Lihat ke Halaman Asli

Merajut Mimpi

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13893997871697481186

1389400428851167167

“Menurut anda kelebihan apa yang anda miliki sehingga anda layak diterima di perusahaan ini?” pertanyaan ini agak menohok bagi Bejo. Baru kali ini ia mendapat pertanyaan yang mengharuskan ia memasarkan dirinya di depan orang lain. Tabu rasanya membanggakan diri sendiri. Di tempatnya bekerja dulu, tampilan bersahaja yang harus dikedepankan. Kerja saja yang baik, ndak perlu neko neko, maka anda akan disenangi orang.

“your educational background and experienced is not related to this position, do you think you can catch up with these issues fast?” tanya seorang interviewer dengan aksen perancis yang masih kental, agak sulit dicerna apa yang ia katakan.Bejo pun berusaha menjawab pertanyaan dengan bahasa inggris yg pas-pasan. “apa anda siap bekerja dengan target, deadline, mengingat background pekerjaan anda sebelumnya tidak mengenal sistem ini?” Ingin rasanya ia mengutuk John, teman kuliahnya yang meyakinkan, kalau Bejo punya kualifikasi yang bagus untuk bekerja di multinational company. “ cuuuy,gw recommend loe ke Cavabien Corp.yah,bisa banyak belajar loe…” dengan polosnya Bejo bergumam “ Ah, mosok toh mas, apa pantas yo aku disana? “ entah apa yang dilihat oleh teman-teman kampus Bejo pada dirinya, mereka yakin bila Bejo dapat menjadi orang hebat bila ia berada pada tempat yang tepat.ia saja merasa minder ketika berada di dekat teman teman kampusnya yang kebanyakan sudah menjadi manajer di perusahaan besar. “ Eh, ambil tuh PGAS (kode saham PT Gas Negara), bentar lagi bakal naik banget.Bonus loe jangan diabisin buat ke Jepang semua, Dit!” ujar Vatisha, analis pasar modal di salah satu perusahaan sekuritas ternama Indonesia. “Adit yang bekerja di perusahaan minyak milik Amerika pun tak mau kalah, “tenang Vat, gw udah buy 50 lot tadi pagi…”di pojok ruang kelas bersuara dengan lantang teman Bejo yang paling senior, Pak Fahmi, “ bro, masuk ke bisnis riil lah, jangan pasar modal mulu… gw lg ngerintis usaha property nih, udah buka lahan di Depok, rencana mau bangun cluster 50 rumah, ada yg mau join ga?”kata-kata pak Fahmi tadi dan sautan lain dari teman Bejo sesama Mahasiswa MBA Universitas Indonusa tertegun. Yang terlintas di pikiran Bejo, seorang pegawai Pemda di kabupaten Wonosobo Jawa Tengah , bisnis riil adalah usaha membesarkan anak kambing, yang akan siap dijual ketika menjelang lebaran haji Iedul Adha.

Bejo memang beruntung. Secara kalkulasi matematis, tidak mungkin rasanya ia dapat kuliah lagi S2 di sekolah bisnis ternama di Jakarta. Ia hanyalah anak seorang petani kentang di pegunungan Wonosobo. Ayahnya memiliki sebidang lahan di lereng pegunungan. Sedang ibunya menjadi guru bantu di salah satu SD negeri di kecamatan Kaliwiro, Wonosobo. Biaya hidup yang makin tinggi setelah reformasi berjalan,terkadang membuat simbok, ibunda Bejo, harus berjualan hasil pertanian di pasar pada akhir pekanPikiran sederhana mereka, lebih enak jaman pak Harto, harga barang stabil. Uang tunjangan beras cukup untuk makan sebulan.

Suatu hari, ketika Bejo sedang membuat Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) di kantor Kecamatan tempat ia bekerja, ia bertemu dengan pak Shodik, perwakilan dari PT Sempurna. “ bapak, ini blanko SIUP nya, setelah ini bapak bisa menuju ke Kantor Pelayanan Perijinan dan Penanaman Modal Terpadu lalu minta brosur prosedur pengurusannya di bag. Informasi.”“ oh inggih, anu.. berapa biayanya mas? “ “oh, ini gratis pak.” Ujar Bejo sambil tersenyum.“loh, biasanya bayar tho mas?” lirih pak Shodik. penasaran. “ saya sudah dibayar negara, pak.” Tertegun pak Shodik. Rupanya reformasi birokrasi sudah mulai berjalan. sudah banyak abdi negara yang tulus melayani masyarakat. “matur suwun yo mas. Anu mas… mas ee sudah sarjana, betul? sampeyan tertarik kuliah lagi di Jakarta ndak mas? “ tanya pak Shodik. “Wah, ndak berani saya mikir sampe situ pak, ndak ada duitnya, hehehe.”Jawab Bejo polos. “mas seee ndak usah mikir biaya, kebetulan PT Sempurna ada program beasiswa untuk pemerataan pembangunan, tinggal daftar, trus kalo rejekinya mas, ya panjenengan bisa kuliah ke Jakarta…..”

Bola takdir berjalan dengan cepat dirasakan Bejo. Masih teringat olehnya memori tempat kuliahnya di kawasan Jatinangor Jawa Barat, perjumpaannya dengan teman-teman kuliah calon abdi negara.suasana syahdu alam Jatinangor senja selalu diramaikan dengan lirih merdu ayat ayat suci. Teringat kata kata Reesha yang mengutip salah satu hadits “…….Umar ibn Al-Khattab menceritakan kepadaku bahwa ia berkata: ketika terjadi perang Khaibar beberapa sahabat Nabi berkata: “si Fulan mati syahid, si Fulan mati syahid. Hingga mereka berpapasan dengan seseorang. Mereka pun berkata: si Fulan mati syahid. Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Tidak begitu. Sungguh aku melihatnya di dalam neraka karena burdah (selimut atau aba’ah) mantel yang ia korup dari harta rampasan perang. Lalu Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berkata: Wahai ibn al-Khattab, berangkatlah dan sampaikan kepada manusia bahwa tidak akan masuk surga selain orang-orang yang beriman.” Maka aku keluar dan menyerukan kepada manusia: ingatlah, sesungguhnya tidak masuk surga selain orang-orang yang beriman”. (H.R. Muslim)….” Kajian-kajian tentang bagaimana menjadi abdi negara yang jujur selalu didengarkan Bejo selama masa pendidikannya. Sekaligus memikirkan bagaimana ia akan mengubah nasib keluarganya menjadi lebih sejahtera, dengan bayangan gaji PNS yang kecil di depan mata. Barangsiapa yang bersyukur, maka Allah akan menambah rezekinya. Bejo pun menentramkan hatinya dengan percaya akan takdir Tuhan. Gusti Allah mboten sare…

Tepat empat tahun setelah Bejo lulus dari Jatinangor, malam ini dan malam-malam panjang selama dua tahun kemudian ia telah disibukkan dengan paper-paper business development, financial model, instrument pasar modal, risk management, sampai ke hukum bisnis. Pisa Café Menteng, Starbucks Thamrin, atau McDonald Salemba adalah tempat favorit Bejo dan teman-temannya untuk menyelesaikan paper yang tidak mau bertoleransi dengan pekerjaan sehari hari. Antara excited dan kikuk, Bejo menjalani kehidupan barunya itu. Pikirannya terbuka, ah, betapa luasnya dunia. Betapa ia sangat menyukai kuliah bisnis yang diberikan dosen-dosen praktisi nasional. Tidak terbayang sebelumnya Bejo bertemu langsung dengan Jusuf Kalla, Sandiaga Uno, Fadel Muhammad, Mooryati Soedibjo, sampai ke Mr Pierre Sinclair, praktisi World Bank yang terkenal keras menentang kebijakan Kanselir Jerman Angela Merkel dalam hal pengetatan anggaran di zona Euro pada masa krisis. Betapa bejo sangat terinspirasi oleh Prof Rhenald Kasali yang selalu membangkitkan semangat pada setiap seminar yang diberikannya. Namun ia juga kikuk.. rasanya sulit bagi Bejo untuk betul-betul masuk ke dalam dunia barunya itu. Ia hanyalah anak petani dari Wonosobo, hanya seorang pelaksana golongan rendahan di kantor kecamatan Wonosobo. Betapa ia juga sungkan ditraktir teman temannya di café-café mahal dengan kudapan ala barat yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. “ today on me ya guys… pesen apa aja deh, yang penting nih paper selesai submit hari ini…” ujar Valina, anak seorang pengusaha terkenal di Jakarta. Sampai tiba-tiba seorang teman Bejo bernama Arifin bertanya, “Jo, loe ga mau coba kerja di multinational Company, orang kayak loe bisa loh… “ diantara teman kuliah Bejo,karir Arifin lah yang paling mentereng, baru berusia 33 Tahun, sudah menjabat sebagai Assistant Vice President salah satu Bank Asing. “wah, ndak semudah itu mas, aku kan udah milih jalur pemerintahan” ujar Bejo yang sebelumnya memikirkan untuk pindah kerja. Di bayangannya, seorang abdi negara akan terus bekerja sampai ia pensiun umur 60 Tahun, ndak perlu ngoyo. Kalau memang rejeki, bisa saja ia menjadi Pejabat di kemudian hari. Semua sudah ada waktunya. Sekarang giliran angkatan mas Riza yng menjadi kepala seksi di daerahnya. Tahun lalu beberapa angkatan senior seperti mbak Dewi juga sudah diangkat menjadi kepala seksi. Tunggu saja waktunya. “ya kalo ga cocok resign aja Jo, gw aja nanti abis lulus mau bikin Sekolah Tari , join sama temen gw yg ada duit, hehe” timpal Novi, Banker yang sangat mencintai dunia tari.

“masya Allah Gusti…. Insaf leeeee….Ojo Dumeh tho nduk, Simbok ini wes Tua, ndak usah macem-macem” jerit Simbok, mendengar rencana Bejo untuk mengadu nasib di Jakarta. Raut mukanya menunjukkan amarah yang tidak bisa ditahan lagi. Dadanya sesak, nafas simbok naik turun. Sementara Pak Slamet, Ayahanda Bejo, hanya diam duduk mendengarkan. “mbok, keputusan Bejo sudah bulat… “ “kamu Istighfar sana… bisanya bikin susah hati orang tua” tangis simbok pecah seketika, “ baru berapa tahun kamu lee… bikin simbok bangga…anaknya sudah bisa jadi PNS, keluarga kita dipandang… kamu ndak mau nolong orang tua apa, bangun rumah di kampung, beli sawah. Bapak mu nyangkul dari dulu, simbok jualan, ndak mau kamu nyenengin orang tua? “ isak simbok. “ justru itu mbok, Bejo mau keluarga kita lebih sejahtera. Jakarta itu tempatnya. Gajinya besar….”Pak Slamet pun menambahkan “lah, kalo mau gaji besar, itu pak Dhe mu juga kerjo di kantor Gubernuran, iso punya mobil dua, rumah bagus..”“tapi pak e, gaji PNS kan kecil, justru ndak mungkin kalo kita mau jujur bisa gitu…” Bejo menjawab datar perkataan bapaknya. Sempat juga ia berfikir untuk tetap menjadi abdi negara, tetapi juga menjalankan bisnis secara bersamaan. Hal itu jauh lebih mulia daripada memungut tariff atas pelayanan yang ia berikan kepada masyarakat. Tetapi Bejo khawatir hal tersebut juga tidak mudah dilakukan, bisa saja bisnisnya sukses, tetapi nanti waktunya habis untuk bisnis, dan melupakan tugasnya di kantor dan tetap mendapatkan gaji dari negara. “ oalaaaah, mimpi kamu leee. baru saja tinggal di Jakarta dua tahun, sudah menghina keluarga kamu leee… sombong kamu…pak Dhe mu orang baik, kamu minta maaf sana. Kualat kamu leee…” tangis simbok makin menjadi. “SUDAAAH. Sak karep mu wae, mau jadi apa kek kamu,terserah!!!” suara menggelegar pak Slamet mengakhiri perbincangan yang tidak biasa di keluarga Bejo.

Suara pancuran air memecah keheningan. Bejo mengambil air wudhu. Di Sujud sholat malamnya Bejo mengadu pada Sang Sutradara kehidupan. “Duhai Rabb, engkaulah pemilik kerajaan di Langit dan di Bumi…tunjukkan jalan yang lapang bagiku. Mudahkan urusanku. Ampunilah dosaku.. wahai Tuhan, berikan aku kesempatan untuk membahagiakan kedua orang tua ku… “ Bejo berharap, langkahnya kali ini yang berbeda pendapat dengan simbok, tidak menjadikan ia anak durhaka, melawan orang tua. Hal ini semata karena perbedaan persepsi, perbedaan cara berpikir antar generasi. Bejo pun berharap bahwa mimpi yang ia rajut dapat membanggakan kedua orang tuanya kelak. Biar waktu yang akan menjawabnya.

“jooooo… selamat yaaaaa, moga sukses loe di kantor baru!” Bejo pun menjawab satu per satu pesan BBM dari teman temannya. “target jangka pendek apa Jo, gaji naik gituuuh, liburan?” tanya John. “ cuti akhir tahun aku mau balik kampung mas, ngelamar gadis pilihan orang tuaku…”

Puncak, 10 Januari 2014

Nb; semua tokoh pada cerita ini adalah rekaan semata.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline