Laut Cina Selatan merupakan salah satu wilayah yang paling strategis dan kontroversial dalam geopolitik dunia. Wilayah ini memiliki luas sekitar 3,5 juta kilometer persegi dan berbatasan langsung dengan beberapa negara, termasuk Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Sengketa di kawasan ini tidak hanya melibatkan perselisihan klaim teritorial, tetapi juga kepentingan strategis yang mencakup akses terhadap sumber daya alam, jalur perdagangan internasional, dan kendali militer.
Inti dari konflik ini bermula dari klaim historis Tiongkok atas sebagian besar wilayah Laut Cina Selatan, yang dituangkan dalam peta "sembilan garis putus-putus." Klaim ini dianggap mencakup sekitar 90% wilayah Laut Cina Selatan, termasuk berbagai kepulauan seperti Kepulauan Paracel, Spratly, dan Scarborough Shoal.
Dalam konteks geopolitik, Laut Cina Selatan juga menjadi arena persaingan kekuasaan antara Tiongkok dan negara-negara besar lainnya, seperti Amerika Serikat. Tiongkok, yang melihat kawasan ini sebagai bagian integral dari wilayahnya, terus memperkuat kehadirannya dengan membangun pulau-pulau buatan yang dilengkapi fasilitas militer. Aktivitas ini dianggap sebagai ancaman oleh negara-negara tetangga dan memicu respons dari kekuatan eksternal seperti Amerika Serikat, yang melakukan operasi kebebasan navigasi untuk menegaskan pentingnya hukum internasional. Selain kepentingan ekonomi dan geopolitik, dimensi sejarah dan budaya turut memperumit konflik ini.
Keseluruhan konflik ini menunjukkan kompleksitas interaksi antara kepentingan ekonomi, strategi geopolitik, dan legitimasi hukum. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dan kepentingan yang saling bertentangan, penyelesaian sengketa Laut Cina Selatan menjadi tantangan besar yang membutuhkan pendekatan diplomasi multilateral, komitmen terhadap hukum internasional, dan penguatan kerja sama regional. Namun, hingga kini, konflik ini tetap menjadi salah satu tantangan terbesar bagi stabilitas di kawasan Asia-Pasifik.
Konflik Laut Cina Selatan adalah cerminan dari kompleksitas geopolitik modern yang melibatkan berbagai dimensi—mulai dari ekonomi, politik, keamanan, hingga lingkungan. Wilayah ini bukan hanya sekadar area yang diperebutkan, tetapi juga simbol dari persaingan kekuatan antara negara-negara pengklaim, serta aktor global yang berusaha mempertahankan kepentingannya. Potensi besar yang dimiliki Laut Cina Selatan, baik sebagai jalur perdagangan utama maupun sumber daya alam yang melimpah, menjadikannya salah satu titik panas dalam tatanan dunia yang dinamis.
Dampak dari konflik ini sangat luas, mencakup ketidakstabilan regional, ancaman terhadap perdagangan global, degradasi lingkungan, hingga meningkatnya rivalitas militer yang berisiko memicu konflik bersenjata. Ketegangan ini mengingatkan kita akan pentingnya menegakkan tatanan berbasis aturan internasional untuk menjaga perdamaian dan keamanan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H