Tidak dipungkiri lagi bahwa eksistensi umat Islam pada masa pemerintahan militer Jepang di Nusantara sangat diperhitungkan. Karena umat Islam merupakan agama dengan jumlah massa paling banyak.
Hal ini juga di perkuat dengan tipikal umat Islam di Indonesia yang memiliki militansi tinggi dan semangat juang yang pantang menyerah.
Langkah Awal PDKT Jepang Kepada Umat Islam
Bila pada masa Kolonial Belanda terkenal dengan kerja rodi, maka pada masa Jepang juga terkenal dengan romushanya. Namun pekerja romusha nampaknya tak berhasil menyentuh ataupun mengambil simpati dari barisan para intelektual muslim, karena mereka mendapatkan privilege tersendiri.
Hal ini disebabkan karena bagi pemerinthan militer Jepang mereka memiliki posisi jual yang tinggi bagi masyarkat Indonesia, sehingga Jepang memiliki pertimbangan tersendiri dalam menanganinya.
Para intelektual muslim ini dijadikan sebagai sarana untuk mengakomodir dan menjadi pionir dalam memobilisasi massa umat Islam.
Dalam melakukan pendekatan terhadap umat Islam di Nusantara, Jepang relatif berdamai dan bersifat kooperatif.
Menurut Harry Jindrich Benda dalam bukunya yang berjudul "Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang" disebutkan tentang Nippon's Islamic Grass-root policy sebagai kebijakan politik yang ditujukan untuk mengeksploitasi potensi dan memobilisasi umat Islam melalui perantara ulama dan intelektual muslim.
Melalui kebijakannya tersebut, Awal mula Jepang untuk berupaya memanfaatkan semangat umat Islam untuk kepentingan Bangsa Jepang.
Kepentingannya dalam memobilisasi umat Islam adalah agar umat Islam mau membantu Jepang yang tengah berkemelut dengan sekutu pada perang Asia Timur Raya.
Stimulus dan Upaya yang Dilakukan Jepang