Lihat ke Halaman Asli

Michael Sendow

TERVERIFIKASI

Writter

Selamat Tinggal 2015; Jangan Buat Resolusi Omong Kosong 2016

Diperbarui: 31 Desember 2015   10:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setidaknya buat diri saya sendiri, saya mensyukuri sudah akan melalui tahun 2015, 365 hari dengan selamat. Apapun hasil yang sudah digapai, pun yang belum tercapai di tahun 2015 tentu saja tetap perlu disyukuri.

Lalu kemudian, dalam menatap fajar baru 2016 apa resolusi Tahun Baru Anda?

Banyak kawan saya bersaksi bahwa mereka banyak mengalami kegagalan mewujudkan resolusi tahun-tahun sebelumnya. Ada yaang resolusi tahun barunya berhenti merokok di tahun 2015, eh tapi kok sampai 2015 masih terus saja merokok. Ada yang resolusinya di tahun 2015 tidak akan marah-marah dan bicara kasar dalam rumah. Ternyata sepanjang 2015 dia sudah 3 kali masuk RS gegara darah tinggi. Semakin darting saja dalam menyikapi segala sesuatunya.

Nah, resolusi-resolusi semacam ini tentu hanya akan mendatangkan kekecewaan dan kegagalan. Makanya, buatlah resolusi yang tidak omong kosong untuk dilakukan.

Sesungguhnya tekad kitalah yang memungkinkan kita berhasil mewujudkan apapun yang kita niatkan untuk dicapai dan digapai di tahun yang baru.

RESOLUSI DAMAI

Bagi saya, ada resolusi besar di luar resolusi lainnya yang mestinya kita usahakan. Apa itu? Resolusi untuk berdamai dengan siapapun. Ada tiga yang tercakup. Berdamai dengan Tuhan, berdamai dengan diri sendiri, dan berdamai dengan orang lain. 

Ketiganya kait mengkait. Kita tidak mungkin berdamai dengan orang lain sebelum kita berdamai dengan diri sendiri. Kita tidak dapat berdamai dengan diri sendiri jikalau kita tidak sanggup berdamai dengan Tuhan.

Berdamai Dengan Tuhan

Ada seorang bernama Clive Staples Lewis, dikenal dengan sebutan C.S. Lewis. Ia lahir di Irlandia pada tahun 1898. Pada usia 10 tahun ibunya meninggal dunia. Lewis kecil ini terguncang amat hebat. Ia kehilangan seorang ibu yang dia anggap adalah segala-galanya. Anak ini lantas menganggap bahwa Tuhan itu sungguh kejam. Ia marah dan meninggalkan kepercayaan pada Tuhan. Tuhan itu tidak ada.

Lewis ini kemudian belajar sastra universitas Oxford dan menjadi doktor sastra terbaik. Ia juga menjadi guru sastra spesialis Abad Pertengahan di Oxford. Lambat laun ia menjadi pengajar paling tenar di universitas hebat itu. Orang-orang begitu suka dan tertarik ketika Lewis bicara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline