Perkembangan zaman bisa dilihat dari alat yang dipakai pada masanya. Begitu pula perkembangan media musik bisa menjadi ukuran bahwa betapa zaman sudah berubah.
Jika dulu, orang mendengarkan rekaman musik melalui piringan hitam, berkembang lewat media kaset dan tape, CD, dan DVD. Lalu di era digital ini kita "cukup" mendengarkan musik lewat MP3 atau streaming via aplikasi, dan menonton YouTube.
Menengok cover-cover kaset lawas meski versi digital membuat saya terhanyut pada kenangan masa kecil di kampung.
Ilustrasi: sampulkasetdangdut.blogspot.com
Lagu dangdut bergema di udara, penanda tuan rumah menggelar acara: syukuran khitan atau pernikahan.
Zaman berlalu, persewaan speaker kalah dengan perkembangan zaman sejak era persewaan sound system. Saya juga mengingat semasa SMP, akhir 90-an, hiburan murah mulai tergeser dengan persewaan video ala bioskop murah.
Tetangga yang punya hajat menghadirkan hiburan yang bisa dinikmati secara audio-visual oleh segala umur. Kaset atau DVD yang diputar beragam, mulai lagu dangdut, pop lawas, ketoprak, dan film laga.
Foto: sampulkasetdangdut.blogspot.com
Di televisi juga diputar lagu-lagu dangdut. Saya terkenang dengan penyanyi dangdut yang lagu-lagunya saya dengarkan sewaktu kecil: Rhoma Irama, A. Rafiq, Yus Yunus, Meggi Z., Mansyur S., Ona Sutra, dan Caca Handika.Di deretan pentanyi wanita ada Elvy Sukaesih, Iis Dahlia, Evi Tamala, Camelia Malik, Rita Sugiarto, Vety Vera, Lilis Karlina, dan Ine Cyntia.
Foto: sampulkasetdangdut.blogspot.com
Dangdut masih jadi andalan hiburan di kampung. Jika dulu tahun 90-an berwujud hiburan murah-meriah, kini dangdut berwujud hiburan yang menguras kantong. Dangdut dinikmati secara live, menghadirkan orkes musik dan biduan.Saya tidak malu dengan steorotipe: pendengar lagu dangdut adalah kampungan. Ya, selera musik masih dianggap mencerminkan kelas sosial. Padahal, asal tahu saja dangdut adalah jenis musik fleksibel.