Lihat ke Halaman Asli

Mic Transformer

edutainment

Melawan Ageisme

Diperbarui: 26 Februari 2019   15:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu silam Christine Lagarde sebagai Managing Director dari IMF yaitu organisasi yang memfasilitasi perdagangan internasional dan mempromosikan lapangan kerja mengatakan "Indonesia memiliki Human Capital yang besar khususnya penduduk usia produktif yang mencapai separuh dari golongan usia produktif Asia Tenggara" pada kunjungannya ke Indonesia. Sedangkan dalam ekonomi - politik, kita membagi demografi penduduk berdasarkan usia yaitu usia 15 sampai 64 tahun disebut sebagai usia produktif. Penduduk produktif prima biasanya berkisar antara 25 sampai 55 tahun dan diluar itu dilihat sebagai kurang produktif. Namun sebenarnya berbicara masa produktif bisa terjadi sebelum memasuki masa produktif dan terus berjalan setelah orang pensiun sehingga tidak ada masa di mana manusia mengalami penurunan produktivitasnya, namun secara ekonomi, para lansia digambarkan seperti sosok tidak produktif lebih-lebih media (Televisi) sebagai alat penyebar informasi banyak memberikan gambaran tentang lansia adalah sosok  yang kolot, lamban dan lain-lain. 

Hal ini menciptakan diskriminasi terhadap orang lansia di masyarakat yang biasa disebut Ageism. Kemudian Stereotip ini melekat di masyarakat terutama kaum pekerja yang akan  memasuki masa purna bhakti bahwasanya masa pensiun adalah dimana ada penurunan kualitas hidup seseorang. Pensiun bukanlah hanya sekedar mengenai berhenti bekerja yang disebabkan oleh faktor usia, namun pensiun adalah suatu fase dalam hidup manusia yang harus dilalui oleh semua individu. Pandangan ini lebih menekankan aspek psikologis individu, dari seorang yang bekerja kepada orang lain (instansi/perusahaan) menjadi pekerja yang mandiri. 

Dari sini kemudian  banyak ditemui "penyakit" Post Power Sydnrom yaitu  sebuah kondisi yang menggambarkan ketidakmampuan individu melepaskan apa yang pernah dia dapatkan dari kekuasaannya sebelumnya. Ciri-ciri gejala ini bisa ditemui dari individu tersebut mudah tersinggung, pemurung dan menarik diri dari lingkungannya. Hal yang paling terlihat biasanya menjadi pendiam dan pemalu dari biasanya dan menunjukkan kemarahan baik dirumah maupun ditempat umum, mudah marah dengan hal kecil serta menunjukkan kehebatan di masa lalu. 

Dari sinilah kemudian banyak perusahaan-perusahaan seperti Perbankan menunjukkan perhatian mereka dengan bekerja sama dengan vendor- vendor training untuk memberikan pembekalan kepada  karyawan yang akan memasuki masa pensiun. Tujuannya adalah membuka pikiran untuk bisa menerima kondisi dan mempunyai semangat serta tujuan setelah pensiun sehingga mempunyai Valuable Refire dalam diri setiap individu. 

Dalam buku Refire!, Don't Retire karya Kenneth H. Blanchard tahun 2015 terbitan MIC Publishing dijelaskan  "Kita tidak akan dapat terus bertumbuh secara emosional dalam hubungan kita jika kita mengisolasi diri dari orang lain". artinya dalam masa pensiun, kita tidak perlu merasa minder dan mengurung diri tapi menyambut hidup dengan semangat, memandang setiap hari sebagai sebuah kesempatan berpetualang dan belajar.  Setiap orang bisa menciptakan makna bagi hidup berapapun usianya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline