Bukan menjadi rahasia lagi untuk diketahui bahwa kurang lebih delapan bulan sudah Indonesia berada dalam kubangan Pandemi Covid-19 terhitung sejak 2 Maret 2020, ketika untuk pertama kalinya Indonesia mengkonfirmasi pasien Positif Covid-19, Covid-19 sendiri merupakan penyakit yang penularannya sangat cepat bahkan dapat menular hanya melalui sentuhan, hingga terbukti ketika Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan yang sekaligus ditunjuk sebagai Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 mengumumkan pada tanggal 10 Maret 2020 yang mana hanya dalam rentang 10 hari sejak kasus pertama dikonfirmasi, Covid-19 telah menyebar ke 34 provinsi di Indonesia. Bahkan hingga saat ini, 20 November 2020 total masyarakat Indonesia yang terjangkit Covid-19 mencapai kurang lebih 488 ribu jiwa yang terkonfirmasi sebanyak 411 ribu sembuh dan dengan total meninggal dunia sebanyak 15.678 jiwa. Tidak hanya di Indonesia saja, bahkan pandemi Covid-19 juga dialami oleh lebih dari 200 negara di dunia dengan total kasus mencapai 55,6 juta.
Selain sektor kesehatan dan kemanusiaan, Pandemi Covid-19 juga berdampak pada berbagai sektor, mulai dari sektor pendidikan hingga yang utama sangat terdampak adalah sektor perekonomian. Pada sektor perekonomian pun, Pandemi Covid-19 menyerang berbagai sektor, mulai dari sektor ekspor-impor, sektor perdagangan hingga sektor keuangan. Bahkan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank memprediksi bahwa ekonomi global akan mengalami resesi pada tahun 2020 di mana pertumbuhan ekonomi global berada pada angka -2,8% yang berarti menurun sebesar 6% dari tahun sebelumnya, padahal baik IMF maupun World Bank sebelumnya memprediksi pertumbuhan ekonomi global pada kuartal 1 tahun 2020 akan mencapai kenaikan sebesar 3% (Carrillo-Larco & Castillo-Cara, 2020). Selain itu, JP Morgan memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi global akan merosot mencapai -1,1%, Federal Reserve juga memprediksi bahwa tingkat pertumbuhan negatif dan unemployment di atas 30% dan akan melonjak 15% pada kuartal ke-4, hingga prediksi The Economics Intelligence Unit bahwa pertumbuhan ekonomi global akan mencapai angka -2,22%. Hal ini menjadikan Pandemi Covid-19 sebagai kejadian luar biasa atau extraordinary sehingga action dan kebijakan yang diambil baik oleh Indonesia maupun negara lain haruslah paket extraordinary pula yang merupakan kombinasi dari kebijakan fiskal, moneter, dan berbagai relaksasi di sektor keuangan.
Seperti yang disebutkan di atas, bahwa tidak hanya pada sisi fiskal, namun hal ini juga membutuhkan penanganan dengan bentuk ekspansi yang sangat besar dari sisi moneter. Bahkan The Fed melakukan tindakan swap lines ke Bank Sentral lebih dari 160 negara. Dalam Konferensi Pers Bersama pada 1 April 2020, Gubernur Bank Indonesia juga mengatakan bahwa dunia saling bersinergi dalam melakukan koordinasi yang serat dari sisi kesehatan, stimulus fiskal maupun moneter dalam menurunkan tingkat suku bunga, injeksi likuiditas dan mengurangi beban terhadap sektor perekonomian. Langkah Indonesia dalam menghadapi Pandemi Covid-19 yang pertama adalah mengutamakan bidang kesehatan dan kemanusiaan, kemudian kedua adalah menjamin kondisi pengaman sosial masyarakat terbawah dan berusaha melindungi sektor usaha agar tidak mengalami damage dan mampu bertahan agar dapat melindungi stabilitas keuangan, langkah selanjutnya yang diambil adalah membuat dan merealisasikan bauran kebijakan untuk memitigasi risiko dampak dari Pandemi Covid-19 dan untuk memperkuat stabilitas moneter, di sini BI bekerja sama dengan Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, OJK dan LPS.
Dari pemerintah sendiri, pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan untuk menghimbau masyarakat melakukan physical distancing, work from home, study from home serta ibadah from home, hingga melarang kegiatan publik, langkah-langkah ini guna untuk memutus rantai penularan Virus Covid-19. Hal ini dibarengi dengan mengeluarkan stimulus fiskal berupa Jaringan Pengaman Sosial yang baik. Untuk masyarakat bawah dan pekerja yang terdampak Covid-19, pemerintah memberikan bantuan sembako atau sejenis PKH Indonesia yang berjumlah 10juta orang. Pada stimulus ini negara meningkatkan anggaran kesehatan, fasilitas medis dan tenaga medis. Intensif pajak, Cash Transfer dan penjamin pinjaman. Sedangkan pada Stimulus Moneter & Sektor Keuangan, seluruh negara menurunkan suku bunga, Quantitavie easing, pinjaman bagi dunia usaha, pelonggaran kredit, liquidity swap arrangement dan penundaan pembayaran kredit. BI sendiri menurunkan tingkat suku bunga sebesar 4,5% serta menjaga stabilisasi nilai tukar dengan meningkatkan intensitas triple intervention di pasar spot, Domestic Non Delivery Forward (DNDF) maupun pembelian SBN di pasar sekunder. Selain itu, BI juga mendukung penerbitan Perpu No.1 Tahun 2020 yang intinya memberikan kewenangan bagi BI untuk membeli SBSN jangka panjang di pasar perdana bukan sebagai first lender tetapi sebagai last lender, dan memberi kewenangan untuk pembelian Repo SBSN milik LPS. Menkeu mengawal BI sebagai lender of the last resort agar pasar tidak meningkat drastis serta menjaga agar stabilitas makroekonomi, bahkan bila memang diperlukan, BI juga telah mendapat kewenangan untuk melakukan konversi dolar ke rupiah dalam bentuk kewajiban eksportir.
Ke depannya, BI akan terus melakukan koordinasi bersama pemerintah, OJK dan LPS untuk memonitor dan mengatasi dampak Pandemi Covid-19 dari waktu ke waktu guna menjaga stabilitas makroekonomi, sistem keuangan serta menjaga pertumbuhan ekonomi tetap bertahan. Kemudian, dari beberapa stimulus yang disebut di atas, Gubernur BI berkomitmen menjaga stabilitas nilai rupiah dan juga menegaskan bahwa stimulus ini merupakan forward looking sebagai bentuk antisipasi guna mencegah skenario yang berat maupun tidak agar tidak terjadi dikemudian hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H