[caption caption="AHOK (Pic Source: Liputan6.com)"][/caption]Pemilihan Gubernur DKI Jakarta memang masih harus menunggu sampai 2016, tetapi persiapan dan glamour-nya ajang pemilihan tersebut seperti sudah mulai menghangat. Genderang ‘perang bintang’ sudah mulai ditabuh. Banyak bakal calon, baik yang resmi dan yang tak resmi pastinya akan terus bermunculan.
Kita melihat nama-nama putra-putri terbaik digadang-gadangkan untuk maju. Ada Bu Risma, ada Kang Emil, ada Om Ahok, ada dari PNS, ada dari anggota DPRD dan masih banyak lagi. Belum lagi nama-nama seperti Kak Haji Lulung, Tante Diah, Uncle Fadli Zon, dan entah nama-nama siapa lagi. Entahkah itu hanya sekedar hembusan angin malam (testing the water) atau sudah dalam taraf atau takaran serius, maka tetap saja Sang Gubernur petahana mestinya sudah harus pasang kuda-kuda yang kuat menancap (tidak perlu menunggang kuda beneran tentunya yah).
Apa persiapan Ahok? Kayaknya sih tak terlihat banyak persiapan, ia hanya santai-santai saja. Menurutnya tidak terpilih oke-oke saja. Bila terpilih ya oke-oke juga. Bukankah masalah di Jakarta ini masih amat banyak, dan butuh tangan dan mulut Pak Ahok untuk membenahinya? “Mau jadi ape Jakarte ini kalo sampe jatoh ke tangan orang gak jelas….”, demikian kata seorang bapak ketika bertemu saya di sebuah apotik di Pasar Ampera, Kampung Ambon. Ya, kita harap saja kalaupun bukan Ahok yang memimpin Jakarta nantinya, ada sosok yang bagus dan bernyali yang akan memimpin.
Persiapan Ahok yang terlihat jelas adalah mempersiapkan diri untuk maju dari jalur independen. Makanya penggalangan dukungan KTP terus digalakkan. Akankah berhasil? Bisa jadi. Di bawah kolong langit ini tidak ada satupun yang mustahil, bukan? Apalagi di Indonesia ini, wah wah wah, semua hal ‘ajaib’ dan ‘aneh’ pun dapat terjadi tanpa pernah kita kira sebelumnya. Gudang keajaiban ada di negeri ini.
Saran saya sih begini, cobalah Pak Ahok pertimbangkan ‘sinyal-sinyal’ dari PDIP yang kayaknya, sepertinya, kelihatannya ingin ‘meminang’ Ahok sebagai calon Gubernur dari mereka. Apalagi di rakernas PDIP, Ahok disambut begitu meriah dan hangat. Habis itu juga masih saja ia diajak-ajak foto selfie dan foto bareng (fobar), padahal dia itu bukan kader PDIP. Ibu Megawati juga menyapa dia dalam sambutannya, demikian juga Pak Jokowi (yang Presiden RI itu lho…).
Jadi pertimbangkanlah matang-matang sematang buah duren di kebun opa bilamana ada tawaran dari partai kuat. Apa maju dari jalur independen nggak mungkin? Oiya tentu saja sangat mungkin, kenapa tidak? Tetapi oleh karena di negeri ini masih banyak hal-hal aneh, maka alangkah lebih elok kalau pakai 'kereta' saja. Bukan berarti yang naik kereta serta merta harus mengabdi kepada kereta setelah itu yah, sama sekali tidak begitu lah. Hanya saja jika Jakarta masih butuh Ahok ya jangan ambil resiko melupakan kereta dan memilih untuk jalan kaki githu lho…
Itu pendahuluan saja, kini mari masuk ke pokok tulisan ini. Apa sih? Oh iya, begini, saya banyak dengar dan baca bahwa katanya Ahok banyak buat ‘kesalahan’ di tahun kepemimpinan kemarin (2015). Nah, apakah kesalahan-kesalahan yang sama itu bakal diulangi tahun 2016 ke depan ini? Entahlah. Ingat lho, tahun 2017 adalah tahun pemilihan, jadi jangan sampai karena kesalahan-kesalahan sepele maupun tidak sepele itu akan menghambat Ahok terpilih kembali. Apa saja kesalahan dia? Setidaknya ada 3 kesalahan utama (oleh sebagian orang dipandang perlu diperbaiki sesegera mungkin).
Ini beberapa kesalahan yang terungkap dan tercatat:
Ahok itu pekerja keras, oleh karenanya ia juga suka bertutur keras. Bagi sebagian orang kata-kata keras dan kasar itu abnormal di negeri yang santun ini. Maka dengan demikian pemimpin yang suka teriak-teriak sampai wajah memerah itu adalah tidak baik adanya. Negeri yang santun ini mestinya diisi hanya oleh pribadi-pribadi yang weles asih dalam bertutur dan berbicara, tidak menjadi soal dia itu seorang koruptor atau penjahat berkerah putih. Itu soal lain, urusan belakang dan nothing to worry about. Cara ngomong itu harus terjaga dan terukur.
Sopan santun artificial masih sangat laku dijual rupanya. Meskipun saya pribadi menilainya sebagai upaya murahan. Ya, kebanyakan adalah sebagai upaya pembodohan publik semata, dan itu menjadi prilaku sangat menjijikkan tentunya. Tolong dicatet yah. Bagaimana bisa kita itu tersenyum manis, angkat tangan lembut, menyapa dengan amat sopan, tetapi kita juga malah menjarah dan menilep uang negara, membohongi rakyat, serta berprilaku sebaliknya?
Umpamanya, kita bermanis-manis namun kita main perempuan sana-sini tanpa punya malu. Kita berbicara sangat sopan, namun serempak kita menjual harga diri dan kewibawaan kita. Inilah yang saya bilang the true of being a liar. Atau bagi Mary Wilson Little ia membahasakannya sebagai, “Politeness is half good manners and half good lying.” Kesopan-santunan memang terkadang menyimpan banyak misteri. Sebagiannya adalah sebagai bentuk tatakrama yang baik, namun bisa jadi sebagiannya lagi adalah kebohongan yang baik. Ha ha ha…so guys, jangan terpaku pada apa yang tersurat namun telisiklah secara mendalam apa yang tersirat.