Lihat ke Halaman Asli

Kopi Darat Komunitas RuangMuslim.com Part 1: Mendung di Atas Kepalaku

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalender menunjukkan hari Ahad (Minggu), tepatnya 17 Juli 2011. Di luar sana, mentari mulai meninggi, cahaya putih kekuningan menyibak sela dedaunan dari pepohonan di kebun pada rumah tetangga yang menghadap ke arah Barat. Ada sebuah perasaan istimewa di pagi ini. Hari ini saya akan berjumpa dengan saudara yang selama ini hanya berinteraksi via dunia "datar" saja. Saya belum pernah jumpa dengan mereka sebelumnya. Kadang saya tahu seperti apa mereka dari fotonya maupun diskusi yang terjadi di antara kami. Namun, rasanya itu semua bagai sebatas mimpi karena kita memang tak pernah jumpa sebelumnya. Kini, segala canda gurau yang selama ini mengalir dengan indahnya di dunia maya, akan dihadirkan ke dunia nyata. Seperti apa ya rasanya?

Rencana awalnya, jam 7 pagi sudah berangkat dari rumah sehingga dapat mengikuti Talkshow bersama Kang Bayu. Yup, wujud dari acara “kopi darat” ini ialah Talkshow di Masjid Raya Bogor yang merupakan bagian dari Islamic Book Fair dan dilanjut dengan acara gathering di Kebun Raya Bogor. Tapi rencana berangkat pagi itu pun batal karena teras rumah harus dibersihkan dulu. Byuurr.. byuurr.. guyur air terus dibersihkan dengan karet pembersih. Setelah bersih –atau setidaknya terlihat bersih- lanjut deh ke pekerjaan kedua yakni mencuci baju. Cek ucek kucek.. tapi bukan saya yang ngucek, lha wong pakai mesin cuci. Namun, tetap saja saya harus ikut memeras karena mesin pengeringnya agak rusak. Terus dijemur deh.. ngejemur pakaian sambil SMS-an ma para fans (hayoo.. adakah yang ngerasa SMS-an ma saya waktu itu? xixixi..).

Sebenarnya sih yang banyak SMS-an ma saya itu temen-temen yang hari itu mau datang ke acara Kopdar sekaligus jadi panitianya. Namanya juga acara dari, oleh, dan untuk RMers, sehingga yang jadi panitia ya jadi peserta juga nantinya hehe.. Salah satunya adalah Ukh Ayu yang SMS-an ma saya dan bilang kalau dia mau bawa semacam terpal untuk alas duduk di Kebun Raya nanti. Dia juga bilang kalau Ukh Chacha Maricha Hehey mau datang juga tapi jangan beritahu Teh Bonit, biar jadi surprise!

Kang Jumadi yang sebelumnya telah berkoordinasi dengan saya membicarakan perihal games dan acara, ternyata terpaksa izin karena kondisi tubuh yang tak mendukung. Saya dapat memakluminya dan memang sempat khawatir dengan beliau karena pas malam Sabtu ada acara mabit bareng di daerah Kalibata, malam Minggu beliau menjadi pembawa acara pada acara walimahan di daerah Kebayoran, sementara beliau sendiri tinggalnya di kawasan Cengkareng. Waduu.. roman-romannya saya nih yang bakalan mandu acara.. hmm.. mau diapain ya acaranya? Kalau ngumpul-ngumpul gitu sih enaknya bentuk acaranya yang santai dan ceria, tapi penutupannya gimana ya? Biasanya akan cocok bila diisi muhasabah.. hmm..

Tiba-tiba ada sebuah SMS masuk. Ternyata itu dari Bang Topik yang isinya mengatakan bahwa beliau ga bisa hadir karena malamnya kena musibah, kecelakaan motor. Alhamdulillah motornya sih ga apa-apa ups, salah.. maksudnya alhamdulillah beliau -ngakunya sih- hanya memar, sementara motornya rusak.

Kaget juga saya mendengar kabar itu coz kemarin kita masih ngobrol dan beliau bilang akan membawakan toa untuk acara kopdar ini. Memang manusia tak akan pernah tahu takdir apa yang menanti di hadapannya. Kabar inipun saya sembunyikan dulu karena saya ga ingin datang ke kopdar dengan membawa "awan mendung", namun rencananya akan saya sampaikan kabar dari teman-teman ketika acara penutupan nanti. Tapi tetap saja saya ceritakan ke Eyang Ine, pengamat acara Kopdar ini yang akhirnya ikut terjun payung ke lapang juga hehe..

Oia, untung Ukh Nada nanyain soal gambaran acara dan kado yang harus dibawa sehingga saya jadi ingat kalau belum disiapin. Jadinya yang saya pakai sebagai kado adalah salah satu kaos akhwat IKTAVA dari stok di rumah. Ternyata Nada pun belum menyiapkan kado, sehingga saya tawarin aja kadonya berupa kaos akhwat sama seperti saya. Semenjak saya sibuk di PKPU, usaha T-Shirt Muslim ini memang sulit untuk saya kelola. Walau kadang ada orderan, tapi karena tidak dapat saya pantau langsung kualitas produknya sehingga untuk sementara waktu memang saya pending, huff.. sayang memang.

Nah, pas lagi sibuk-sibuk gitu, tau-tau Teh Bonit nelpon dan ngomong sesuatu dalam bahasa Sunda, waduu.. ngomong apaan, Teh??

Sekitar jam setengah 10, Eyang Ine kirim SMS nanyain saya udah berangkat atau belum, kemudian ngabarin saya kalau saat itu beliau sedang di Tol Jagorawi menuju Masjid Raya Bogor. Woow.. surprise bangnyeeddd! Beliau pun berpesan agar teman-teman yang lain jangan diberitahu dulu agar mereka terkejut hehe..

Sekitar jam 10 kurang ada satu kabar lagi yang mengejutkan. Koran bekas, taplak meja, kado dan tikarnya Teh Bonit ketinggalan di salah satu mini market pas beliau sedang belanja untuk si kecil, innalillahi.

Akhirnya, cucian terakhir pun sudah terjemur. Langit mulai nampak kelabu menandakan hari mendung namun belum tentu akan hujan, seperti lagunya Ari Lasso, “..begitupun mendung tak selalu jadi hujan.. Syalalala..” Ups, yang ada “Syalalala” itu mah improvisasi saya aja.

Melirik jam, hmm.. jarum pendek di angka 10 sementara jarum panjang di angka 20, sempat engga ya kalau naik kereta? Yo weis, ngebut aja deh pakai motor, seenggaknya bisa bebas macet, “brrmmm.. brrmmm… ngeeennggg..”. E..eh.. salah ding, karena menjelang pertigaan Pasar Citayam, jalanan justru terblokir oleh motor, angkot dan mobil yang ga bisa berkutik. Sehingga mau ga mau kudu balik arah. Saya sih sempat melihat di depan ada orang yang member aba-aba kalau ada jalan tikus untuk memutar melewati titik kemacetan itu. Saya sih belum tahu jalan yang dimaksud, tapi saya mutar balik saja, dan mengikuti dari belakang motor-motor yang saya rasa juga hendak menuju arah yang sama dengan saya.

Woow.. walau awalnya saya masuk ke jalanan suatu kompleks perumahan, tapi ternyata berujung pada jalanan perkampungan yang sempit dan tanjakannya memiliki kemiringan lebih dari 45 derajat. Saya terus saja mengikuti motor-motor di depan saya. Walau tak saling kenal, namun kita sudah seperti konvoi motor saja. Syukurnya hari ini mentari tak bersinar terik karena terhalang oleh awan kelabu. Dapat dibayangkan mengendarai motor di tengah jalanan berdebu di bawah teriknya mentari.. weew..

Wush.. ternyata ujung dari jalanan tersebut merupakan sebuah kompleks perumahan yang rasanya sudah tak asing lagi bagi saya. Yup, itu adalah daerah tempat Paman saya tinggal di daerah Citayam. Tapi, karena saya sedang mengejar waktu yang telah berlari marathon, sehingga tancap terus, Jack!

Saya coba kebut karena saya tahu bahwa Eyang Ine hanya akan ada di Masjid Raya Bogor sampai Dzuhur saja. Ya, sosok yang telah saya kenal sejak lama di dunia persilatan RM. Banyak yang penasaran akan beliau, terlebih karena memang beliau tak pernah menunjukkan identitas asli. Saya sih tahu alasannya dan dapat memahaminya. Dan di kesempatan ini, rasanya saya ingin sekali dapat bersua walau sekejap saja. Sepanjang perjalanan itu ternyata Eyang Ine sempat SMS saya dan mengatakan bahwa beliau harus melanjutkan perjalanan lagi, Allah memang belum menakdirkan kami untuk bertemu.. Sedih sih, dan langit memang menceritakan akan kisahku. Namun, beberapa “awan mendung” yang kubawa sejak dari rumah tadi, kusimpan dulu di dalam dimensi kedelapan, karena.. sekarang saya sudah berdiri di depan Masjid Raya Bogor dan harus memandu sebuah acara yang penuh dengan kehangatan dan keceriaan.

Bersambung ke Part 2 …

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline