Pada senin (14/11/2022), Pihak Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Surabaya bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan mengadakan pertemuan sebagai bentuk keberlanjutan upaya eliminasi PES di Kabupaten Pasuruan. Pertemuan ini dilakukan di Puskesmas Sumberpitu dengan mengundang dokter, perawat, petugas surveilans rodent dan human yang berasal dari lima puskesmas daerah pengamatan PES, yaitu Puskesmas Nongkojajar, Puskesmas Tosari, Puskesmas Sumberpitu, Puskesmas Puspo, dan Puskesmas Pasrepan. Kelima puskesmas ini pernah dilaporkan adanya kasus PES, Penyakit zoonosis yang menimbulkan kegawatdaruratan kesehatan masyarakat (Wabah). Tercatat wabah Pes terburuk pada tahun 1986 -- 1987 serta KLB Pes tahun 1997 dan 2007.
Pertemuan ini juga mengundang narasumber para pelaku sejarah sekaligus pakar pengendalian Pes. Kehadiran dr. Agus Subronto, M.Kes menjelaskan sejarah pengendalian pes di Nongkojajar serta kejadian wabah Pes 40 tahun lalu. Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan, Agus Eko Iswahyudi, SKM.,M.Si. membuka kegiatan sekaligus menyampaikan materi sistem kewaspadaan dini dan surveilans Pes. Hadi Supriyanto, SSi, MPH., pakar pengendalian penyakit Pes dan zoonosis yang pernah mengabdi sebagai entomolog kesehatan di BBTKLPP Surabaya melengkapi materi dengan upaya dan inovasi pengendalian vektor dan rodent Pes. Kepala BBTKLPP Surabaya membuka pertemuan secara daring. Kepala Balai, Dr. Rosidi Roslan, SKM, SH, MPH, MH, menyampaikan apresiasi pada pencapaian surveilans selama ini sehingga patut untuk dipertahankan. Pertemuan selain untuk meningkatkan kapasitas sekaligus menjadi ajang silaturahim para penggiat pengendalian Pes. Memulai upaya pengendalian dan kewaspadaan dini semenjak 40 tahun lalu, sampai saat ini terus dilakukan oleh petugas baru. Upaya pengendalian sirkular dan berkelanjutan untuk memastikan ketersediaan data pengamatan yang berguna dalam Eliminasi Pes di Kabupaten Pasuruan dan Indonesia.
Pes merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) yang disebabkan oleh Bakteri Yersinia Pestis, melalui gigitan pinjal yang hidup pada tikus. Penularan antar manusia dapat terjadi melalui droplets yang mengandung bakteri pes. Ada tiga tipe tanda klinis yaitu bubonik, septicemik, dan pneumonik. Pes tipe pneumonik merupakan bentuk klinis pes yang paling berbahaya karena dapat menularkan antar manusia melalui droplets dan dapat menyebabkan pandemi.
Wabah penyakit pes pernah terjadi di sebagian besar daratan Eropa pada tahun 1400 yang menelan korban sebanyak 25 juta jiwa. Pada tahun 1984, pandemi pes sudah menyebar ke empat benua, yang diduga berasal dari Canton daratan Cina. Berdasarkan laporan WHO, kejadian luar biasa pes terakhir terjadi di Madagaskar pada bulan November 2017. Sampai saat ini, masih terdapat tiga negara yang paling endemis penyakit pes yaitu Republik Demokratik Kongo, Madagaskar, dan Peru.
Di Indonesia sendiri terdapat 4 wilayah yang pernah terjadi kasus pes, yaitu Kabuptaen Boyolali Jawa Tengah, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, Kabupaten Sleman DI Yogyakarta, dan Kabupaten Bandung Jawa Barat. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, Kasus pes (bubonik) pada manusia terakhir dilaporkan pada tahun 2007 di Kabupaten Pasuruan. Sampai saat ini, Belum ada lagi laporan kasus pes pada manusia. Namun pelaksanaan surveilans pes masih berlanjut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H