Lihat ke Halaman Asli

Problematika Hak Milik Dana Haji di Indonesia

Diperbarui: 3 September 2018   10:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Tanggal 26 Juli 2017 lalu presiden Jokowi melantik Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) di Istana Negara.

Yang menjadi topik hangat kemudian ketika Presiden mengintruksikan untuk menggunakan dana haji tersebut untuk pembangunan infrastruktur di tanah air.

Sebagian golongan mendukung, tak sedikit golongan lain menolak dengan keras dengan alasan dana tersebut milik Umat, sehingga tidak boleh dipergunakan.

Secara umum, menurut undang-undang Nomor 34 tahun 2014 dalam pasal 1 ayat 2 menyebutkan, Dana Haji adalah dana setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji, dana efisiensi penyelenggaraan haji, dana abadi umat, serta nilai manfaat yang dikuasai oleh negara dalam rangka penyelenggaraan ibadah haji dan pelaksanaan program kegiatan untuk kemaslahatan umat Islam.

Adapun Dana Abadi Umat/DAU dalam undang-undang Nomor 34 tahun 2014 dalam pasal 1 ayat 3, DAU adalah sejumlah dana yang sebelum berlakunya Undang-Undang ini diperoleh dari hasil pengembangan DAU dan/atau sisa biaya operasional penyelenggaraan ibadah haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sebagai catatan, perawal 2017, dana abadi umat (DAU) yang berasal dari efisiensi penyelenggaraan haji mencapai Rp.90 Triliun, bahkan pada akhir tahun nanti diprediksi akan mencapai 100 Triliun.

Dana ini lah yang kemudian akan di kelola Oleh BPKH (badan pengelola Keuangan Haji) seusuai dengan UU no 34 Tahun 2014.

BPKH adalah lembaga yang melakukan pengelolaan Keuangan Haji. BPKH bertugas mengelola Keuangan Haji yang meliputi penerimaan, pengembangan, pengeluaran, dan pertanggungjawaban Keuangan Haji (Undang-undang No 34 Tahun 2014).

Sehingga BPKH diberikan wewnang untuk menempatkan dan menginvetasikan dana haji berdasarkan prinsip syariah, kehati-hatian, keamaan dan nilai Manfaat (pasal 24).

Analisis Permasalahan

Secara umum, polemik yang muncul dapat dikelompokkan pada dua masalah besar, yaitu masalah fiqh dan masalah psikologis umat Islam terhadap pemerintahan saat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline