Lihat ke Halaman Asli

Merangkul Keberagaman Indonesia: Pelajaran Berharga dari Pondok Pesantren Al-Falah

Diperbarui: 22 November 2024   14:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan Ekskursi 2024 (Sumber : Penulis)

"Keberagaman adalah kekuatan, bukan kelemahan." -- Jenderal George S. Patton

Indonesia, dengan lebih dari 17.000 pulau, adalah rumah bagi ribuan budaya, bahasa, dan tradisi. Keberagaman ini adalah identitas bangsa yang seharusnya menjadi kekuatan. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang keberagaman justru menjadi tantangan, bahkan potensi konflik. Di tengah tantangan tersebut, pengalaman saya mengikuti ekskursi ke Pondok Pesantren Al-Falah di Pandeglang, Jawa Barat, mengajarkan saya bagaimana keberagaman dapat menjadi jembatan yang menghubungkan, bukan dinding yang memisahkan.

Sebagai siswa yang tumbuh di sekolah Katolik di Jakarta, kehidupan saya penuh dengan kenyamanan modern. Gedung bertingkat, ruang kelas ber-AC, dan akses tanpa batas ke internet adalah hal yang biasa. Dunia saya terasa homogen dan jauh dari kompleksitas keberagaman Indonesia yang sebenarnya. Namun, kunjungan ke Pondok Pesantren Al-Falah mengubah perspektif saya sepenuhnya.

Kehidupan di Pesantren: Kesederhanaan yang Kaya Akan Nilai

Hari pertama di Al-Falah, saya disambut oleh suasana sederhana yang penuh makna. Para santri memulai hari mereka dengan bangun pukul 4 pagi untuk melaksanakan sholat Subuh. Meski saya tidak ikut dalam ibadah, saya tetap bangun bersama mereka dan merasakan disiplin kehidupan pesantren. Kegiatan pagi dilanjutkan dengan sekolah, membantu di kebun, hingga diskusi santai di sore hari.

Saya tidur di kamar santri yang sederhana. Temboknya kusam, lemari kayunya tua, dan matras tipis di lantai digunakan bersama lima orang. Namun, justru dalam kesederhanaan itu saya menemukan kenyamanan. Suasana penuh kehangatan dan kebersamaan yang sulit saya temukan di kehidupan kota. Momen lain yang tak terlupakan adalah makan malam bersama di atas daun pisang yang digelar di jalan. Nasi uduk hangat dan ikan bakar menjadi hidangan sederhana yang terasa begitu istimewa karena dinikmati bersama.

Memaknai Keberagaman

Di Al-Falah, saya bertemu dengan santri dan siswa-siswi dari berbagai latar belakang. Mereka berasal dari daerah yang berbeda, dengan logat bahasa yang beragam, namun hidup bersama dalam harmoni. Saat pertama kali berbincang dengan para santri, awalnya saya merasa ragu apakah mereka akan menerima saya, seorang siswa Katolik dari Jakarta. Namun, keraguan itu segera sirna. Mereka menyambut saya dengan senyuman dan pertanyaan penuh rasa ingin tahu.

Perbedaan agama kami tidak menjadi penghalang, melainkan menjadi jembatan. Percakapan kami dipenuhi dengan rasa saling menghormati. Mereka bertanya tentang doa di gereja, sedangkan saya penasaran tentang hafalan Al-Qur'an. Dialog ini mengajarkan bahwa pemahaman bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan hasil dari rasa ingin tahu yang tulus dan keinginan untuk saling memahami.

Menjawab Tantangan Keberagaman

Namun, dalam realitas sehari-hari, keberagaman sering kali disertai dengan prasangka dan stereotip. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan orang-orang dari latar belakang berbeda. Di sinilah peran pendidikan dan pengalaman langsung menjadi penting. Ekskursi seperti yang saya alami di Al-Falah adalah salah satu cara untuk menjembatani kesenjangan ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline