Lihat ke Halaman Asli

Tax Sparing Sebagai Syarat Diberikannya Fasilitas Pembebasan Pajak

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

(Mikail Jam'an, 2011)

Fasilitas pembebasan pajak (tax holiday) yang dikeluarkan oleh pemerintah pada bulan Agustus tahun 2011 melalui peraturan menteri keuangan nomor 130/PMK.011/2011 tentang Pemberian fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan tidaklah serta merta memberikan dampak penghematan kepada wajib pajak dalam hal wajib pajak adalah investor asing. Hal tersebut disebabkan penghasilan yang tidak dipajaki di Indonesia ada kemungkinan akan dipajaki di negara asal wajib pajak. Dengan kata lain, tax holiday yang diberikan hanyalah pemindahan pemajakan dari Indonesia ke negara asal investor.

Dengan demikian implementasi ketentuan tax holiday juga harus mempertimbangkan adanya ketentuan pengakuan atas insentif pajak (tax sparing) yang diberikan di Indonesia oleh negara asal investor (residence state). Kesepakatan tersebut umumnya ada pada perjanjian penghindaran pemajakan berganda (P3B) antara Indonesia dengan sebagian negara mitra P3B.

Tax sparing

Referensi pada perpajakan internasional mengenai tax sparing terdapat pada pembahasan komisi perpajakan Organization of Economic Cooperation and Development(“OECD”). Menurut Model Tax On Income and On Capital yang dikeluarkan oleh OECD Fiscal Affairs Committee, article 23, tax sparing adalah kesepakatan antara kedua negara untuk saling memberikan pengakuan atas insentif pajak yang diberikan oleh masing-masing negara melalui pengecualian pemajakan atas penghasilan yang diberikan insentif tersebut.

Menurut International Chamber of Commerce (“ICC”) Commission of Taxation, tax sparing kebanyakan ditemui pada kesepakatan dengan negara-negara berkembang atau hal-hal tertentu yagn berkaitan dengan ekonomi tersebut. Menurut ICC praktik tax sparing pada Negara berkembang tidak konsisten karena sebagian negara memasukan ketetentuan tax sparing pada peraturan perpajakannya, tetapi sebagian negara yang lain tidak memasukkan.

Adapun bentuk-bentuk dari ketentuan mengenai tax sparing dalam P3B yang dikemukakan oleh OECD adalah sebagai berikut;

1. Negara residen (negara investor) mengakui sebagai pengurang atas jumlah pajak yang dikenakan oleh negara sumber penghasilan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku umum di negara sumber atau yang dikenakan berdasarkan atas jumlah yang dibatasi oleh P3B, bahkan jika negara sumber telah membebaskan seluruh atau sebagian dari pajak dibawah ketentuan khusus untuk mempromosikan pengembangan ekonominya (melalui insentif pajaknya)

2. Sebagai balasan atas pengurangan pajak oleh negara sumber penghasilan (source state) yang diberikan oleh state of residence melalui persetujuan residence state untuk memperbolehkan pengurangan atas jumlah pajaknya sendiri atas jumlah tertentu (sebagian adalah tidak nyata) pada tarif pajak yang lebih tinggi.

3. Negara residen mengecualikan pendapatan yang dibebaskan pengenaan pajaknya di negara sumber.

Ketentuan Tax sparing dengan mitra P3B

Salah satu contoh ketentuan tax sparing pada p3b Indonesia terdapat pada p3b antara Indonesia dan Jepang di ketentuan pasal 23 ayat 2(b) yang menunjukan bahwa pajak atas dividen dari penghasilan yang dibebaskan pemajakannya di Indonesia wajib dikreditkan oleh Jepang sebesar jumlah pajak yang dikenakan atas dividen apabila tidak diberlakukan insentif pajak.

Selain itu pasal tersebut juga mengatur bahwa Jepang akan menghitung dividen yang dikenakan pajak di Jepang atas dividen yang diperoleh oleh investor di negara Jepang sebesar jumlah dividen yang diterima investor apabila di Indonesia tidak diberlakukan fasilitas pembebasan pajak.

Syarat atas tax sparing sesuai dengan pasal 23 ayat 1(b) adalah investor  mempunyai kepemilikan tidak lebih rendah dari 25% kepemilikan atas saham. Fasilitas pembebasan pajak yang dimaksud adalah sesuai dengan pasal 16 UU no. 1 tahun 1967 dan ketentuan hukum mengenai fasilitas perpajakan setelahnya sebagaimana diatur pada pasal 23 ayat 2b (iii) sebagai berikut;

sebagai berikut;

any other special incentive measures designed to promote economic development in Indonesia which may be introduced in the Indonesian laws after the date of signature of this Agreement, and which may be agreed upon by the Governments of the two Contracting States

Dari ketentuan itu maka dapat disimpulkan bahwa ketentuan insentif perpajakan selain UU No.1 tahun 1967, yaitu PMK no. 130/PMK.011/2011 juga harus disetujui oleh negara mitra P3B dalam hal ini Jepang, dengan demikian maka diperlukan usaha pemerintah untuk memperkenalkan aturan mengenai tax holiday ini kepada mitra-mitra P3B Indonesia agar tax sparing dapat diberikan oleh mitra P3B. Dengan demikian maka ketentuan fasilitas tax holiday tersebut dapat direalisasikan dan menjadi faktor atraktif untuk menarik minat penanaman modal asing sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline