Lihat ke Halaman Asli

Miftahul Ilmi

Mahasiswi Pascasarjana Biologi, FMIPA Universitas Andalas

Infrared Thermography: Solusi Alternatif Pemantauan Status Fisiologi Reproduksi Ruminansia akibat Heat Stress

Diperbarui: 16 Januari 2024   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://download.garuda.kemdikbud.go.id/

Stres pada ternak ruminansia digambarakan sebagai efek kumulatif dari luar tubuh yang cenderung mengganggu kinerja di dalam tubuh. Salah satunya adalah heat stress (stres panas) yang biasanya diakibatkan oleh suhu panas terus-menerus dan faktor iklim yang berubah. Hal ini sering terjadi di kawasan tropis dan sub tropis. Stres panas dapat mengganggu kinerja ovarium dan dapat mempengaruhi fertilitas ternak. Selain itu, stres panas juga berakibat buruk pada mekanisme pembentukan protein dan energi yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, metabolisme, dan reproduksi pada hewan ternak (Gupta et al., 2013).

Penilaian respon fisiologis dan reproduksi ternak ruminansia terhadap stres panas umumnya menggunakan metode invasif seperti laju pernapasan, denyut jantung, suhu rektal, hematologis dan biokimia darah. Namun, metode ini menunjukkan hasil yang kurang akurat dikarenakan respon anxiogenik (berkaitan dengan penyebab kecemasan) dari prosedur itu sendiri sehingga menyulitkan dalam hal menginterpretasikan hasil (Stewart et al. 2008; Soerensen & Pedersen 2015). Metode ini juga dinilai kurang efektif dan efisien karena bersifat subjektif dan membutuhkan waktu yang lama untuk menilai kondisi fisiologis hewan ternak khususnya ruminansia. Oleh karena itu, infrared thermography hadir sebagai alternative solution atas proses monitoring status fisiologis hewan ternak ruminansia.

Termografi inframerah merupakan metode pengukuran parameter fisiologi reproduksi yang bersifat non-invasif, non-destruktif dan aman digunakan untuk memperoleh gambaran profil termal dari suhu permukaan tubuh secara visual. Termografi inframerah mampu memonitor perubahan suhu yang berdampak pada status fisiologi yang berhubungan dengan reproduksi. Sistem kamera termal akan mengukur intensitas inframerah yang dipancarkan oleh permukaan kulit ternak dan mengubahnya menjadi sinyal elektromagnetik, selanjutnya diproses dan ditampilkan dalam bentuk peta termal yang menunjukkan distribusi suhu dimana setiap warna mengekspresikan secara spesifik kisaran suhu pada permukaan kulit dan berkorelasi dengan status fisiologi ternak (Alsaaod et al. 2014; Knizkova et al. 2007).

Keuntungan besar metode ini adalah tidak diperlukannya kontak fisik dengan objek yang diamati sehingga memungkinkan pembacaan jarak jauh dari distribusi temperatur yang lebih luas (Tattersall 2016). Menurut Bagavathiappan et al. (2013), beberapa parameter yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan termografi inframerah untuk menghasilkan gambar termal yang tajam dan akurat ialah spectral range (bagian dari spektrum inframerah yang beroperasi ketika kamera inframerah pada posisi aktif), spatial resolution (kemampuan kamera untuk membedakan antara dua benda dalam bidang pandang), temperature resolution (perbedaan suhu terkecil di bidang pandang yang dapat diukur oleh kamera inframerah), temperature range (nilai suhu minimum dan maksimum yang dapat diukur menggunakan kamera inframerah), dan frame rate (jumlah frame yang diperoleh kamera inframerah per detik).

Di Indonesia sendiri, penginderaan termografi inframerah telah banyak digunakan di berbagai studi ternama, namun pemanfaatannya dalam perternakan baru terbatas pada desain kepadatan ayam broiler dan belum digunakan pada hewan ternak ruminansia. Termografi inframerah direkomendasikan untuk digunakan dalam bidang peternakan di Indonesia sebagai metode yang dapat menghasilkan informasi penting untuk menggantikan teknik diagnostik konvensional yang selama ini dilakukan. Dimana dengan metode ini tidak diperlukan adanya kontak fisik dengan ternak dan memungkinkan visualisasi distribusi temperatur secara langsung sehingga dapat dijadikan acuan dalam pemahaman dan penilaian beberapa parameter pada ternak.

Jurnal Referensi

Alsaaod M, Syring C, Dietrich J, Doherr MG, Gujan T, Steiner AA. 2014. A field trial of infrared thermography as a non-invasive diagnostic tool for early detection of digital dermatitis in dairy cows. Vet J. 199:281-285.

Bagavathiappan S, Lahiri BB, Saravanan T, Philip J, Jayakumar T. 2013. Infrared thermography for condition monitoring – A review. Infrared Physics Technol. 60:35-55.

Gupta M, Kumar S, Dangi SS, Jangir BL. 2013. Physiological, biochemical and molecular responses to thermal stress in goats. Int J Livest Res. 3:27-38.

Knizkova I, Kunc P, Gurdíl GAK, Pinar Y, Selví KC. 2007. Applications of infrared thermography in animal production. J Fac Agric. 22:329-336.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline