Lihat ke Halaman Asli

Michael Sendow

TERVERIFIKASI

Writter

Seimbangkah Kualitas Penulis Wanita di Kompasiana?

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_111868" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Maksud pada pertanyaan itu adalah, betulkah bahwa penulis pria lebih berkualitas dibanding penulis wanita?

[caption id="attachment_110230" align="alignright" width="300" caption="Courtesy of Womenjournalists site (Joseph Ammu)."][/caption]

Saya menulis ini karena ada kekagetan dan keterusikan yang mengganjal setelah baru-baru ini mendengar pernyataan kawan saya tentang keengganannya membaca tulisan yang dihasilkan oleh penulis wanita. “Ogah saya baca tulisan mereka (penulis perempuan-red) karena nggak ada kualitasnya, paling curhat, tulisan cengeng dan nggak jelas”. “Semua penulis wanita itu sami mawon (sama saja-red)” Jadi katanya lebih lanjut, jangankan bertaring, memiliki gigi pun tidak. Tulisannya ompong semua. Itu menurut kaca mata dia. Jangan cepat terpikat dengan penglihatan yang keliru dong! Dalam bahasa Jawa, ada istilah: aja gumunan. Jangan cepat-cepat takjub, heran, lalu terpikat.

Bagi saya, itu pendapatnya, wajar orang untuk berpendapat. Beda pendapat itu lumrah. Tapi yang saya sesalkan adalah tindakannya menyamaratakan (generalisasi) berdasar beberapa fakta terpilih (yang dipilih oleh dia sendiri). Lalu saya jadi berpikir untuk coba melihat dari kaca mata saya, sama tidak dengan kaca mata yang ia pakai. Bebas melontarkan pendapat juga harus membebaskan orang lain melempar tanggapan. Saya yakin ia keliru, karena saya sudah banyak membaca tulisan-tulisan wanita di sini yang berkualitas. Tapi tak apalah untuk lebih meluangkan waktu untuk itu.

Maka mulailah saya menggerakkan kursor memilih dan melahap banyak tulisan hasil karya para perempuan di Kompasiana ini. Walau seperti biasanya saya tidak membeda-bedakan dalam membaca antara tulisan buah karya seorang pria atau wanita, kali ini, pagi ini saya fokus hanya membaca tulisan-tulisan para penulis wanita. Barusan ini saja di halaman depan ada 14 tulisan oleh penulis wanita, dari empat HL, dua oleh penulis wanita. Dua penulis wanita juga bertengger di kolom “terekomendasi”. Itu berarti pemerataan antara pria dan wanita dalam kolom-kolom khusus dan HL semakin merata.

Kalau dari segi kuantitas (jumlah) mungkin sudah berimbang. Lihat saja deretan tulisan yang begitu cepat turun dari atas ke bawah pastilah diisi secara merata antara pria dan wanita. Di halaman depan saja ada sekitar…penulis wanita barusan menulis. Tapi jumlah perbandingan kuantitasnya ini tentu hanya Admin yang tahu pasti tepatnya. Bagaimana dari segi kualitas?

Memang betul di sana ada tulisan tentang hati yang luka, ada curhat tentang kekasih yang gimana gitu, ada pula tulisan tentang kisah lilin-lilin kecil. Ada yang merindukan rindu yang merindu. Terasa feminin banget. Lalu kalau begitu apakah benar anggapan kawan saya tadi? Tunggu dulu! Jangan lupa di rumah sehat ini penghuninya tidak hanya satu dua orang tadi. Bukankah di sini juga ada banyak penulis wanita berkarakter “keras”? Ada tulisan kritikan tajam dan keras terhadap pemerintah, bahkan kalau saya nilai lebih keras dari tulisan pria yang pernah saya baca, yang isinya hampir sama. Ada tulisan tentang balapan, bahkan saking tergila-gilanya sekitar 80% tulisannya adalah mengenai balap dan pembalap. Ada yang menulis tentang management dan managerial yang luar biasa bagus. Ada yang menulis dengan punctuation super tajam tentang rumah sehat dan para penghuninya. Saya baru baca kemarin, malah sempat berkomentar pula diantara puluhan pria macho yang berkerumun di situ.

Jadi? Yah, jadi saya cuma mau bilang ke teman saya, “Kawan, Anda salah menilai. Kaca matanya mungkin sudah perlu di reparasi alias rusak berat tuh!”

Ini penjelasan saya. Kesalahan terbesar Anda adalah ketika Anda memakai “fakta terpilih” (sesuatu yang dipilih-pilih sesuai selera sendiri) sebagai senjata utama untuk mendukung pernyataan Anda. Satu dua orang penulis yang ditemui sebagai penulis lemah, cengeng, ngawur dan tidak berkualitas lalu kemudian digeneralisir sebagai begitulah semua penulis wanita itu. Contoh gampangnya, satu kali Anda tertipu oleh seorang tukang ojek lalu Anda anggap semua tukang ojek adalah penipu. Mengeneralisasi semua penulis wanita itu tidak berkualitas berdasar beberapa “fakta terpilih” adalah sama bodohnya dengan mengeneralisasi bahwa semua pria berjenggot itu teroris. Karena kita melihat BinLaden dan beberapa anak buahnya berjenggot lebat, lalu “fakta terpilih” tersebut kita generalisasikan ke semua pria berjenggot. Salah besar. Bahkan dalam dunia ilmiah penggunaan “fakta terpilih” dan tindakan generalisasi (pukul rata) adalah sesat dan sangat tidak dibolehkan.

Kemudian saya sempatkan diri menengok tulisan-tulisan kawan saya tadi. Apa yang terjadi? Ooh ternyata dari begitu banyaknya tulisan beliau, toh saya temui juga satu dua tulisannya yang berbau feminitas. Jadi pria yang semaskulin apapun pasti ada unsur feminitas dalam dirinya, demikian juga wanita pastilah ada unsur maskulinitas dalam dirinya. Makanya, banyak pria yang menulis puisi dan tidak sedikit wanita yang menulis tentang olah raga balap, tinju, sepakbola. Bahkan ada yang petinju beneran lho. Suka bertinju.

Sifat lelaki rasional, aktif, agresif, dan kasar. Perempuan sebaliknya. Bersifat emosional, pasif, submisif, dan lembut. Benarkah? Dengan pernyataan itu kita telah membuat stereotip, yaitu memberi atribut tertentu kepada kelompok tertentu secara menyeluruh. Tindakan “generalization” yang berbahaya.

Benarkah semua pria garesif dan kasar sedangkan semua wanita submisif dan lembut? Tidak, sebab ada suami yang justru lebih submisif dan lembut daripada istri. Ada istri yang lebih tabah dan berani dibanding suaminya. Tidak benar bahwa laki-laki pasti lebih cakap memimpin dan perempuan lebih suka bergantung. Oleh sebab itu kita harus hati-hati dalam menggolongkan sifat atau tabiat maskulin dan feminin.

Maskulinitas biasanya identik dengan sikap kekar, tegar dan hati yang tidak mudah meleleh oleh perasaan kasihan. Tapi sesungguhnya dalam diri si maskulin pasti ada sifat-sifat feminitas demikian sebaliknya, dalam diri si feminin pasti ada sifat-sifat maskulinitas.

Kembali ke masalah penulis wanita. Kita menemukan contoh fakta yang mengagumkan bahwa seorang penulis bisa dianggap lebih hebat daripada seorang ratu. Di Inggris pernah diadakan sebuah survey (tahun lalu) tentang 100 wanita paling berpengaruh di Inggris. Hasilnya disiarkan BBC London. Menempati ranking nomor 1 adalah seorang penulis novel fenomenal yang telah menulis novel Harry Potter. Dialah JK Rowling. Menurut survey tersebut ratu Inggris bahkan hanya berada di urutan nomor 3. Masih banyak contoh penulis-penulis wanita berbakat lainnya. Banyak juga jurnalis wanita yang hebat-hebat. Shobha De, seorang jurnalis wanita dari India pernah mengatakan“women journalists are good listeners. Women are seen as reservoirs of empathy. This makes men especially less guarded and more open”

Bagi saya, tidak akan pernah ada setitik pun pikiran untuk meremehkan penulis wanita. Kalau kita meremehkan penulis wanita, berarti kita sudah melakukan tindakan rasis secara gender. Dengan kata lain kita memakai dan memaknai wanita secara keseluruhan sebagai simbol “yang lemah”, atau “yang tidak berkualitas”. Saya hanya sempat mengatakan pada teman saya, kalau Anda meremehkan wanita, berarti secara tidak langsung Anda juga meremehkan orang yang sudah melahirkan Anda, dan yang akan melahirkan anak Anda nantinya (kebetulan ia belum menikah).

Penulis-penulis wanita dalam daftar teman saya di Kompasiana banyak. Saya sering membaca dan sering menemui “fakta” menurut kaca mata saya bahwa mereka hebat-hebat dan kualitas mereka tidak perlu diragukan. Anda kurang yakin? Silahkan jelajahi lapak mereka satu per satu.

Note: Lalu apa salahnya dengan tulisan curhat, puisi, yang ringan-ringan? Tidak ada salahnya bukan? Justru itu akan menambah khasanah sebuah rumah menjadi lebih berwarna-warni.

Salam Kewanitaan! Eeh, maksudnya salam penghargaan.

Michael Sendow

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline