Lihat ke Halaman Asli

Miftakhun Nikmah

Mahasiswi Manajemen S1 Universitas Pamulang

Kebijakan Impor Garam Menuai Pro dan Kontra

Diperbarui: 12 November 2021   15:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pemerintah telah memutuskan impor garam pada rapat Menko beberapa bulan lalu, Namun kebijakan tersebut telah menuai pro dan kontra dari berbagai petani, beberapa petani bahkan menolak kebijakan pemerintah pusat yang melakukan impor garam sebanyak 3,07 juta ton pada 2021 ini. Garam sebagai bahan baku industri memang banyak dibutuhkan. 

Seperti untuk bahan baku produksi kaca dan kertas. Bahkan, industri makanan dan minuman pun juga membutuhkan garam . Kebijakan dari Impor garam ini sebenarnya memang di prioritaskan untuk industri, bukan untuk konsumsi.

Kementrian perindustrian mendukung penambahan serapan garam rakyat oleh sektor industri, Langkah ini diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani garam, sekaligus mendukung ketersediaan bahan baku garam bagi sektor industri. Kebijakan impor garam untuk bahan baku industri tersebut bisa memberikan dampak yang signifikan terhadap kegiatan perekonomian di Indonesia. 

Tetapi menurut para petani lokal hal itu hanya akan membuat petani menangis, kebijakan impor garam seharusnya tidak perlu dilakukan. Sebaliknya, pemerintah harus berupaya mengangkat garam lokal agar bisa memenuhi kebutuhan industri.
Namun alasan kebijakan impor garam ini masih diambil oleh pemerintah karena kualitas dan kuantitas produksi garam rakyat atau garam nasional yang masih rendah sehingga tidak memenuhi standar untuk kebutuhan industri. Rendahnya daya saing garam lokal dengan luar negeri akibat kurangnya teknologi. Garam lokal mayoritas diproduksi dengan cara tradisional, sehingga membutuhkan biaya lebih besar. Sementara garam impor, sudah mengadopsi teknologi modern sehingga kualitas nya lebih bagus dan harganya bersaing,  yang tentunya akan membuat biaya produksi lebih efisien.

Penulis : Miftakhun Nikmah ( Mahasiswa Prodi Manajemen Universitas Pamulang )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline