Lihat ke Halaman Asli

Michael Sendow

TERVERIFIKASI

Writter

Gaya Hidup, Kelas Sosial, dan Personalitas Masyarakat Pemilih Indonesia

Diperbarui: 20 Juni 2016   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1344779337985308196

[caption id="attachment_199787" align="aligncenter" width="640" caption="Sumber karikatur: mindmata.wordpress.com"][/caption] Beberapa waktu yang lalu saya menulis tentang strategi ayat-ayat pemasaran yang dipakai politisi Indonesia pada pemilukada DKI, dapat dilihat di sini: Ayat-ayat Marketing Dalam Politik. Sekarang saya ingin membahasanya dari satu pokok utama yang terambil dari ‘ayat-ayat marketing’ tersebut, yaitu segmentasi pasar. Seperti sudah banyak kita ketahui bahwa dalam ilmu pemasaran ada variabel geografis dan demografi yang secara tradisional dinyatakan telah menjadi variabel utama dalam proses penentuan segmentasi pasar. Tapi, ternyata kita juga tidak serta merta mengamini hanya itu saja yang berpengaruh. Ada satu faktor lagi yang mesti dipertimbangkan ketika kita bicara tentang segmentasi pasar. Apa itu? Anda betul sekali. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah psikografis(kelas sosial, personalitas, dan gaya hidup ) yang dapat membedakan setiap orang pada kelompok geografis atau demografis . Dalam segmentasi psikografi, pasar dibagi dalam sejumlah kelas sosial, karakteristik personal, serta gaya hidup masing-masing. Pengaruh Kelas Sosial Dalam Politik Mereka yang bergerak di dunia pemasaran sering sekali memetakan target mereka berdasarkan karakteristik yang berbeda dan keinginan orang-orang dalam kelas yang berbeda. Dalam rangka apa? Tentu saja untuk lebih fokus menangani calon customer. Ambil contoh, pembagian kelas sosial untuk keakuratan segmentasi pasar umpamanya untuk produk minuman, makanan, layanan keuangan, mobil, pakaian, barang elektronik, dan lain sebagainya. 

Kelas sosial dapat dijadikan patokan seperti apa nantinya produk akan mereka tawarkan. Supermarket dan mall-mall besar misalnya menampilkan kemewahan untuk melayani orang-orang kelas atas. Pada saat bersamaan ada mall-mall kelas menengah yang justru memampang diskon besar-besaran, dengan tampilan barang-barang murah demi melayani (menarik dan merangkul) pasar keluarga menengah dan kelas sosial yang dibawahnya . Pemasar menggunakan kelas sosial untuk membagi pasar mereka dalam membangun produk, mendesain reklame, menghias tempat, mengembangkan aksesoris-aksesoris lain dalam strategi pemasaran mereka sehingga terlihat menarik bagi kelas sosial yang mereka sasar. Misalnya Perusahaan General Wine & Spirits menggunakan slogan “Apa yang diberikan orang kaya untuk kemakmurannya…” dalam rangka mempromosikan Whiskey Royal Salute Scotch, dan sudah pasti untuk menarik para orang kaya dengan status kelas sosial tingkat atas. Lantas bagaimana cara seperti ini bermain dalam konteks politik? Sami mawon. Anda bisa lihat para politisi yang mengerti strategi pemasaran baik yang menguasainya secara langsung maupun yang hanya dengan mengandalkan intuisi, selalu saja menerapkan strategi yang sama dengan para pemasar tadi. Tepat tidaknya strategi tersebut dalam meraih suara adalah cerita lain. Anda bisa melihatnya secara nyata, ada yang begitu kuat kepercayaannya bahwa merangkul pemilik suara dari golongan kelas sosial atas akan sangat berpengaruh bagi dirinya---misalnya dalam konteks pemilu maupun pemilukada. Tapi ada yang sebaliknya, kelas bawahlah yang ia dekati dan rangkul. Baginya kelas sosial yang menentukan untuk disentuh dan cukup memengaruhi adalah kelas yang selama ini termarginalkan tersebut. Derajat kelas mereka perlu diangkat. Kelas sosial setiap calon pemimpin juga sudah cukup untuk menggambarkan seperi apa dianya nanti ketika terpilih sebagai pemimpin. Semakin tinggi kelas sosial yang ia miliki akan semakin mungkin ia menjadi arogan dan memandang sebelah mata orang-orang kelas bawah. Semakin merasalah ia sebagai ‘raja’ yang mesti dihormati dan disanjung-sanjung.

 Pengaruh Personalitas Ketika para pemasar mencoba segmen pasar berdasarkan variabel personalitas, terlihat jelas bahwa mereka sementara mencoba untuk menawarkan sebuah brand yang menggambarkan (personalitas brand) suatu kekhususan, yang juga pada gilirannya akan terlihat khusus bagi konsumen . Hal ini bisa dikondisikan seperti misalnya pada ‘brand’yang meliputi hal-hal khusus seperti apakah ia itu kompulsif, kompetitif, terbuka, sederhana, tertutup, ramah, otoriter, ambisius, arogan dan agresif, serta lainnya, apapun itu yang dapat dilekatkan dan mudah diingat orang. Umpamanya sebuah bank yang mempromosikan dirinya sebagai “bersahabat” dan lalu memerintahkan petugas pelayanan konsumen untuk supaya memanggil setiap konsumen dengan nama lengkap mereka, adalah merupakan cara sederhana yang diupayakan untuk menghargai dan bersahabat dengan setiap orang. Ada juga bebarapa pemasar produk tertentu yang memasarkan produk mereka pada pasar sasaran yang memiliki kepribadian agresif (disesuaikan dengan jenis produk yang hendak ditawarkan). Semuanya tergantung kejelian masing-masing pemasar. Nah, beberapa studi telah menyarankan adanya hubungan antara karakteristik kepribadian beberapa perilaku pembeli terhadap sikap pemasaran. Itulah sebabnya para pemasar mencoba untuk membagi pasar berdasarkan kepribadian, mereka percaya bahwa kepribadian memengaruhi produk dan merek yang akan dibeli konsumen. Bagaimana dalam kompetisi politik, katakanlah pemilukada? Sami mawon. Kepribadian atau personalitas para pemilih mesti dipertimbangkan dengan bijak. Ada berapa banyak pemilih yang hidupnya sederhana dan mereka memiliki sikap ramah, tidak suka ribut, serta tidak mau yang neko-neko? Para pemain politik mesti menyikapinya dengan bijak pula. Apabila sikap calon pemimpin tersebut tidak menggambarkan sikap dan kepribadian para pemilih, mana rela para pemilih tersebut memberikan suara kepada orang yang justru bertolakbelakang dengan sifat-sifat alamiah yang ada dalam diri mereka itu? Sederhananya, personalitas calon pemimpin itu juga bakalan mendapat perhatian khusus oleh yang akan memilih. Bukankah para pemilih tidak mau menjatuhkan pilihan pada orang yang keliru? 

Kenapa Gaya Hidup Juga Memengaruhi? Segmentasi berdasarkan gaya hidup adalah salah satu metode terbaru dalam mengenali aspek dalam kehidupan orang-orang dalam melakukan pembelian. Ada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa gaya hidup seseorang memengaruhi apa yang akan ia pilih, beli, dan konsumsi. Studi pemasaran juga membuat kesimpulan berdasarkan analisa tanggapan jawaban para responder yang telah disurvey. Hasilnya? Para pemasar ternyata dapat menentukan jika ada perbedaan antar kelompok konsumen. Jika pengelompokan tersebut sudah tersusun dan terbukti memang ada, maka pemasar memiliki profil gaya hidup dari konsumen untuk setiap kelompok. Lalu kita bertanya pentingkah pengelompokkan tersebut? Oh, tentu saja kawan! Para pemasar akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang gaya hidup, bagaimana trackpembelian suatu produk dalam gaya hidup mereka, produk lain apa yang mungkin juga mereka beli, sampai kepada dan jenis tema iklan apa yang sekiranya akan menarik dan tepat bagi mereka. Stuarts Department Stores memilih orang-orang dengan pendapatan di bawah sebagai sasaran mereka, dan juga memasukkan kebiasaan belanja mereka. Setelah dipelajari, toko tersebut mengetahui dan berkesimpulan bahwa misalnya orang-orang ini tidak akan membeli hadiah sesuai dengan musim sampai musim itu selesai.

“Tunjukkan pada pemilih seperti apa gaya Anda yang sebenarnya. Apakah Anda memiliki karakteristik yang mereka idamkan, atau malah sebaliknya?”

Bagi politisi? Sami mawon. Anda tidak mampu memetakan serta mengelompokkan seperti apa sesungguhnya gaya hidup setiap kelompok pemilih, bisa saja Anda justru terjebak di dalamnya. Misalnya materi kampanye, isi pidato, kesesuaian materi dengan gaya hidup para pemilih. Seperti yang sudah pernah saya tulis, bagi mereka yang hidupnya pas-pasan, sepedapun tidak punya, maka penyampaian program pembangunan jalan tol semegah apapun tidak akan memengaruhi mereka. Tidak ada imbas secara langsung bagi mereka. Apa yang membuat orang-orang ini pantas untuk tertarik dan bertepuk tangan jika mendengar sesuatu yang tidak sesuai gaya hidup mereka?

Dan juga, adalah benar bahwa betapa gaya hidup sederhana calon pemimpin yang hendak dipilih secara langsung dapat memengaruhi persepsi para pemilih, “Oh ini dia pemimpin yang merepresentasikan sikap dan gaya kita…..dia persis seperti apa adanya kita…” Jadi jangan bilang gaya hidup itu tidak penting dalam memengaruhi calon pemilih. Sangat penting. Hal-hal kecil seperti ini kalau dioptimalkan dan mendapat perhatian lebih, akan jauh lebih berpengaruh daripada sekedar koalisi partai pendukung.

Demikianlah my another two cents….

“People will see and respect your style when it is representing them at all…” --- Michael Sendow.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline