Lihat ke Halaman Asli

Sekelas Profesor Plagiat? Kasus Professor Kumba

Diperbarui: 17 Agustus 2024   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus profesor Kumba yang diduga melakukan plagiat dalam penelitiannya dan kemudian mundur dari kursi dekan merupakan sebuah peringatan penting tentang integritas akademik di dunia pendidikan tinggi. Plagiat, sebagai pelanggaran serius terhadap etika penelitian, merusak reputasi individu dan institusi serta menurunkan kepercayaan publik terhadap hasil akademik. Keputusan profesor Kumba untuk mundur mencerminkan tanggung jawab moral dan pengakuan atas kesalahan yang dilakukan. Langkah ini, meski terlambat, merupakan bentuk pengakuan dan upaya untuk menjaga kepercayaan terhadap institusi tempatnya bernaung. 

Di sisi lain, kasus ini menyoroti pentingnya sistem pengawasan dan penegakan aturan akademik yang ketat. Plagiat bukan hanya masalah individu, tetapi juga cerminan dari budaya akademik yang memerlukan perbaikan. Institusi pendidikan harus meningkatkan mekanisme deteksi plagiat dan memberikan pendidikan yang lebih baik tentang etika penelitian kepada semua anggotanya. Penanganan kasus ini harus menjadi momentum untuk reformasi dalam dunia akademik agar kejadian serupa tidak terulang, serta memastikan bahwa setiap peneliti dan akademisi bertanggung jawab atas karya dan kontribusinya. 

Pernyataan Kumba disampaikan secara lisan kepada media hari ini, Kamis (18/4/2024) sebagai bentuk pertanggungjawaban akademisnya sebagaimana dikutip dari keterangan pers tertulis Marsudi, S.P. Kepala Hubungan Masyarakat UNAS kepada Tribunnews. "Pengunduran diri saya ini merupakan bentuk pertanggungjawaban akademis saya kepada Rektor Unas dan sivitas akademika agar tidak membebani kampus dalam melakukan investigasi terhadap persoalan yang sedang saya hadapi," kata Kumba di kampus Unas, Kamis (18/4/2024). 

Kasus profesor yang melakukan plagiat bisa diibaratkan seperti bunglon yang selalu berubah warna. Seperti bunglon yang menyesuaikan warna kulitnya untuk menyamarkan diri dengan lingkungannya, profesor yang plagiat menyesuaikan hasil karyanya dengan karya orang lain untuk menghindari deteksi. Kedua kasus ini mencerminkan penyesuaian atau peniruan untuk menutupi kekurangan asli atau mencapai tujuan yang tidak sah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline