[caption id="attachment_332581" align="aligncenter" width="196" caption="(wikipedia.org)"][/caption]
Siapa yang tak mengenal RA Kartini di bumi indonesia ini ? setiap 21 April semua anak bangsa paham ini adalah hari Kartini, salah satu hari besar yang unik karena satu-satunya Nama perayaan hari besar nasional, yang menggunakan Namanya. Kita tidak mengenang Hari Soekarno, hari Moh Hatta dan sejenisnya. Hanya Hari Kartini, kurang apa bangsa ini menghargai perjuangan RA Kartini memperjuangan Emansipasi Wanita di berbagai bidang.
Namun, bila kita melihat bagaimana Kartini sekarang, mungkin Beliau akan menulis kembali Surat kepada temannya. Bagaimana perempuan kekinian yang sulit untuk menghargai bahkan sesama perempuan sendiri.
Bagaimana mungkin seorang Dinda, dengan begitu terang-terangnya menggugat hak eklusif fasilitas umum yang diberikan kepada Wanita Hamil ? Kartini akan sedih, bagaimana dulu ia memperjuangan agar wanita mendapatkan hak-haknya yang mungkin terjajah oleh dominasi laki-laki saat itu, kini malah digugat oleh wanita itu sendiri.
Pun jika kita melihat kasus kejahatan seksual di sebuah sekolah TK internasional Jakarta, kita membaca berita, bagaimana seorang cleaning service Wanita membiarkan bahkan mendorong terjadinya aksi pelecehan seksual terhadap anak-anak yang seharusnya dilindungi olehnya sebagai calon Ibu. Lalu, apakah seorang wanita akan meninggalkan naluri keibuan yang harus cerdas dan empati terhadap sesama seperti yang digaungkan Kartini.
Rasanya, Kartini sekarang juga akan sedih ketika melihat seorang perempuan yang tega menculik bayi wanita lain di sebuah Rumah sakit di bilangan bandung, hanya karena untuk menutupi kebohongan dirinya sendiri yang mengaku hamil padahal tidak.
Ah, rasanya kartini sekarang akan menyesal dengan emansipasi yang diperjuangkannya, bagaimana mungkin seorang mahasiswi seperti S yang tega membunuh AS yang merupakan sahabat sekolahnya sendiri karena kecemburuan terhadap pacarnya. S pun tega menyekap, dan kemudian membuang jasadnya di pinggiran Tol Bintara.
Kartini memperjuangan emansipasi agar wanita tersebut dapat berkembang dan menjadi pengayom bagi para lelaki, namun yang terjadi banyak wanita yang kemudian over terhadap emansipasi dan melupakan jati dirinya sebagai wanita yang fitrahnya adalah menjadi seorang Ibu yang welas asih, pengasih dan penyayang.
Jikalau kaum Ibu sudah tak bermoral budi baik meski sudah muncul ke ranah publik, haruskah Kartini menyesalkan Emansipasi dan malah berbalik menyerukan wanita kembali ke rumah rumah nya dan mengurus rumah tangganya.
Jikalau Kartini meneriakkan slogan "Habislah gelap terbitlah terang" mungkin kartini akan menrevisinya ketika melihat kartini sekarang "pergi gelap pulang gelap" lalu mengabaikan rumah tangganya sendiri.
Jikalau emansipasi menjadi kebablasan, mungkin Kartini akan menyesalkan emansipasinya sendiri.