Pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bahwa dia siap menjadi King Maker jika ada calon lain yang dianggap lebih baik membuat wacana duet Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono di Pilpres 2019 mencuat dan ramai diperbincangkan.
Jumat 27 Juli lalu, Prabowo berujar, "Saya siap jadi alat perubahan, saya siap untuk jadi alat umat dan alat rakyat Indonesia. Tapi bila saya tidak dibutuhkan dan ada orang yang lebih baik, saya siap mendukung untuk kepentingan rakyat dan umat Indonesia. Itu komitmen saya".
Menurut pengamat komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, ada tiga kerugian jika Prabowo urung maju sebagai capres, menyerahkan tiket kepada orang lain. Kerugian yang paling besar adalah menjadi pengakuan dari kubu Gerindra bahwa memang Jokowi layak dua periode.
Dari banyak jajak pendapat yang dilakukan lembaga survei, lawan terberat Jokowi di Pilpres 2019 sampai saat ini adalah Prabowo, kendati perbedaannya cukup jauh yakni sekitar 20 persen.
Tetapi Disparitas Prabowo dengan calon (presiden) lain di bawahnya jauh juga. Misalnya ada nama Rizal Ramli, Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, itu bedanya sekitar 20 persen juga. Karena itulah, dia menilai, rugi besar jika Prabowo menjadi king maker dan mendukung calon lain.
Dengan memaksakan Anies sebagai capres, Gerindra dan sekutunya tidak akan mendapat efek ikutan untuk mendongkrak suara partainya di Pileg mendatang.
Anies ini tidak akan membawa coattail efek apa-apa ke Gerindra. Sangat sulit Anies dipersepsikan Gerindra. Ini sudah pernah dibuktikan di Pilkada Jawa Barat dan Jawa Tengah, setengah mati Prabowo membuktikan Sudirman Said, dan Sudrajat sebagai orang yang dia dukung. Karena coattail effek Gerindra itu ya ada di Prabowo.
Orang mau disuruh milih Prabowo, tapi yang lain belum tentu. Walaupun Prabowo meminta masyarakat pilih orang yang dijagokan dia.
Harus diakui bahwa Prabowo punya catatan manis menjadi king maker. Pertama saat membawa Jokowi-Ahok menang di Pilkada DKI Jakarta, dan kedua saat merebut kembali kekuangan ibu kota dari tangan Ahok. Prabowo berhasil memenangkan Anies-Sandi di Pilgub Jakarta. Memang Prabowo punya catatan manis sebagai king maker. Tapi di Pilpres 2019 tidak ada jaminan.
Kerugian lain bila Anies dipaksakan maju sebagai capres dan dipasangkan dengan AHY, Gerindra akan dicap sebagai perusak pembangunan di Jakarta. Sebab, Anies yang sudah berkomiten menyelesaikan lima tahun di Jakarta.
Sementara Demokrat, justru yang mendapatkan efek elektoral dari majunya AHY. SBY tidak menghitung kemenangan AHY di Pilpres kali ini. Tapi yang dia hitung adalah kemenangan AHY di 2024 atau bahkan 2029.