Berdasarkan fakta perkembangan hukum Islam itu, Ahmad Mustafa al-Maraghi menyatakan bahwasuatu kebijakan hukum dapat saja berubah sesuai dengan kondisi sosial masyarakat. Apabila suatu ketentuan hukum dirasakan sudah tidak maslahat,dikarenakan terjadi perubahan kondisi sosial, maka dapat diganti dengan ketetapan baru yang lebih sesuai dengan kemaslahatan dan kondisisosial yang ada.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Muhammad Rasyid Ridha, bahwa suatu ketetapan hukum dapat berubahubah karena perubahan tempat, waktu, kondisi, dan situasi sosial masyarakat. Jika suatu ketentuan hukum itu tidak dibutuhkan lagi dapat digantikan dengan ketentuan hukum baru yang sesuai dengan waktu dan situasi terakhir. Terhadap kemungkinan adanya perubahan hukum tersebut dalam Kaidah Fiqhiyyah disebutkan: Suatu ketetapan hukum (fatwa) dapat berubah disebabkan berubahnya waktu, tempat dan situasi (kondisi).
Kaidah ini menetapkan suatu prinsip bahwa seseorang harus mempunyai kemampuan melihat fenomena sosial yang mungkin berubah dan berbeda karena perubahan zaman dan perbedaan tempat. Ini juga berarti menuntut kemampuan membuat generalisasi atau abstraksi dari ketentuan hukum yang ada menjadi prinsip umum yang berlaku untuk setiap zaman dan tempat. Berlakunya setiap prinsip untuk segala zaman dan tempat berarti keharusan memberip eluang pada prinsip itu untuk dilaksanakan secarat eknis dan kongkrit menurut tuntutan ruang dan waktu.
Karena ruang dan waktu berubah, tentu spesifikasinya pun berubah dan ini membawa perubahan hukum. Berarti kaidah ini memberikan peluang kepada seseorang dalam menetapkan sesuatu ketentuan hukum untuk menjawab persoalan-persoalan baru, sesuai dengan perkembangan kondisi sosial masyarakat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kaidah tersebutsangat berperan mewujudkan nilai kontekstualitas hukum Islam. Perubahan kondisisosial adalah suatu perubahan di sekitar institusi kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya.
Masyarakat muslim adalah sekelompok masyarakat yang hidup dalam sebuah sistem dengan memegang alQur'an sebagai sumber ajarannya yang diyakini benar dan kekal. Karena kekekalannya itulah al-Qur'an justru harus dipahami sesuai perkembangan dan perubahan manusia di berbagai bidang sosial, budaya, sains dan teknologi. Dengan berpegang pada prinsip yang demikian, hukum Islam tidak hanya sebagai aturan normatif, tetapi juga operatif, sehingga hukum Islam benar-benar dirasakan sebagai rahmat, bukan sebagai ancaman.
Dengan demikian ka'idah di atas sangat berperan dalam mewujudkan konsep perubahan sosial yang selalu terkait dengan perubahan hukum.
Perbedaan pendapat tentang wali mujbir di kalangan ulama Hanafiyah dan ulama Syafi'iyah adalah sebagai contoh bahwa suatu ketetapan hukum (yang dihasilkan melalui ijtihad) tidak lepas dari kondisi sosial
masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H