Lihat ke Halaman Asli

Michael Sendow

TERVERIFIKASI

Writter

Toar dan Lumimuut, Keturunan Pertama di Tanah Minahasa (II)

Diperbarui: 15 Oktober 2015   17:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Toar Lumimuut di Manado dan Minahasa (Pic Source: www.blog.goindonesia.com)"][/caption]

Pengantar: Ini adalah tuturan sebuah legenda di tanah Minahasa, yaitu Toar dan Lumimuut, manusia-manusia pertama di tanah Minahasa. Legenda ini, coba saya tuliskan kembali menurut versi, imaginasi, dan gaya saya. Karena panjang, maka tulisan ini akan tersajikan bersambung. Selamat menikmati sajian dari tanah Minahasa ini. (Namanya legenda ya tetaplah legenda. Jangan ada yang lantas kemudian mengatakan bahwa kisah ini benar-benar terjadi. Namun legenda adalah warisan budaya yang mesti juga kita hormati.) Untuk membaca bagian I tulisan berseri ini dapat dilihat di sini: BACA DI SINI

***

Setelah hadirnya Lumimuut yang jauh lebih muda dari Karema, hati Karema pun bergembira dan wajahnya tak muram lagi. Ia sangat ceria dan merasakan kesenangan yang meluap. Tidak sendirian serta kesepian lagi. Ia berjanji pada Empung dan juga pada Lumimuut sendiri, bahwa ia akan menjadikan Lumimuut itu sebagai anaknya sendiri, akan merawat dan menjaganya sampai tua nanti.

Lumimuut adalah wanita ke-dua yang tercipta dari batu karang, tanpa ayah dan ibu kandung. Makanya Lumimuut juga dianggap seorang dewi yang dititipkan untuk bumi Minahasa.

Hari demi hari dilalui Karema dan Lumimuut selalu tanpa terpisahkan. Mereka selalu bersama-sama. Mereka berdua saling mengasihi satu sama lain. Mereka juga mengusahakan tanah tempat dimana mereka berdiam secara baik. Beragam jenis tanaman mereka tanam dan kelola dengan bijaksana. Ada beberapa tanaman yang di kemudian hari ternyata masih tetap menjadi kebanggaan para leluhur Minahasa, generasi-generasi setelah mereka. Ada pohon saguer (aren), pohon asa (jelaga), tumbuhan ‘daong nasi’, tumulawak, kencur, pohon katu, pohon ‘daong tikar’, dan pohon bulu ikang.

Karema dan Lumimuut terikat kasih persaudaraan ibu dan anak yang sangat kuat, mereka hidup saling menolong, mendukung, dan membagi kasih satu sama lain. Nilai-nilai mulia yang tertanam dalam diri Karema dan Lumimuut ini menjadi harta amat berharga bagi keturunan-keturunan mereka nanti. Karema dan Lumimuut menciptakan kesuburan luar biasa di tanah dimana mereka berpijak. Apapun yang mereka sentuh pastilah akan hidup dan berkembang secara baik.

Di belahan bumi yang lain juga rupa-rupanya telah terjadi penciptaan-penciptaan manusia lainnya. Mereka lalu kemudian bertambah-tambah banyak jumlahnya, lalu kemudian mereka kawin satu sama lain, dan melahirkan banyak keturunan.

Berita tentang kehidupan di luar tanah Minahasa itu akhirnya sampai juga ke pegunungan Wulur Mahatus dan diketahui oleh Karema serta Lumimuut.

Hal tersebut membuat Karema dan Lumimuut bertanya-tanya dan kembali terguncang hatinya. Mereka berpikir bahwa kalau sekiranya hanya mereka berdua yang hidup di tanah Minahasa, tidak mempunyai keturunan sama sekali, lalu apa yang akan terjadi bila mereka berdua sudah tiada nanti? Tentu bumi Minahasa akan kembali kosong dan hancur berantakan. Tidak ada generasi yang akan mewarisi mereka. Sementara di luar sana, penduduk bumi terus bertambah banyak keturunannya.

Di suatu pagi yang cerah, Karema terbangun lebih pagi dari biasanya, ia kemudian berdoa kepada Empung; Wailan Wangko; Opo Wananatas, meminta belas kasihan Tuhan agar supaya Lumimuut anaknya itu diberi karunia agar bisa hamil dan mempunyai banyak keturunan, bagaikan banyaknya pasir di laut. Supaya kelak Bumi Minahasa dipenuhi oleh keturunan Lumimuut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline