Reka baru saja belajar mengendarai sepeda tanpa roda bantu. Dengan penuh semangat, ia mulai berkeliling di sekitar rumahnya. Angin sepoi-sepoi dan kebebasan yang dirasakannya membuat Reka merasa sangat gembira. Ia terus mengayuh sepeda tanpa memperhatikan seberapa jauh ia telah pergi.
Tanpa disadari, Reka telah bersepeda begitu jauh dari rumah. Ia melihat sekeliling dan tidak mengenali tempat-tempat yang ia lewati. Reka mulai merasa cemas dan panik. Ia berhenti di pinggir jalan dan mulai menangis karena tidak tahu jalan pulang.
Saat itulah seorang nenek baik hati yang sedang berjalan di dekat situ melihat Reka. Nenek itu mendekati Reka dan dengan lembut bertanya, "Kenapa kamu menangis, Nak?"
Reka menjawab dengan suara gemetar, "Aku tersesat, Nek. Aku tidak tahu jalan pulang."
Nenek itu tersenyum lembut dan berkata, "Jangan khawatir, Nak. Nenek akan membantumu menemukan jalan pulang. Kamu ingat tidak, nama desa tempat tinggal kamu?"
Reka mengangguk sambil mengucak matanya.
"Desa Baleharjo, Nek!" Karena menjawab sambil menangis, maka Nenek tersebut tidak bisa mendengar jawaban Reka dengan jelas.
Nenek mendekati Reka lalu berkata, "Nak, Nenek tidak bisa mendengar dengan jelas. Berhenti dulu menangis, ya. Tenang, Nenek akan mengantarmu sampai ke rumah."
Tangisan Reka terdengar lebih kencang. Pikirannya semakin kacau, padahal Nenek tersebut hendak menolongnya.
"Tenang, Nak!" kata nenek itu sambil mengelus punggung Reka. "Siapa namamu, Nak?" lanjut nenek itu.