Hampir di setiap negara, hutan selalu menjadi topik pembicaraan hangat. Kerusakan hutan juga selalu menjadi pembicaraan yang tidak pernah tuntas dibahas. Permasalahan kerusakan hutan kini sudah menjadi isu sangat ‘hot’ dan kritis. Tumbuhan, binatang, bahkan banyak manusia serta berbagai kebudayaan lokal yang begitu menggantungkan hidupnya dari hutan. Hutan adalah nafas hidup bumi. Hutan adalah paru-paru bumi. Bila hutan mati, maka bumi pasti mati, termasuk kita yang mendiami bumi.
Di Indonesia, kerusakan hutan sudah amat mengkhawatirkan. Menurut sumber independen, maka Indonesia setidaknya telah kehilangan, dan mengalami kerusakan kira-kira 3.5 juta hektar hutan di setiap tahunnya. Di antaranya disebabkan oleh karena penebangan yang tidak bertanggungjawab. Ini termasuk juga kegiatan mengkonversi hutan menjadi lahan perkebunan untuk kelapa sawit dan industri pulp serta kertas. Belum lagi yang disebabkan oleh pembalakan liar skala besar (diperkirakan telah merugikan Indonesia sekitar US$4 milyar setiap tahunnya, data Kementerian Lingkungan Hidup). Hal lain yang turut bertanggungjawab adalah kebakaran hutan, baik yang tidak disengaja maupun yang disengaja. Kasus terakhir adalah di Riau. Padahal seperti kita sudah yakini bersama, bahwa hutan purba dan hutan modern itu adalah rumah bagi masa depan jutaan binatang, serta jutaan ‘orang rimba’ yang untuk bertahan hidup masih sangat bergantung dari hutan, baik secara fisik maupun spiritual mereka.
Di Brazil umpamanya, sudah lebih dari 87 kebudayaan manusia telah perlahan namun pasti hilang dari peredaran. Kemudian, diperkirakan bahwa pada 10 hingga 20 tahun kedepan dunia nampaknya akan juga kehilangan ribuan spesies tanaman dan binatang. Nah, bila hal itu sampai terjadi, tidak akan ada lagi kesempatan terakhir untuk menyelamatkan hutan-hutan ini dan orang-orang serta spesies yang tergantung padanya. Kesempatan itu harus dilakukan sekarang, oleh kita semua. Kalau kesempatan menyelamatkan hutan tidak kita ambil dan lakukan saat ini, generasi-generasi sesudah kitalah yang akan merasakan akibatnya.
Keberadaan Hutan di Indonesia Masa Kini
Laju kerusakan hutan di Indonesia saat ini terbilang sangat tinggi dibanding negara-negara lain. Laju deforestasi hutan Indonesia sudah mencapai 610.375,92 Ha per tahun dan tercatat sebagai tiga terbesar di dunia (data WWF Indonesia). Dalam sebuah catatan memiriskan lainnya, maka Guinness Book of World Record bahkan pernah menempatkan Indonesia sebagai perusak hutan tercepat di dunia, yaitu lima lapangan sepakbola per menit.
Kawasan hutan yang terdegradasi di Indonesia sendiri memang sudah mencapai jutaan hektar. Penyebabnya tentu banyak sekali. Di antara beberapa penyebab utama, maka kita dapat mencatat hal-hal berikut. Karena adanya penebangan secara illegal dan liar pun juga yang resmi dan terang-terangan, walau dengan alasan demi memenuhi semua kebutuhan manusia, termasuk kebutuhan akan kayu, dan kebutuhan kelapa sawit. Adanya pembakaran hutan. Lantas juga dengan tidak adanya usaha serius (kurang serius) melakukan penanaman kembali hutan yang gundul atau yang habis ditebang.
Pada 1970-an ketika Dennis L. Meadows dan Donella H. Meadows mengeluarkan The Limits to Growth, mereka mengatakan bahwa pastinya ada limit di dalam growth. Pertumbuhan juga pasti harus ada batasnya. Itulah juga landasan lahirnya gerakan yang dikenal sebagai Degrowth. Gerakan ini tidak bermaksud untuk menghentikan pertumbuhan secara sporadis, bombastis, dan spektakuler. Tidak sama sekali. Tapi bagaimana membuat sebuah pertumbuhan yang lebih bersahabat. Pertumbuhan yang bersahabat dan bersahaja, environmental friendlytapi juga yang berkelanjutan (sustainable). Itu jugalah cikal bakal lahirnya ‘Green Economy’ di kemudian hari.
Menurut Presiden SBY, dalam sebuah seminar bertajuk Hutan Indonesia: alternatif masa depan untuk memenuhi kebutuhan pangan, kayu, energi dan REDD+ yang diselenggarakan oleh Center for International Forestry Research (CIFOR) tahun 2011 yang lalu, bahwa secara global, deforestasi menyumbangkan sampai 20 persen dari emisi gas rumah kaca. Namun, di Indonesia, katanya proporsi tersebut justru sudah mencapai hampir 85 persen. Inilah juga salah satu penyebab Indonesia kembali mendapat ‘rapor merah’, yaitu sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca tertinggi di dunia.
Dan juga, kalau seandainya memang benar bahwa ada lebih dari 73% penebangan hutan di Indonesia adalah secara illegal, maka sudah tiba saatnya pemerintah mesti mengambil sikap dan langkah tegas. Jangan pernah berkompromi dengan kejahatan tersebut. Apalagi membuka diri untukmenerima hasil darinya (kejahatan kehutanan).
Apa yang Harus Dilakukan Presiden Indonesia Terpilih?
Tidak lama lagi, kita bangsa Indonesia akan mendapatkan seorang Presiden yang baru. Siapapun yang terpilih nantinya, sudah menjadi sebuah kemestian baginya untuk memperhatikan hutan-hutan kita. Harus ada upaya dan tindakan, serta kebijakan strategis dalam upaya menyelamatkan hutan Indonesia.