Aku pergi sejenak dan tertahan dalam kodratMengeringlah kulit-kulit yang menua
Seiring mengusik dan membakar pori-pori
Ditangan laut, aku direnggut matahari
Temukan aku dan sedikit butiran dari sisa tubuhku!
Hingga otot-otot kekarmu mulai melemah, Pak
Langkahmu masih Ikhlas demi si kecil dirumah
Kau seolah petarung dalam sebuah peperangan
bukan dengan panah-panah pendekar dikebanyakan
bukan pula dengan bambu runcing sebagai alat perjuangan
hanya tiang jemuran dibelakang sebagai penopang cangkangku.
Sabarlah, Pak!
Siti Hajar pun lebih dulu mengalaminya
Ia berlari-lari dari Safa ke Marwah untuk si kecil Ismail
Demi menjaga buah hati dan amanah-Nya
Hingga Allah menciptakan sumber kehidupan di kaki Ismail.
Akukah yang kau idamkan, Pak? seperti zam-zam milik Ismal?
bersediialah menungguku sampai Induk-indukku dipersatukkan angin,
dan ketika matahari yang cantik bersedia menjadi bidan,
atau kesediaan suster penjaga malam yang akan mengiringiku,
dinasnya, mengembalikan zatku yang utuh.
“Aku lahir kembali, Pak. Aku siap merehat bahumu yang mulai condong,”
-------------------------------------------------------------Tasikmalaya, 7 September 2012
Ummie S. Wahiuney
(*) Kelanjutan dari Puisi yang berjudul Kau Air Mata yang Kurindu,“Aku Terbelenggu di Kolammu, Bapak” dan“Aku Bertanya pada Langit Tua Tak Ada Jawabnya”..
------------------------------------------------------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H