Lihat ke Halaman Asli

Miftahur Rizqi

Mahasiswa Perbandingan Mazhab, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Hukum Sholat Jum'at

Diperbarui: 5 Juli 2024   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sholat Jum'at Karena Nasi Kotak dan Pahala Bersedakah Pada Hari Jum'at


Sedekah makan siang setelah Shalat Jum'at sebagai sarana menarik antusias jama'ah agar memakmurkan masjid dan salah satu dampak negatifnya ialah ibadah yang kurang khusuk karena makanan. Fenomena ini sudah menjadi hal yang biasa ketika banyak masjid di Ciputat Tangerang Selatan yang menyedikan makan siang, seperti nasi kota, bungkus, sekaligus minuman untuk jama'ah Sholat Jum'at, selain untuk bersedekah cara ini merupakan salah satu strategi menarik jama'ah agar berbondong-bondong pergi ke masjid untuk melaksanakan ibadah Shalat Jum'at. Dengan adanya sedekahan setelah Shalat Jum'at membuat yang dahulu seorang jarang Shalat Jum'at atau yang dahulu masjid yang digunakan Shalat Jum'at sepi sekarang dengan adanya kegiatan ini menjadikan masjid ramai dikunjungi oleh masyarakat, walaupun ramai dan membludaknya pada hari Jum'at saja. Cara seperti ini merupakan cara yang bagus dan milenial dalam menarik jama'ah, akan tetapi juga menimbulkan niat seseorang agak goyang ketika ia beribadah di masjid itu karena hanya mengharapkan makan siang saja, contohnya seperti penulis yang  mengalami persis hal yang penulis tulis ini.

Fenomena ini merupakan hal yang melekat di Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Khususnya di kalangan mahasiswa karena pada saat ini penulis menempuh program sarjana di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Fenomena ini memang mempunyai dampak yang bagus bagi perkembangan masjid karena masjid menjadi ramai dikunjungi oleh masyrakat pada hari jumat, walaupun kegiatan ini juga menimbulkan dampak yang kurang baik juga kepada jama'ah yang datang. Masjid jika menyediakan makan siang setelah shalat Jum'at pasti akan lebih ramai dibandingkan dengan masjid yang tidak menyediakan hidangan setelah shalat Jum'at, apalagi jika suatu masjid menyediakan hidangannya secara prasmanan dan dengan porsi yang banyak pasti akan ramai selalu di hari Jum'at.

Fenomena ini juga mempunyai dampak negatif yaitu niat jamaah yang datang bukan suutuhnya untuk beribadah kepada Allah di hari Jum'at dengan Shalat Jum'at, akan tetapi juga diembel-embeli dengan adanya hidangan yang disajikan setelah Shalat Jum'at. Sebagai contohnya adalah penulis sendiri, ketika datang hari Jum'at penulis pasti melaksanakan Shalat Jum'at di masjid yang menyediakan hidangan makan siang secara prasmanan, niat penulis awalnya memang ingin beribadah kepada Allah, akan tetapi ketika datang dan melihat makanan sudah siap disamping kanan dan kiri barisan shaf maka niat penulis mulai goyang, hal ini dibuktikan dengan sikap penulis yang sengaja memilih barisan shof paling belakang agar nanti dapat antri dan mengambil nasi di urutan terdepan, karna jama'ah yang anti banyak, yang dikhawatirkan penulis ialah ketika penulis di belakang antrinya maka nanti sudah tidak kebagian makanan yang disiapkan. Kasus seperti inilah yang menjadi problem untuk penulis sendiri dan penulis yakin juga dialami oleh jama'ah lainnya baik secara sadar maupun tidak.

Fenomena ini mungkin sudah dapat dihindari karena takmir menyiapkan cara untuk masjid menjadi ramai dan jama'ah datang untuk ibadah dan memenuhi panggilan perutnya, tetapi akan lebih bagus jika penempatan hidangan tersebut tidak berada di kanan kiri shaf karena dapat mengganggu konsentrasi para jamaah atau lebih khususnya konsentrasi penulis. Contohnya ditempatkan pada ruangan tertentu yang sudah disiapkan oleh takmir masjid tersebut, mungkin cara tersebut akan menjadikan penulis pada khususnya menjadi lebih khusuk walaupun dalam hati sulit dilakukan karena sudah memikirkan tentang makanan yang dihidangkan oleh takmir. Hal ini tergantung kepada niat kita sebagaimana Rasulullah SAW bersabda.

Dalam pembukaan hadits Arbain karya An-Nawawi, disebutkan sabda Nabi mengenai urgensi niat.

.

"Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah kepadanya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadits ini merupakan bagian dari dasar-dasar agama. Di samping itu, sebagai ungkapan Nabi yang ringkas dan komprehensif. Semua bab tentang hukum-hukum Islam, masuk dalam kategori hadis ini.

Secara garis besar, hadits ini membahas bahwa amal kebaikan tergantung pada niat pelakunya, jika tujuannya ikhlas karena Allah dan Rasul-Nya, maka amalnya akan tertuju kepada Allah. Namun, jika amalnya hanya untuk menggapai urusan dunia, maka dia hanya mendapat yang dia cari.

Sedekah berasal dari kata sha-da-qa yang mempunyai makna jujur, benar, dan memberi dengan ikhlas. Dengan kata lain orang yang bersedekah telah berpirilaku jujur kepada dirinya sediri ataupun dengan Allah bahwasannya dirinya diberikan lebih oleh Allah baik berupa harta, tenaga, mauoun yang lainnya dan kelebihan itu diberikan kepada orang lain dengan ikhlas untuk mengharapkan rida dari Allah semata. Kata sha-da-qa mempunyai masdar  yaitu sadaqoh,  lafadz shodaqoh disebutkan di dalam al-Qur'an sebanyak 5 kali didalam surah yang berbeda beda. Sedangkan menurut istilah sedekah merupakan kegiatan seseorang mengeluarkan harta, atau yang lainnya kepada orang lain yang membutuhkan secara ikhlas dan dibarengi dengan mengharapkan pahala dari Allah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline