Lihat ke Halaman Asli

Michael Sendow

TERVERIFIKASI

Writter

Jalan Berliku Ahok Menjadi Gubernur Jakarta

Diperbarui: 20 Juni 2016   20:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ahok Gubernur DKI (Pic Source: Kompas.com)

Setelah bersama Jokowi mengguncang Jakarta dengan menyingkirkan Foke-Nara, sang petahana waktu itu, kini Ahok kembali siap-siap mengguncang Jakarta pada pilgub 2017 nanti, tentu kali ini ia sebagai petahana.

Kita mungkin belum lupa bahwa sugesti untuk memilih pemimpin Jakarta yang baik, adil, bersih, dan mau berkerja keras amat sangat penting dalam memengaruhi calon pemilih. Itu sudah terjadi pada pemilihan yang lalu. Dan akan terus seperti itu.

Sugesti itu dapat mewujud dalam berbagai bentuk dan beragam penerapan. Tentu tidak dengan memakai sulap atau sihir laksana pemain sirkus di atas panggung. Tidak juga dengan memakai hipnotis tingkat tinggi seperti di film-film. Dalam persaingan pilgub, maka sugesti yang paling hebat adalah dengan merangsang dan membuat pandangan atau sikap para calon pemilih menjadi terkagum-kagum, lalu kemudian siap memberikan suara mereka dengan tulus ikhlas tanpa paksaan, ancaman, dan tentu tanpa membagi-bagikan nasi bungkus lengkap dengan ikan terinya. Calon pemilih akan terkesan dan rela memberikan suara mereka.

Betapa pentingnya sugesti dalam memenangkan calon pemimpin Jakarta dapat Anda baca secara ringkas namun mendalam di sini: Pentingnya Sugesti Dalam Memilih Pemimpin Jakarta

Lagi-lagi, ini tidak semata berbicara sesuatu yang terjadi atau diperoleh secara instan ya. Menyugesti pemilih untuk supaya memilih seorang pemimpin tidak serta merta menisbikan apa yang sudah dilakukan pemimpin tersebut selama dia memimpin. Penilaian publik terhadap kinerjanya tetap akan jalan terus. Hukum tabur tuai tetap akan terus berlaku. Nah, justru kekuatan sugesti pemilih itu dapat terasa serta terukur dalam hukum tabur tuai itu.

Bukankah semakin banyak Anda menabur kebaikan, perubahan ke arah perbaikan, keberanian bertindak, ketegasan tanpa kompromi, tidak korup dan lain sebagainya itu, maka tentu kelak Anda juga akan menuai hal-hal serupa. Ini adalah keniscayaan. Namun kerap kita lupa, bertindak malas, korup, tidak mau bekerja keras....eeeh namun ujung-ujungnya kita berharap dan amat yakin kita akan dipilih. Ini salah kaprah. Sekali lagi, dalam berpolitik yang baik dan benar maka jelas there’s no such shortcut, atau jalan pintas.

Setelah Anda meraup semuanya itu, percayalah jalan menuju puncak akan terasa lebih ringan, kendatipun halangan dan hambatan akan tentu saja terus digelar, entah oleh para lawan politik, dewan yang amat sangat terhormat yang berseberangan jalan dan cara pikir, orang-orang yang enggan menikmati perubahan, dan entah siapa lagi yang lain. Hambatan dan tantangan akan terus bermunculan. Lika liku itu akan terus ada. Memang banyak jalan ke Roma kata sebuah pribahasa, tetapi tetap saja tidak ada jalan yang mulus melulu.

Sewaktu Jokowi terpilih menjadi Presiden RI (yang sampai saat ini rupanya belum bisa diterima oleh lawan politiknya beserta para pendukungnya), maka Ahok secara gemilang ikut ‘naik pangkat’ menjadi orang nomor satu di Jakarta ini. Waktu itu, ada begitu banyak yang gembira dan bersorak, namun tentu di sisi lain ada saja yang justru bertolakbelakang. Mereka membenci dan menolak. Segala macam cara dan upaya pun dilakukan. Anggota Dewan berjuang dengan segala daya dan kekuatan yang mereka punya untuk menggagalkan Ahok jadi Gubernur. Hak interpelasi digadang-gadangkan untuk dipakai mereka. Namun apa mau dikata, ia toh tetap dilantik sebagai Gubernur menggantikan Jokowi kala itu.

Tidak habis sampai di situ. Jalan panjang dan berliku masih terus saja harus dilalui Ahok, tanpa pernah bisa direm sama sekali. Ia yang notabene sudah menjadi Gubernur, masih saja diintai sana-sini untuk dijatuhkan oleh barisan pasukan pembenci. Alhasil, benarlah ungkapan bahwa kita tidak mungkin dapat menyenangkan semua orang. Sebaik dan sebagus apapun seorang pemimpin, mustahil ia bisa menyenangkan semua pihak.

Lalu, kembali segala daya upaya tingkat dewa dilancarkan. Mulai dari gorengan kasus kecil sampai rebusan kasus besar silih berganti dipakai untuk menyerang dan berusaha membungkam sang Gubernur. Apa lacur, ia sepertinya tak terhentikan. Kasus RS Sumber Waras pun tiba-tiba menyeruak muncul, yang lalu kemudian melahirkan berbagai macam kumpulan individu atau oknum-oknum  ‘kurang waras’ yang luar biasa tidak warasnya dalam beropini. Coba-coba membantai secara membabibuta, selalu tanpa membuahkan hasil apapun. Ini terkadang memang amat menyakitkan.

Saking berlikunya jalan yang harus dilalui Ahok, namun tak berhasil menurunkannya, akhirnya BPK ‘harus’ masuk menusuk dengan hasil auditnya yang luar biasa itu. Audit yang oleh sebagian orang dianggap sebagai laporan maha sakti dari sebuah ‘kitab’ agung yang tak mungkin ada salahnya. Singkat cerita, oleh KPK, hasil audit itu justru dinyatakan keliru alias tidak ada bukti-bukti sahih yang menunjukkan bahwa ada kerugian negara, atau bahwa sederhananya Ahok tidak terlibat korupsi di situ. (KPK Tidak Temukan Korupsi Pembelian Lahan Sumber Waras)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline