Lihat ke Halaman Asli

Bubarkan KPK, Apa Pentingnya?

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketua DPR Marzuki Ali secara mengejutkan melontarkan gagasan pembubaran KPK. Media menyambut ide ini dan ramailah jagat perdebatan seputar isu pembubaran lembaga yang paling disorot dalam rangka pemberantasan korupsi di tanah air. Ada beberapa hal yang ingin saya lontarkan terkait gagasan dan alasan-alasan yang dikemukan oleh Marzuki di berbagai TV.

1. KPK tidak secara signifikan mengurangi korupsi.

Atas dasar apa sang Ketua DPR sampai pada kesimpulan ini? Dasar yang paling mungkin adalah gencarnya pemberitaan mengenai terkuaknya kasus korupsi, yang sebagian besar merupakan andil KPK. Berita-berita ini secara gampang dapat disimpulkan bahwa korupsi makin merajalela, jika dibanding pada masa sebelumnya (baca: Orde Baru). Dalam hal ini, Marzuki, sebagaimana banyak orang lainnya, beranggapan bahwa korupsi justru mengalami peningkatan sejak KPK mulai gencar melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi.

Setahu saya, hingga saat ini belum ada penelitian yang menyeluruh dan penyajian data-data yang akurat mengenai tingkat korupsi dari tahun ke tahun sejak Orde Baru, sehingga dapat diperbandingkan. Data yang ada, hanya berupa perengkingan tingkat korupsi antar negara atau penilaian persepsi publik terhadap korupsi antar daerah di Indonesia, yang bisanya di keluarkan oleh lembaga Transparansi Internasional, maupun lembaga lain, seperti KPPOD. Indikator-indikator penilaian biasanya berdasarkan persepsi publik dan bukan berdasarkan data-data faktual mengenai kasus korupsi.

Dengan demikian, boleh jadi, penilaian sang Ketua DPR kita pun hanya berdasarkan kepada  persepsi pribadi. Penilaian ini tentu saja dipengaruhi oleh pemberitaan media sekitar pembongkaran kasus korupsi yang makian gencar dilakukan oleh KPK, di antaranya terkait kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR atau partai politik, di mana Marzuki adalah stakeholder utama pada lembaga-lembaga tersebut.

Demokrasi dan keterbukaan menyebabkan kita tahu begitu banyak mengenai kebobrokan. Media massa berperan pentingnya sebagai pilar keterbukaan yang menyebabkan kita dapat mengetahui setiap peristiwa korupsi yang terkuak. Belum jelas apakah korupsi bertambah atau berkurang. Namun yang jelas, peran KPK yang didukung oleh keterbukaan makin menyulitkan para koruptor untuk leluasa korupsi. Apakah salah publik tahu lebih banyak?

2. Lebih Baik Serahkan Urusan Pemberantasan Korupsi ke Lembaga Penegak Hukum yang Permanen.

Menurut Marzuki, KPK gagal memerangi korupsi karena hanya sebagai lembaga ad-hoc dan tidak memiliki struktur yang lengkap dan permanen seperti Kejaksaan dan Kepolisian dalam rangka pemberantasan korupsi. Pernyataan ini agak kurang masuk akal, karena KPK justru didirikan karena lembaga penegak hukum permanen sebagaimaba dimaksudkan, justru tidak memiliki kemampuan yang signifikan terhadap pemberantasan korupsi. Dengan demikian, dasar penilain Marzuki dalam hal ini bersifat ahistoris. Secara aktuil pun, Marzuki seperti tidak mau tahu, bahwa kenyataanya KPK justru yang paling maju dalam mengungkap dan melakukan penindakan terhadap korupsi, berbanding terbalik dengan lembaga-lembaga permanen yang ada.

3. Tidak Adil Menilai KPK dengan Kejaksaan/Kepolisian

Menurut Marzuki, KPK memiliki kewenangan yang sangat besar, seperti penyadapan, yang tidak dimiliki oleh Kejaksanaan dan Kepolisian. Politisi yang mengaku bukan politisi (tetapi seorang profesional) berargumen, tidak adil jika membandingkan prestasi KPK dengan Kejaksanaan/Kepolisian, karena di antara lembaga ad-hoc (KPK) dengan lembaga permanen tidak memiliki kewenangan yang sama.

Ada sebagian kecil argumen yang tidak disadari oleh Marzuki perlu diapresiasi, yaitu bahwa ia mengakui KPK lebih berprestasi dibandingkan lembaga-lembaga permanen yang ada. Sedangkan mengenai besarnya kewenangan, Marzuki agak bias karena ia berpikir, terbongkarnya kasus korupsi dan penindakan yang telah dilaksanakan hanya berdasarkan penyadapan. Marzuki tidak menyadari bahwa banyak sekali kasus korupsi terkuak karena laporan masyarakat atau antara sesama pelaku korupsi. Pada sisi yang lain, banyak sekali kasus korupsi yang telah dilaporkan ke lembaga-lembaga permanen, tetapi hanya mengendap tidak jelas, atau kalau diproses pun hasilnya sangat tidak memuaskan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline