[caption id="attachment_209520" align="alignnone" width="641" caption="Ilustrasi Hemat Listrik: Iklan PLN Trenggalek"][/caption] Bicara penghematan tentu bukan sesuatu yang tabu, tapi justru sesuatu yang mesti terus didengungkan, didiskusikan, dan diupayakan sebisa mungkin. Apalagi sampai saat ini perkembangan umat manusia semakin pesat. Sudah mencapai apa yang saya istilahkan sebagai ‘unpredictable exponential growth’. Sudah tembus pada titik 7 milliar penduduk! Dan saya terlalu yakin bahwa masih akan bertambah secara massive. Lantas apa dampaknya? Sudah jelas, bahwa akan semakin menipiskan ketersediaan sumber-sumber daya yang bumi kita miliki. Dengan limited resources yang kita miliki, serempak kita harus berjuang keras memenuhi kebutuhan penduduk bumi yang terus bertambah menuju sesuatu yang amat menakutkan: unlimited growth. Selama yang lahir masih lebih banyak dari yang meninggal, suatu saat nanti bumi kita pasti akan penuh. Itu adalah keniscayaan. Sumber daya pun akan semakin menipis dan akhirnya habis. Para ahli kependudukan memprediksi bahwa waktunya sudah tidak lama lagi. Air bersih akan berada pada titik tak mampu lagi menyuplai kebutuhan pemakai. Listrik akan berada pada titik yang sama pula. Sumber-sumber daya yang lain juga sudah barang tentu akan tiba pada titik yang sama. Tidak mampu memenuhi kebutuhan pemakai. Bagaimana dengan kita di Indonesia? Jelas, perhitungan yang sama juga akan kita rasakan. Jumlah penduduk di Indonesia hanya kalah oleh China, India, dan Amerika. Jakarta termasuk dalam list kota dengan gedung-gedung bertingkat terbanyak. Jakarta adalah salah satu kota dengan mall terbanyak di dunia. Oleh karenanya mesti ada tindakan-tindakan nyata untuk membantu generasi-generasi setelah kita, supaya mereka masih boleh menikmati hidup, bergerak, dan ada di bumi ini secara nyaman. Usaha-usaha nyata pemerintah dalam menghemat listrik misalnya, haruslah kita dukung dan sukseskan. Jangan hanya di bibir saja mengatakan mendukung, tapi tidak ada aksi nyata. Menteri BUMN Dahlan Iskan pernah mengatakan bahwa ia sedang berupaya untukmengumpulkan data penggunaan listrik di seluruh BUMN. Setelah terkumpul, data-data tersebut katanya akan ia kaji untuk mencari cara efisiensi pemakaian listrik. Upaya ini adalah sebagai pelaksanaan salah satu aturan pemerintah mengenai penghematan BBM. Bahkan penegasan yang sama datang dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik, ia mengatakan bahwa pemerintah akan mengatur penghematan listrik di kantor pemerintahan melalui Keputusan Menteri ESDM. Kedepannya akan ada inspektur yang mengecek gedung-gedung pemerintah. Bahwa nantinya juga akan ada sanksi yang diberikan terhadap kantor-kantor pemerintah yang tidak menaati kebijakan tersebut. Bahkan juga Presiden SBY sendiri dan pemerintah pusat sudah mengatakan secara gamblang bahwa pemakaian AC di kantor-kantor pemerintah tidak boleh di bawah 25 derajat sebagai upaya menghemat pemakaian listrik. Lalu apa cuma di kantor-kantor pemerintah? Bagaimana dengan rumah-rumah penduduk? Dalam hal ini masyarakat luas haruslah juga mendudukung program pemerintah, paling tidak matikan lampu dan barang-barang elektronik yang ladi tidak digunakan. Jangan terlalu sering menggunakan listrik untuk keperluan-keperluan yang kurang perlu. Dilema Penghematan Listrik Ternyata upaya penghematan listrik juga tidak semudah yang kita dengar sana-sini. Seperti dua buah sisi mata uang, maka akan selalu saja ada pro dan kontra. Ada baik dan buruk. Ada enak dan tidak enaknya. Istilahnya, mau menghemat ibu mati, tidak menghemat bapak yang mati. Jadi mau pilih yang mana? Nur Pamudji, Direktur Utama PT PLN dalam sebuah wawancara pernah pula mengatakan bahwa soal penghematan, kita harus jelas mendudukkan permasalahannya. Memang pemerintah mendorong penghematan, tetapi katanya jangan lupa bahwa PLN sendiri adalah sebuah korporasi. Artinya beliau mau bilang hemat sih hemat tapi kita ini kan jualan listrik! Bukan untuk mencari untung tetapi sebagai ‘alat negara’ untuk sebisa mungkin menyediakan listrik bagi masyarakat yang butuh dan memerlukan. Kan akan jadi lucu ketika masyarakat butuh listrik tapi listriknya tidak tersedia. Itulah sisi bisnisnya PLN. Ada paradoks yang lebih nyelekit lagi. Di satu sisi PLN mengupayakan dan selalu berusaha agar supaya terjadi penurunan subsidi. Karena pemakai listrik yang golongannya tinggi mendapatkan subsidi lebih rendah. PLN jelas-jelas mendorong orang yang ingin menyambung listrik ke rumah atau gedung dengan kapasitas sebesar mungkin, agar mereka membayar besar ke PLN dan subsidi dengan sendirinya jadi turun. Tapi di sisi yang lain pemerintah terus berkampanye dan berteriak-teriak supaya terjadi penghematan energi. Supaya listrik terus dihemat sebisa mungkin. Tantangan yang tidak mudah tentu untuk mencari solusi terbaik. Sekarang mari kita berbicara data. Pada tahun 2011 konsumsi energi naik sebesar 7 persen. Sedangkan pertumbuhan listrik pada kwartal pertama 2012 adalah 10,9 persen, atau katakanlah 11 persen. Apa artinya ini? Tentu saja dari kaca mata PLN mereka akan melihat ini sebagai pasar potensial mereka. Sebagai penyedia listrik, maka kebutuhan listrik yang tinggi itu harus dipenuhi dan disediakan. Bahkan lagi, ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kalau konsumsi listrik tinggi itu berarti ekonomi sedang tumbuh. Ini memang harus ada penelitian lebih lanjut, ekonominya sedang tumbuh atau kitanya yang memang terlalu konsumtif he he he? Banyak mall yang terang benderang dengan lampu-lampu hias yang sesungguhnya tidak terlalu perlu. Banyak rumah-rumah penduduk dengan lampu taman mewah-mewah, lampu pagar yang terang benderang padahal hanya supaya kelihatan lebih mentereng dan indah. Menghemat listrik untuk sementara dapat dikatakan belum maksimal dan baru sebatas slogan dan ‘kampanye’ semata. Nah lho, kalau sudah begitu bagaimana ya kira-kira?
Michael Sendow
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H