Lihat ke Halaman Asli

ichsan mikail

Full time blogger

Musik Punya Radio

Diperbarui: 23 Maret 2023   19:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Becca Clark - pixabay

Musik sejatinya milik radio. Pernahkah kalian menyukai musik di radio dan kehilangan lagu itu ketika menonton video klipnya di televisi? Seni suara dan musik hakekatnya dikonsumsi telinga kita. Itulah sebabnya fitur radio/podcast di ponsel tetap memiliki pendengar. Ketika sebuah lagu dibuat dalam versi layar kaca, alangkah sempurna apabila tampilan visualnya klop bersama lirik beserta instrumen lagu tersebut.

Tanpa mengesampingkan berbagai faktor; arti penting lirik, kekuatan vokal dan musikalitaslah yang utama menyusul efek pandangan mata. Dengan kata lain, aspek auditori terhadap karya seni musik, bukan seperti apa tampilan dan biografi sang biduan. Sebuah lagu populer setelah dikurasi dari dapur rekaman, dan tersebar di stasiun-stasiun radio. Saya sendiri lebih suka mendengarkan versi industrial yang telah diolah daripada dinyanyikan langsung di konser-konser. Namun, memang ada musisi yang tampil brilian secara langsung (akustik/unplugged). Melihat pertunjukan musisi secara langsung di depan panggung merupakan pengalaman tersendiri yang spesial. Tak ayal marak acara-acara musikal ditayangkan realtime dari panggung terbuka maupun studio tertutup. Ada pula karya dari original soundtrack film dan music score.

Pada dasarnya kita hanya butuh pendengaran yang baik untuk menikmati musik. Faktanya stasiun radio lokal konvensional tetap eksis hingga kini. Jelas lebih banyak jenis musik yang bisa kita apresiasi di saluran radio dan platform digital. Jangan sampai lupa mencari tahu siapa penulis lagu-lagu kesukaan kalian guna menghargai si pencipta lagu .

Mengapa hampir semua nyanyian membahas tentang cinta*?
 
Apakah kita mendengarkan musik ketika sedang jatuh cinta dan galau? Tidak, biasanya tidak. Kita kerap menghayati kata-kata dalam lirik dengan sepenuh hati walaupun itu tidak mencerminkan hubungan kita sebenarnya di kehidupan sehari-hari. Karena tampaknya kepemilikan gadget mutlak bagi setiap orang, anda lebih sering secara tidak sengaja menguping selingan musik lingkungan sekitar.
 
Lagu-lagu tentang cinta sekali waktu bermanfaat menyambung kembali hubungan berpasangan yang memburuk. Membeli atau mengunduh lagu favorit ketika kita tengah dimabuk cinta ataukah ingin memperdalam jalinan cinta dengan tembang kenangan.
 
Pragmatisme dunia musik tahu bahwa lagu-lagu tentang cinta adalah teks lirik yang paling menghasilkan uang. Alasannya ialah setiap orang ingin seseorang hadir di dekat mereka saat sedang jatuh cinta maupun duka, membahas tentang cinta bagi seseorang dalam mengartikulasikan kebahagiaan dan penderitaan mereka. Hal ini disebut empati dalam psikologi. Ini adalah proses ketika seseorang berbagi perasaan yang sama seperti yang dia lakukan. Psikologi musik menyembuhkan jiwa  dengan musik mereka.
 
Di sisi lain, terlalu banyak musik depresi dan sedih mengkatalisis penderitaan pendengarnya. Beberapa band bahkan 'menyarankan' penutur mereka untuk melompat dari atap. Pikiran kita harus memahami bahwa itu adalah kiasan.
 
Leksikon lagu cinta juga begitu sarat dengan kata-kata seperti "cinta", "luka", atau "hanya kamu". Tidak dipungkiri semua orang yang mendengarkan sebuah lagu cinta membayangkan diri sendiri di posisi orang yang bernyanyi. Tentu saja tidak logis namun itu jelas merupakan keberhasilan tersendiri bagi musisi dan pencipta lagu jika dapat mempengaruhi pendengarnya.
 
Alhasil lagu-lagu tentang cinta membuktikan bahwa perasaan tersebut tidak sekadar rantai reaksi kimia. Terkadang memang sebuah lagu sangat pas dengan apa yang sungguh kita alami meskipun lirik-lirik lagu, sebagaimana puisi, kami tag sebagai fiksi/rekaan.
 
Efek samping musik
 
Menggungkap kajian fiqih rumit dan kebanyakan orang tidak punya kapasitas keilmuan menjelaskan dari sisi Islam. Berdasarkan pengalaman pribadi saja, musik cukup membantu bagi orang-orang yang punya rutinitas harian melelahkan termasuk stres kerja. Genre musik tertentu punya efek relaksasi dan kurasa baik rehat sejenak melandaikan ketegangan berpikir di sore dan malam hari atau di akhir pekan. Namun, agak ironis juga di sini. Selain kemampuan berkolaborasi dengan beberapa jenis karya seni instingtif lain, industri musik dapat melenakan kreativitadari segi isi / maknawi. Tidak disarankan mendengarkan musik sembari melakukan pekerjaan umum atau proyek prestisius non seni & hiburan. Seumpama saat orang merasakan efek samping musik berupa repetisi lagu dan lirik, pengulangan tersebut sering menyelingi jeda antar kegiatan dan pikiran manusia. Bunyi-bunyian berirama mengisi kontempelasi ketika orang mungkin seharusnya mendapat ide yang berasal dari intuisi, jenis-jenis logika. Inspirasi memungkinkan datang berkat penyatuan berbagai macam informasi dan pengalaman ketika semua laci memori terbuka sehingga memungkinkan dijangkau akal. Musik menghambat penalaran tertentu barangkali itulah sisi negatifnya. Barangkali anda bisa membanding-bandingkan mudharat musik dengan status 'makruh' dalam Islam.

*subjudul artikel ini merupakan terjemahan dan disempurnakan. Sumbernya kami lupa, link tercecer. Selain itu, keseluruhan tulisan di atas murni opini pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline