Lihat ke Halaman Asli

Michael Sendow

TERVERIFIKASI

Writter

Toar dan Lumimuut, Keturunan Pertama di Tanah Minahasa (III)

Diperbarui: 16 Oktober 2015   10:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Patung Toar - Lumimuut ada dimana-mana. Ini diambil di Taman Wisata "Toar Lumimuut" di kampung saya di Sonder, Minahasa"][/caption]Pengantar: Ini adalah tuturan sebuah legenda di tanah Minahasa, yaitu Toar dan Lumimuut, manusia-manusia pertama di tanah Minahasa. Legenda ini, coba saya tuliskan kembali menurut versi, imaginasi, dan gaya saya. Karena panjang, maka tulisan ini akan tersajikan bersambung. Selamat menikmati sajian dari tanah Minahasa ini. (Namanya legenda ya tetaplah legenda. Jangan ada yang lantas mengatakan bahwa kisah ini benar-benar terjadi. Namun legenda adalah warisan budaya yang mesti juga kita hormati.) BAGIAN I silakan BACA DI SINI dan BAGIAN II BACA DI SINI

***

Toar kemudian tumbuh menjadi anak laki-laki yang pintar dan perkasa (tuama). Ia hidup dan bergaul dengan banyak binatang liar di sekitar hutan Wulur Mahatus. Ia sangat terampil dalam berburu, dan bahkan oleh ibunya sendiri ia dijuluki ‘raja hutan’ oleh karena ia dapat menaklukkan dengan mudah hewan-hewan seperti anoa, babi rusa, ular, kera, dan hewan lainnya yang hidup berdampingan di pegunungan itu.

Karema juga menurunkan semua kepintaran dan pengetahuan yang dimilikinya kepada Toar cucunya itu. Ia mengajarkan tentang adat dan kepercayaan pada Sang Empung. Ia juga mengajarkan Toar tentang pengobatan tradisional memanfaatkan tumbuhan alam dan dari hasil-hasil laut. Karema juga membentuk karakter cucunya itu untuk menjadi seorang pemimpin ksatria yang tak mengenal takut.

Semakin hari Toar semakin bertambah dewasa, ia tumbuh menjadi lelaki kuat dan pintar serta tangguh. Dalam kesehariannya Toar selalu berbakti kepada ibunya, dan juga neneknya. Setiap pagi ia pergi masuk hutan untuk berburu. Ia juga pergi ke laut untuk mencari tangkapan ikan. Ia lalu secara perlahan mampu juga mendirikan rumah untuk ditinggali mereka bertiga, dengan menggunakan batang-batang pohon, bambu, dan daun kelapa, serta semua apapun yang dapat ditemuinya di hutan. Setelah rumah buatannya jadi, mereka bertiga pindah dan tidak lagi tinggal di dalam goa.

Dengan kehadiran Toar, kelangsungan hidup Lumimuut dan Karema menjadi lebih baik dan terjamin. Toar selalu ada saat dibutuhkan. Ia memang benar-benar telah menjadi lelaki dewasa yang dapat selalu diandalkan. Kebahagian Karema dan Lumimuut semakin bertambah-tambah. Di tengah-tengah kebahagiaan yang mewujud itu, mereka tak pernah lupa untuk senantiasa menaikkan ucapan syukur kepada Sang Empung atas semua berkat yang sudah mereka peroleh.

Toar semakin bertambah besar, keingintahuannya akan dunia luar pun semakin besar pula. Ia menjadi tidak tahan lagi jikalau hanya hidup terus menerus di sekitar pegunungan Wulur Mahatus saja. Ia merasa dirinya seperti terkukung dalam kerangkeng alami di hutan itu. Padahal hatinya ingin sekali untuk dapat mengunjungi tempat-tempat lain yang ada di tanah Minahasa yang begitu luas, belum lagi ke tempat-tempat lain di luar Minahasa.

Rupa-rupanya, dalam hal ini, Karema juga memiliki pemikiran yang sama dengan Toar. Lalu kata Karema kepada Toar dan juga Lumimuut, “Dunia ini semakin tua, umur kita juga tentu akan bertambah tua. Kini sudah saatnya kalian berdua keluar dari tempat ini. Kunjungi dan kelilingilah belahan dunia yang lain, dan temukanlah nilai-nilai kehidupan di sana untuk kalian bawa pulang.”

Di samping itu, Karema juga meminta mereka berdua untuk mencari pasangan hidup masing-masing. Karema kemudian mengatakan, “Tidak baik kalau seorang perempuan hidup seorang diri saja, begitu juga adalah tidak baik seorang laki-laki tanpa pasangan hidup. Berkelanalah kalian dan carilah pasangan hidup supaya kelak kalian beroleh keturunan.”

Toar dan Lumimuut menyambut gembira apa yang diutarakan Karema. Mereka lalu mempersiapkan diri, menyiapkan semua perbekalan untuk perjalanan panjang tersebut. Namun sebelum mereka meninggalkan penggunungan Wulur Mahatus, Karema memberikan mereka dua buah tongkat dari kayu sebagai tanda bagi mereka berdua.

Tongkat tersebut dibuat sama panjang, untuk Toar dibuat dari batang pohon Tuis, dan untuk Lumimuut terbuat dari batang pohon Tawaang. Karema lalu berpesan, “Kalian harus mengembara mengelilingi dunia, tidak hanya di Minahasa saja, melainkan juga pergilah sampai ke ujung bumi sejauh yang kalian mampu. Bawalah kedua tongkat ini, kalau sekiranya kalian bertemu dengan siapa saja yang membawa tongkat yang sama dan juga ukurannya sama, maka itu berarti kalian masih terikat keluarga, namun apabila tongkatnya tidak sama panjang maka kalian boleh membentuk rumah tangga dengan orang tersebut, oleh karena itu berarti kalian tidak ada hubungan keluarga dengan orang itu.” Karema lalu memberikan tongkat-tongkat tersebut kepada Toar dan Lumimuut. Ia memeluk mereka berdua dan mempersilakan mereka untuk pergi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline