Lihat ke Halaman Asli

Anna Maria

Freelancer | Teacher | Heritage Lover | Kebaya Indonesia

Pemuda, Bangunlah Kampungmu!

Diperbarui: 9 Juni 2017   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ini judulnya terkesan nyuruh atau perintah, atau saran ya? >.< Tergantung dari sisi mana kamu membaca :D Pemuda itu termasuk pemudi ya, jadi tentunya bukan hanya untuk kalangan laki-laki saja, perempuan juga.

Saya bahas ini setelah membaca setengah halaman dari buku Merayakan Guru Bangsa, dari Kemendikbud. Tentunya, sambil berharap ada tindakan perubahan dalam cara mengajar dan membuat kurikulum.

Juga, saya teringat akan teman-teman saya yang perantauan setelah sekolah eh pada maunya balik lagi ke kota? Trus saya tanya, "kenapa, gak kerja di desa?" Beragam jawaban tapi serupa, " sedikit peluang..", "gak hasilin duit..", dan lain sejenisnya.

Di dalam buku saya baca, serupa dengan pemikiran (abstrak) saya sebelumnya, mempertanyakan mengapa pelajar itu orientasinya ke kota, meninggalkan desanya?

Faktornya banyak hal, tapi yang terutama adalah pola pendidikan yang mengarahkan kehidupan ke kota, modernitas, dan sebagainya itu lebih baik. Semakin tinggi jenjang pendidikan malah dirasa semakin ingin pelajar itu pergi mencari kehidupan lebih baik ke kota. Lalu, adakah yang kembali ke kampung untuk melestarikan/ membangunnya?

Nah, setiap ada lulusan baru, bersiaplah kota menimbun banyak pekerja-pekerja baru, bahkan pengangguran. Bukan hanya soal kota, tetapi pedesaan dipaksakan untuk menjadi sebuah kota yang dikatakan itu "modern", atau desa berpotensi untuk dieksploitasi besar-besaran dan menghancurkan kekayaan alam juga tradisi budaya yang ada. Salah satu contohnya adalah dengan tanah asal mama Aleta Baun di Molo, Nusa Tenggara Timur, ia menentang eksploitasi alam yang dilakukan perusahaan-perusahaan besar karena merusak kekayaan turun menurun, bukan hanya lingkungan tapi juga tradisi budaya.

Apa yang seharusnya dilakukan?

Kenalilah potensi kampung kita. Mau itu setandus apapun tanah kelahiran, kiranya pendidikan dan asuhan orangtua mengajarkan bahwa ada potensi yang menjadi tradisi, dan itulah kekayaan unik dari tempat asal.

Pasti ada, dari pertanian, dari hasil perikanan, atau kadang hal yang tidak terduga dapat kita dapatkan yang itu bisa membangun desa juga. Salah satu contoh dari tanah kelahiran Mama Aleta Baun adalah  bahwa alam tempatnya memberikan kehidupan, dari makanan, hingga pekerjaan untuk menghasilkan kain tenunan yang indah.

Tidak ada salahnya memanggil orang-orang ahli untuk menggali apa yang perlu dilakukan bagi kemajuan desa. Atau, jangan-jangan kitalah sang ahli tersebut, dan bentuklah kerjasama tim sesuai dengan talenta masing-masing. Lho, itu kan fungsinya kita bersekolah atau mengenyam pendidikan?

Menurut feeling so sotoy saya, ke depan Indonesia tidak akan lagi kebanjiran pengangguran, atau pun sulit mencari lahan pekerjaan. Semua sama rata untuk membangun daerah masing-masing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline