Lihat ke Halaman Asli

Michael Sendow

TERVERIFIKASI

Writter

Tiga Tahun Hampir Mati di Kompasiana

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13916756121957309787

Ini adalah tahun ke 3 saya terdaftar di Kompasiana. Meskipun sebetulnya saya sudah aktif membaca (tanpa pernah menulis di tahun 2010), tetapi baru pada tahun 2011 di bulan Februari, tepat tanggal 6 (jamnya saya lupa) saya baru mendaftarkan diri untuk supaya diperbolehkan menulis. Saya sebutnya, hari jadi di Kompasiana. Hari ulang tahun sebagai Kompasianer. Tepat hari ini tiga tahun yang lalu. Pertanyaannya: Apakah ini sebuah langkah yang tepat, atau sesungguhnya menulis di Kompasiana hanyalah memubazirkan waktu saya?

Sejak tanggal 6 February itulah saya kemudian mulai menulis dan terus menulis. Bagi saya, seperti pada tulisan-tulisan saya tentang menulis, maka menulis itu sesungguhnya (bagi seorang penulis sejati) adalah ibarat bernafas. Tidak menulis bagi seorang penulis, maka ia bagaikan berhenti bernafas. Mati. Sudah barang tentu hal ini akan menjadi teramat sangat menakutkan bagi seorang penulis sejati. Mati menulis. Sebab, tidak ada alasan bagi seorang penulis untuk sampai pada masa ‘kekeringan ide’. Kemarau boleh menyelimuti bumi, tapi kering kerontang ide tidaklah akan boleh menyeruak muncul dari seorang penulis. Sejatinya, setiap hari pasti ada saja ide yang dapat tersampaikan, yang tentunya memberi manfaat bagi pembaca yang senantiasa menantikan setiap tulisan-tulisan kita sebagai penulis.

Setahun kurang sebulan menulis di Kompasiana di tahun 2011 ternyata tanpa disadari saya mendapatkan ‘hadiah’ dari Admin Kompasiana hingga saya boleh menempatkan tulisan saya di Headline (HL) sebanyak 42 tulisan. Dan menurut tulisan Bung Valentino, berada di urutan 8 terbanyak HL selama setahun tersebut. Dapat dilihat di sini: http://sosok.kompasiana.com/2011/12/19/top-10-kompasianer-2011-berdasarkan-jumlah-headline-per-laporan-18-desember-2011-420032.html

Pic Source: Kompasiana.com Bagi saya, memang itu bukanlah sebuah pencapaian yang pantas dipestakan dengan memotong kambing 3 ekor. Artinya HL bukanlah tolak ukur kepiawaian kita dalam menulis, walau memang semua tulisan HL sudah atas seleksi ketat Admin. Namun kebiasaan dan keseringan kita menulislah yang akan membuat kita hidup dan bernafas dalam dunia kepenulisan, menjadikan kita besar dan berguna dalam dunia kepenulisan, dan sama sekali tidak bergantung pada seberapa banyak tulisan kita yang jadi HL. Sebagai sebuah kebanggaan pribadi ya oke-oke saja tentunya. Penyemangat dan motivasi pribadi.

Satu hal yang mesti kita ingat, menulis itu datang dari jiwa. Dan semangat menulis yang cepat pupus hanya akan menjadikan kita penulis-penulis biasa saja. Padahal, alangkah indahnya kalau kita bisa menjadi penulis luarbiasa. Yaitu, mereka yang semangat menulisnya tidak pernah pudar, dan selalu menulis yang bermanfaat bagi siapapun pembacanya. Entah apapun itu. Menjadi penulis hebat tidak harus terkenal dulu.

[caption id="attachment_310626" align="aligncenter" width="647" caption="Menulis itu memperkaya jiwa (Kompasiana.com)"]

13916759071710569532

[/caption] Tahun pertama di Kompasiana, saya mati-matian menulis. Dan rasa-rasanya memiliki semangat menulis yang luarbiasa. “Menulis sampai mati” istilah saya pada suatu kesempatan.

Setahun kemudian, karena sesuatu dan lain hal saya justru ‘hampir mati’ dari Kompasiana. Hampir 7 bulan saya ‘mandul’ dalam menulis. Ini juga karena kesibukan saya menuju berbagai tempat di luar kota, bahkan sampai ke pedalaman.

Tapi kemudian, di akhir tahun 2012, saya masih ingat sempat disentil oleh Mas Isjet (Admin Kompasiana) untuk kembali menulis. Dan ‘panggilan jiwa’ untuk menulis itu seakan kembali menyeruak muncul. Mulailah jemari tangan ini kembali berpacu dengan semangat yang tiada taranya.

Tulisan saya di Kompasiana pun sempat 4 atau 5 kali masuk Kompas cetak lewat media Freez. Ini tentu sesuatu yang membahagiakan, mengingat betapa sulitnya untuk bisa masuk Kompas cetak. Di saat Freez baru mengudara, tulisan pertama saya masuk Freez. Dan ternyata di kala Freez sudah akan ditiadakan lagi (menuju era Freez Digital Magazine), tulisan saya tentang Erica anak pintar di Amerika pun masih sempat termuat di Freez edisi paling akhir.

Menulis (di Kompasiana) itu ibarat membagikan berkat bagi sesama. Apapun yang sudah dituliskan, dan hendak dituliskan, sebetulnya akan memberikan dampak yang tidak pernah kita sangka sebelumnya. Banyak yang karena tulisan-tulisannya di Kompasiana, akhirnya sukses menerbitkan buku. Ada juga yang mendapat pekerjaan, memenangi lomba, dan masih banyak lagi. Saya pun berhasil mengumpulkan beberapa tulisan saya di Kompasiana, dan lahirlah Buku Bahasa Inggris Untuk Umum & Pelaut.

Karena mendapat kesempatan menulis di Kompasiana (thanks to Admins Kompasiana) beberapa tulisan saya mendapat tempat di beberapa majalah dan surat kabar luar negeri. Salah satunya di New York Amerika Serikat. Karena itulah juga, sebagai ‘pengisi waktu luang’ saya ditawari untuk menjadi redaktur di Majalah Infosulut, satu-satunya majalah bergengsi dan oke punya di Sulawesi Utara. Menulis ternyata membawa banyak berkah.

Ketika kita mendapatkan kesempatan, ruang, dan waktu menulis apapun di media bernama Kompasiana ini, maka manfaatkanlah itu dengan sebaik dan sebertanggungjawab mungkin. Kebesaran Kompasiana bisa jadi memang belum sebanding Kompas.com, ataupun Detik.com. Tapi, keunikan Kompasiana sepertinya belum ada di media manapun. Kompasiana itu saya istilahkan sebagai setengah Media Sosial dan setengah Media Jurnalisme Warga. Banyak hal dapat Anda peroleh di rumah bernama Kompasiana ini.

Sebagai penutup, saya pribadi sangat ingin mengucapkan “a million thanks” kepada Kompasiana.com dan para admin, serta semua kawan-kawan saya kompasianer lainnya. Jadikanlah wadah ini sebagai sarana komunikasi dan pewartaan yang mengagumkan. Teruslah menulis, dan tetaplah menulis. Saya ulangi, bagi penulis sejati menulis itu bagaikan bernafas. So, jangan pernah berhenti bernafas.

13916761411673065297

Jadi kembali ke pertanyaan di alinea pembuka, apakah menulis di Kompasiana adalah sebuah langkah yang tepat, atau sesungguhnya menulis di Kompasiana hanyalah memubazirkan waktu saya? Jawabannya tentu sudah terulas dengan gamblangnya. Menjadi kompasianer adalah pilihan tepat. Tinggal tergantung bagaimana kita memanfaatkannya sebaik mungkin.

Itulah 3 tahun perjalanan ‘hampir mati’ saya di Kompasiana dalam hal menulis. Doa saya pun berbunyi seperti ini, “Tuhan berikan saya kehidupan selama saya menulis, dan berikan saya tulisan selama saya hidup…..” ---Michael Sendow---




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline