Lihat ke Halaman Asli

Miftahul Abrori

Menjadi petani di sawah kalimat

Perempuan Korsel, Diskriminasi Pernikahan, dan Angka Bunuh Diri

Diperbarui: 19 Desember 2019   05:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wanita Korsel lebih mementingkan karir ketimbang menikah. Ilustrasi girlband asal Korea Selatan ITZY berpose. (Sumber: nme.com)

Korea Selatan termasuk tiga negara yang terancam depopulasi atau penurunan jumlah penduduk mengkhawatirkan. Selain Korsel, Swedia dan Jepang mengalami nasib serupa.

Populasi penduduk Korsel diprediksi berkurang drastis. Populasinya kini 55 juta jiwa dan pada tahun 2067 diperkirakan Negeri Ginseng hanya berpenduduk 39 juta jiwa. 

Lebih tragis, karena jumlah warga produktif berkurang drastis. Setengah populasi berada di usia senja 62 tahun lebih. (Cnbcindonesia.com, 15/12/2019).

Depopulasi disebabkan warga Korsel enggan berumahtangga. Para perempuan di Korsel bahkan menggalang aksi #NoMarriage, kampanye menolak pernikahan. Mereka malas menjalin hubungan serius dengan laki-laki untuk berkeluarga dan punya anak.

Beberapa wanita Korsel lebih mementingkan karir ketimbang menikah. Dalam 50 tahun terakhir, kemajuan Korsel memang berkembang pesat. Budaya kerja keras dan jam kerja panjang jadi sebab Korsel menjadi salah satu negara penopang ekonomi terbesar dunia.

Jika tak mendapat pekerjaan mentereng, perempuan rela bekerja di pabrik bergaji rendah, meski mereka dipandang sebelah mata. Padahal berkat pekerja, Korsel mampu mengekspor barang bermerk di berbagai negara.

Pekerja seni Yun-hwa menganggap ada diskriminasi gender di Korsel. Perempuan diharapkan menjadi penggembira laki-laki. (BBC.com, 20/8/2018). Diskriminasi terhadap perempuan juga terjadi dalam pernikahan. Jika perempuan menikah ia harus bertanggungjawab terhadap keluarga si laki-laki. Jika mertua sakit, menantu wanita wajib merawatnya. Itu belum termasuk harus mengurus rumah tangga dan anak.

Ketakutan-ketakutan seperti itulah salah satu sebab perempuan di Korsel enggan menikah, apalagi berkeinginan memiliki anak. Faktor lain yang membuat orang tidak berkeluarga adalah biaya hidup pra dan pasca pernikahan.

Ada pula alasan menikah dipandang menghambat karir dan sangat merugikan bagi masa depan. Terlebih perempuan kesulitan dalam mencari kerja. Jika pekerjaan sudah didapat, amat disayangkan jika harus dilepas dengan dalih pernikahan.

Persaingan kerja di Korsel sangat ketat. Baik perkantoran maupun dunia seni dan hiburan.  Grup girlband dan aktris muda bermunculan, siap menggusur mereka yang tak mampu menjaga ketenaran.

Kasus bunuh diri juga disinyalir menghambat laju pertumbuhan penduduk di Korsel. Harap dicatat, Korsel termasuk negara dengan rasio bunuh diri terbanyak di dunia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline