Lihat ke Halaman Asli

Menghidupkan Tradisi Menganyam Rotan di Kalimantan Tengah

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD) Jabiren Raya merupakan salah satu lembaga masyarakat yang dibina oleh PNPM Mandiri Pedesaan. Lembaga ini melaksanakan kegiatan pelatihan penganyaman rotan kepada kelompok perempuan di Desa Henda, Kec. Jabiren Raya, Pulang Pisau.

52 orang anggota kelompok perempuan di Desa Henda, yang terbagi dalam 2 kelompok, mulai menerima kegiatan pelatihan pada bulan Oktober 2012.

Terdapat 3 jenis pelatihan berbeda yang diberikan kepada penerima manfaat, yaitu: 1) Pelatihan menganyam rotan; 2) Pelatihan pengembangan motif anyaman; dan 3) Pelatihan pemasaran hasil anyaman rotan. Tiga jenis pelatihan mulai diberikan kepada penerima manfaat pada Oktober 2012 hingga berakhirnya proyek pada Januari 2013.

Desa Henda adalah desa masyarakat asli Dayak yang terletak di Daerah Aliran Sungai Kahayan. Sebanyak 169 keluarga Desa Henda yang didirikan sebagai kampung pada 1902 ini, bergantung kepada hasil pertanian ladang dan perkebunan karet.

Seiring dengan proses deforestasi dan degradasi hutan yang berlangsung secara terus menerus sejak pembukaan PLG, maka hasil rotan menurun drastik hingga hampir punah. Hilangnya pohon rotan serta desakan peralatan rumah tangga modern yang menggantikan peralatan hasil anyaman rotan, menyebabkan ibu rumah tangga tidak tertarik lagi meneruskan kegiatan menganyam rotan yang telah lama menjadi tradisi masyarakat Dayak Kalimantan Tengah. Belakangan ini timbul kesadaran perlunya membangkitkan lagi tradisi menganyam rotan, terutama dari kalangan perempuan dari generasi yang lebih muda.

Pelatihan anyaman rotan ini dapat memberikan manfaat ganda berupa penguatan ekonomi keluarga serta mendorong masyarakat untuk tidak menebang pohon. Menurut Rina, salah seorang peserta pelatihan, dalam 2 minggu seorang pengrajin dapat menghasilkan 1 buah tikar. Harga tikar biasa sekitar Rp. 300 ribu - 500 ribu, sedangkan tikar ukuran besar dengan beragam motif dan warna mencapai lebih dari Rp. 600 ribu.

“Tantangan kami saat ini adalah terus belajar meningkatkan ketrampilan menganyam rotan beragam motif dan bentuk, sesuai dengan permintaan pasar. Masalah lain adalah pemasaran hasil anyaman rotan yang hanya terbatas di sekitar desa”, ungkap Rina.

Ketua BKAD Jabiren Raya Amae Y. Agan mengungkapkan, pelatihan pemasaran telah diberikan, namun hanya sebatas meningkatkan pemahaman mengenai kebutuhan pasar.  “Kami sedang mengembangkan kerjasama dengan pemerintah daerah untuk memperluas pasar kerajinan rotan”, ungkap Amae.

Menurut Amae, selain peningkatan ekonomi keluarga, kegiatan ini berdampak baik bagi pemeliharaan hutan, karena rotan membutuhkan tegakkan pohon.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline