. Bentuk perluasan subjek mandatory audit dapat diperluas kepada seluruh perusahaan PMA di Indonesia dan menurunkan angka batas jumlah aset atau peredaran bruto usaha yang wajib diaudit.

Konsekuensinya DJP wajib diberikan akses untuk memperoleh informasi keuangan perusahaan yang diaudit dari laporan tahunan akuntan publik untuk dijadikan sumber informasi penggalian potensi pajak selanjutnya. Dengan cara ini diharapkan beban DJP untuk penggalian potensi pajak atas WP badan dapat berkurang.

Laporan tahunan kegiatan akuntan publik sebagai sumber informasi untuk penggalian potensi pajak

Untuk memperluas cakupan informasi keuangan yang dihimpun dari audit, pemerintah dapat mewajibkan laporan tahunan akuntan publik untuk menyertakan informasi perusahaan yang diaudit misalnya informasi posisi keuangan, data pendapatan dan beban usaha, data transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa dan data atau informasi relevan lainnya. Data dan informasi tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh DJP sebagai dasar untuk melakukan review atas kepatuhan perpajakan WP badan. Metode review dapat dilakukan melalui perbandingan data dari laporan tahunan akuntan publik dengan data pada Surat Pemberitahuan Pajak (”SPT”) Badan yang telah dilaporkan atau dengan metode perbandingan lainnya yang relevan.

Melalui perluasan ketentuan subjekmandatory audittersebut dan kerjasama antara PPAJP dan DJP dalam pertukaran informasi WP badan yang diaudit, maka biaya penggalian potensi pajak dapat diminimalisir. Minimal dengan cara ini potensi dari sebagian WP badan (perusahaan dengan jumlah penghasilan tertentu yang mempunyai potensi pajak penghasilan) dapat dihimpun dengan cara yang lebih mudah. Selain itu, perhatian dan sumber daya DJP dapat diarahkan kepada pemeriksaan atas WP badan yang belum melaporkan penghasilannya dan kepada WP badan yang berbeda pelaporan pajaknya dengan data dari laporan tahunan akuntan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline