[caption caption="Teror Bom Sarinah (Pic Source: Kompas.print)"][/caption]
Di beberapa tulisan blogger, begitu juga dengan beberapa status FB, serta kicauan beberapa pemilik akun twitter menurut saya sungguh amat tendensius dan bodoh. Maaf saja, tetapi memang itulah yang saya lihat. Rupanya, “kebodohan” bukan hanya milik orang orang bodoh tetapi juga milik mereka yang katanya pandai, cerdas, dan pernah mengenyam bangku sekolah setinggi langit.
Betapa tidak, di saat kita lagi diteror para teroris, dan ada korban jiwa. Hanya beberapa saat berselang ledakan bom dan aksi bak jagoan neon si teroris busuk itu, malah mereka meluncurkan status pun opini sesat yang langsung menjadi viral. Very stupid dan tidak berprikemanusiaan sama sekali.
Ada status FB yang meskipun disampaikan dengan kalimat bertanya, namun seakan hendak mengarahkan pikiran pembaca bahwa aksi dibalik teror ini adalah “ulah” pemerintah. Bahkan ada saya baca begini, menurut orang orang “sangat Pinter” itu bahwa polisi juga turut “bermain” dalam teror ini. Bukannya menulis sesuatu yang positif, juga mengutuk sepak terjang para teroris, ini malah menyebar opini sesat dan tidak berdasar fakta dan data.
Para penggemar teori konspirasi tingkat akut ini sangat senang meniup niup terompet kebencian terhadap pemerintah dengan cara cara tak wajar dan tak jujur. Mereka lebih senang hidup dalam kubangan kebencian daripada menatap hari esok yang cerah. Sungguh perlu dikasihani orang orang seperti ini. Apa bukti bahwa pemerintah dan polisi merekayasa teror ini. Sungguh keterlaluan kalau ternyata kesimpulan dibuat berdasarkan imaginasi, mimpi, dan kira kira saja.
Kalau seandainya Anda memang hebat dalam hal itu, lantas kenapa bukan Anda saja yang jadi kepala BIN? Bayangkan saja berapa banyak racun dan kebohongan yang Anda tebar sehingga orang banyak yang bisa jadi tidak sepintar Anda lalu kemudian mereka itu percaya begitu saja segala opini menyesatkan tersebut? Memang mengkritisi dan memfitnah itu beda tipis. Tetapi dalam hal ini mestinya kalian bisa sedikit lebih bijak.
Contoh kecil lainnya. Kalian bilang bahwa pemerintah menunggangi atau bahkan merekayasa teror ini sebagai pengalih isu semata. Dasar tumpul. Apa dasarnya coba? Masalah devestasi saham? Kan setiap 90 hari akan dievaluasi dan diperiksa, lalu apa urgensinya hal ini harus ditutup tutupi. Apakah tiap 90 hari harus ada teror bom supaya isu teralihkan?
Ada juga seorang facebooker, mantan kompasianer yang berimaginasi tingkat dewa bahwa teror ini direkayasa oleh karena sudah menghebohnya kasus si Damayanti itu lho. Terlalu kerdil cara analisa seperti itu. Sosok Damayanti yang nggak terkenal, saya saja baru tau kalo ada manusia bernama siapalah itu hanya belakangan ini. Kok mesti dialiisukan? Ndak penting penting amat. Ngapain juga menutupi kasusnya dengan mengambil resiko besar membuat rekayasa teror? Kalau mungkin Jokowi yang diperiksa KPK barulah imaginasi konspirasi rekayasa itu menjadi sedikit masuk akal. Iya, sedikit masuk akal. Lha ini?
Atau kalau mau lebih berandai andai, berimaginasi lebih luas lagi, kenapa nggak dibalik-balik saja seenak-enaknya. Bahwa umpamanya teror ini direkayasa oleh DPR misalnya, karena mereka hendak menutupi banyak hal, termasuk mengalihkan isu Setya yang sudah di ujung tanduk mau masuk bui. Dan juga, karena si Fahri sudah dikuliti habis habisan oleh KPK maka isu harus segera dialihkan. Kenapa tidak begitu? Atau kita bisa menggunakan anasir politik apapun.
Atau kita berimaginasi lebih jauh lagi, bahwa teror ini direkayasa oleh pelaku pembunuhan lewat kopi yang ditaroh sianida, di Mall Grand Indonesia. Karena kan kalau alasan pemberitaan yang tiba-tiba teralihkan, ya akan banyak pemberitaan teralihkan oleh sebab adanya peristiwa teror ini. Namanya saja media. Jadi lucu kalau cara berpikirnya seperti itu. Sungguh.
Semua itu tentu menyesatkan. Makanya stop beropini sesat dan menyesatkan. Karena apa? Karena Anda sendirilah juga yang akan menanggung akibatnya.