Lihat ke Halaman Asli

Carut Marut Pemerintahan Jokowi

Diperbarui: 21 Februari 2019   19:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warta Kota - Tribunnews.com

Keberanian Presiden sekaligus calon presiden nomor urut 01 mengungkapkan data kekeliruan dalam debat pilpres kedua pada 17 Februari 2019. Beberapa janji-janji kampaye pilpres 2014 ada beberapa yang tidak terlaksana dengan baik. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mencatat, ternyata ada 100 janji Jokowi pada masa kampanye tahun 2014 dan Jokowi gagal menunaikan janjinya.

Salah satu janji Jokowi yang tidak terealisasi sampai saat ini adalah tidak akan memberi jatah kursi ke partai koalisi yang mendukungnya. Kenyataannya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dapat posisi tiga menteri, satu menteri koordinator dan Seskab. Nasdem dapat dua menteri dan jaksa agung, PKB dapat 3 menteri, Hanura dapat menteri koordinator, PPP dapat satu menteri, PKPI sempat diberi jatah Kepala BIN, dan Partai Golkar dapat satu menteri. (sumber)

Janji Jokowi tersebut merupakan salah satu janji yang belum ditepati, masih banyak lagi janji-janji lainnya seperti menjadikan Pertamina lebih besar dari Petronas yang hanya jadi angan-angan, menjanjikan pertumbuhan ekonomi 8 persen ternyata mimpi belaka, dan banyak janji-janji lainnya yang belum terjalani oleh Jokowi.

Jokowi juuga pernah berjanji akan stop impor bahan pangan agar mampu mendorong kesejahteraan para petani lokal. Namun kemudian hingga empat tahun terakhir impor di pemerintahan Jokowi terus meningkat. Berdasarkan data dari BPS, nilai impor barang konsumsi sepanjang Januari-Juni saja 2018 mencapai US$8,18 miliar. Komoditas pangan seperti beras, gula dan kedelai penyumbang terbesar impor tersebut. (sumber)

Janji yang belum terlaksana oleh Jokowi terlihat dalam debat Pilpres kedua beberapa waktu yang lalu. Banyak data dan fakta yang diungkapkannya tidak sesuai dengan realitas dan data yang sesungguhnya. Misalnya kata Jokowi, pada tahun 2018 total impor jagung 180.000 ton, padahal realianya data impor jagung tahun 2018 sebesar 737.228 ton. Kemudian, Jokowi menyatakan, produksi sawit tahun 2018 sebanyak 46 juta ton, ternyata realitanya produksi sawit tahun 2018 yaitu sebesar 34,5 juta ton. (sumber)

Pengelolaan Negara yang Semrawut

Koordinasi antar lembaga dalam pemerintahan Jokowi dalam mengeluarkan kebijakan banyak yang saling tumpang tindih. Bagaimana mungkin kita bisa percaya terhadap kualitas kebijakan impor ini, sedangkan antara satu kementerian dengan lembaga negara lainnya saling menyalahkan.

Contohnya terkait impor beras Kepala Bulog malah menyebutkan stok beras cukup sehingga tidak perlu impor, tapi Mendag malah maksa tetap impor, ini kan membingungkan. 

Kembali pada kekeliruan  data  yang diungkap Jokowi dalam debat, sekaligus menggambarkan betapa kurangnya koordinasi di internal pemerintahan yang notabene memiliki otoritas terhadap data-data tersebut. Bagaimana koordinasi kementerian yang satu dengan yang lain, bagaimana koordinasi antara lembaga satu dengan lembaga yang lain, serta pernyataan Jokowi soal lahan milik Prabowo pun diralat dan diklarifikasi oleh Wakil Presiden Jusuf kalla bahwa tidak ada yang salah atas kepemilikan HGU lahan milik Prabowo tersebut.

Betapa kacau balaunya koordinasi dan kerja sama di internal Pemerintahan Jokowi. Lalu kemudian di Pilpes 2019 ini mereka mati-matian mempertahankan kekuasaan dan ingin Jokowi kembali terpilih sebagai presiden. Rakyat yang masih punya akal sehat pasti bisa menentukan pilihan terbaiknya. Ingin mempertahankan pemerintahan yang amburadul atau bersama-sama mewujudkan kepemimpinan yang baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline