Lihat ke Halaman Asli

Beauty, Inclusivity, Diversity: Representasi dalam Industri Kecantikan

Diperbarui: 15 Juni 2022   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Stereotip industri kecantikan sangat melekat dengan perempuan dan kulit yang flawless serta putih. Tak jarang juga dijumpai perusahaan kecantikan menggunakan model yang memenuhi kriteria stereotip itu. Namun beberapa waktu terakhir, brand kecantikan lokal mulai menggunakan model laki-laki dan model perempuan yang menggambarkan diversitas dalam pemasaran produknya. Pada awal Februari 2021 lalu, brand kosmetik 

Dear Me Beauty membagikan post Instagram untuk produk baru foundation mereka dengan model seorang pria paruh baya dengan tagar #BeautyhasNoGender serta #BeautyIsUniversal. Postingan ini menuai respons positif dari warganet, 

seperti "YESS! Seneng banget sekarang beauty campaigns inclusive to males! Bapak2nya guanteng banget. Normalize men using make-up!" -- @mandycj_ di kolom komentar Instagram milik Dear Me Beauty. Selain Dear Me Beauty, brand kecantikan

 Mad For Makeup menggunakan model laki-laki dalam video pemasaran produk concealer mereka pada Februari lalu. Sama hal-nya dengan postingan Dear Me Beauty, postingan video milik Mad For Makeup juga menuai respons yang positif.

Industri kecantikan memang identik dengan perempuan, tetapi pandangan ini mulai berubah seiring dengan bergeraknya tren dalam dunia kecantikan. Salah satu klinik kecantikan di Bali, MOII Aesthetic Clinic, dalam salah satu interview dengan Liputan6.com mengatakan bahwa konsumen pria menduduki 30 persen dari total jumlah pasien di klinik untuk melakukan perawatan. 

Perawatan ini mencakup facial reguler, perawatan rejuvenasi, dan suntikan, seperti botoks, filler, laser, serta booster vitamin. Hal ini menunjukkan adanya tren baru dalam dunia kecantikan, yaitu diversitas dan inklusivitas.

 Tren ini merupakan suatu kesempatan terbuka bagi brand kecantikan untuk menjangkau konsumen yang lebih luas. Salah satunya dengan memasarkan produk kecantikan yang dapat digunakan baik untuk perempuan dan laki-laki seperti yang sudah dilakukan brand lokal, seperti Mad For Makeup, Dear Me Beauty, Avoskin, dan Somethinc dalam campaign mereka.

Pemasaran produk kecantikan di setiap negara pasti berbeda mengikuti konteks budaya dan isu serta tren yang sedang berkembang. Salah satu konten kreator di TikTok, Golloria (@golloria) mengatakan, "Makeup should be accessible for people with darker complexions. Makeup companies cannot value inclusivity if they don't have inclusivity to give," dalam salah satu video TikTok-nya. 

Jika disimpulkan, inklusivitas menjadi garis besar tren di industri kecantikan saat ini dan juga di masa yang akan datang. Brand kecantikan Mad For Makeup, dalam postingan 29 April 2021 silam, mengunggah video pemasaran concealer dengan model yang memiliki kulit dengan darker complexions. Campaign ini menjadi "panggilan" untuk brand kecantikan lain 

untuk melakukan hal yang sama. Brand kecantikan diharapkan dapat lebih inklusif dan merangkul konsumen secara luas dengan menyediakan produk yang dapat digunakan oleh siapa saja. Tidak hanya sekadar untuk lintas gender saja, tetapi juga untuk beragam warna kulit dan jenis rambut serta usia.

Diversitas dalam representasi pemasaran dan produk yang inklusif menjadi penting dalam dunia kecantikan. Pasalnya, apa yang kita lihat dan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari pastinya akan membawa pengaruh bagi gaya hidup kita, tak terkecuali produk kecantikan. Ketika brand kecantikan memasarkan produk mereka dengan beragam representasi gender, ras, dan usia, 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline