Memang benar, bicara soal lahir, jodoh, rezeki, dan mati itu hak prerogatif Tuhan. Soal rencana menikah, mampu secara finansial barangkali jadi pertimbangan utama sebelum memutuskan hidup bersama pasangan ( dalam suka dan duka?)
Menemukan seseorang yang mau diajak menikah di era semua serba diukur dari seberapa tebal dompet dan angka di rekening memang susah-susah gampang.
Bermodal hidup dengan gaji UMP atau UMR, atau bahkan di bawah gaji UMR, bisakah seorang laki-laki menemukan jodoh?
Jika seseorang lahir dari keluarga biasa, hidup bergantung gaji bulanan, tinggal masih di rumah indekos, bisakah meyakinkan pasangan untuk menikah?
Boro-boro mikirin nikah. Mikirin besok makan apa, angsuran motor bisa dilunasi tidak, gaji cukup untuk hidup sebulan berikutnya atau tidak, itu sudah bikin pusing.
Jika Anda laki-laki, harus pasrah keadaan karena wanita mengidamkan laki-laki mapan, gaji puluhan juta, syukur punya rumah mewah dan mobil berkelas.
Jika Anda wanita, maukah menerima laki-laki bergaji UMR, hidup pas-pasan, motor pun masih kredit?
Barangkali tidak ada relevansi langsung antara gaji dan kesempatan mendapatkan pasangan. Menurut psikolog Melanie Schilling seseorang sulit menemukan jodoh karena tindakan menyabotase diri, (Kompas.com, 24/4/2018).
Sabotase diri bisa diartikan selalu meremehkan diri sendiri dan menutup peluang berinteraksi sosial. Jika Anda menyabotase diri bakal sulit menemukan jodoh.
Kesempatan bertemu orang baru tertutup. Padahal bisa saja orang yang baru Anda kenal bakal menjadi jodoh, bertakdir hidup hingga pelaminan.
Dilansir dari Kelascinta.com (diakses 30/11/2019) terdapat enam alasan seseorang belum siap berumahtangga, mengekalkan cinta dalam ikatan pernikahan.