Lihat ke Halaman Asli

Jangan Bangga Kalau Belum Kenal Bangsa Sendiri!

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tergelitik tengah malam untuk bicara tentang budaya. Tidak akan berat. Saya hanya ingin berbicara tentang kegelisahan saya beberapa waktu terakhir ini.

Tentang budaya Korea yang semakin sengit menyebar di negeri kita tercinta, Indonesia. Apalagi beberapa hari lalu, Super Junior, boyband papan atas asal Korea ini telah membuat perhelatan besar konser tunggalnya selama tiga malam berturut-turut di Jakarta. Bahkan katanya, ini adalah rekor mereka.

Semua media membicarakannya. Tak ketinggalan infoteinment dan hard news pun ikut memberitakannya secara terus menerus. Selain itu, kanal TV swasta pun sampai ada yang membeli lisensi untuk menjadi official partner penayangan liputan boyband Korea ini. Sementara kanal-kanal TV lainnya pun tak mau kalah. Mereka berlomba memuat apapun yang ‘berbau’ Korea di dalam program acara TV yang mereka buat. Entah acara jalan-jalan ke Korea, acara masak-memasak masakan Korea, acara kuliner ala Korea, pemutaran serial-serial drama Korea, dan masih banyak jenis lainnya.

Jujur, saya adalah salah satu dari penikmat apapun yang ‘berbau’ Korea, tapi ya nggak seberlebihan itu juga sih. Saya suka, cukup suka. Saya suka serial drama Korea, K-Pop, bahasanya, literaturnya, dan bahkan saya pernah buat video cover lagu K-Pop segala.

Hanya saja, menyukai budaya Korea bukan berarti melupakan budaya sendiri, kan? Bukan hanya budaya Korea, tapi budaya negara lainnya juga. Saya masih mencintai apapun yang berbau Indonesia (kecuali pemerintahannya ya, hehe) Saya suka bahasanya, budaya, dan alamnya.

Indonesia itu lebih dari sekedar indah.

Menyedihkan sekali rasanya beberapa hari ini saya menonton kanal televisi swasta nasional dan menemukan para pembawa acara musik yang menggebu-gebu belajar ungkapan-ungkapan dalam bahasa Korea, sementara ia tidak mengimbanginya dengan pesan-pesan baik untuk penontonnya tidak melupakan budaya sendiri.

Entah siapa yang harus disalahkan. Produserkah? Pembawa acaranyakah? Siapapun, menurut saya, kita semualah yang seharusnya sadar, bahwa budaya yang kita miliki jauh lebih banyak, menarik, dan potensial sebagai sesuatu yang bisa kita banggakan.

Tak ada yang salah ketika kita suka dan tertarik dengan budaya atau apapun tentang negara lain, tapi apakah kita sudah mengenal betul bagaimana ‘kelebihan’ dari negara kita sendiri? Budayanya atau alamnya, misalnya. Kalau belum, seharusnya kita memiliki rasa malu dan termotivasi untuk bisa memberikan sesuatu untuk negeri ini. Contoh sederhana misalnya, dengan banyak mengeksplor pariwisata dalam negeri. Paling tidak, kita sebagai warga Indonesia, seharusnya lebih tahu dan paham bagaimana Indonesia ini memang indah. Bolah jalan-jalan ke luar negeri, tapi jadikan itu sebagai acuan cita-cita, bahwa Indonesia mampu semakmur atau seteratur negara-negara lain yang kita kunjungi dengan penuh kekaguman itu.

Budaya memuja-muja. Itu yang saya tangkap dari fenomena yang terjadi beberapa waktu terakhir ini. Mereka seorang Indonesia yang terlalu kebarat-baratan. Mereka yang tidak mempedulikan budaya/alam negeri sendiri yang mulai rusak dan hilang cahayanya. Mereka yang terlalu sibuk menghina Indonesia, tanpa berbuat sesuatu dan memberikan solusi.

Ah saya jadi berpapar panjang, kan jadinya. Awalnya tidak ingin begini, bahkan ingin bicara lebih banyak lagi. Hehe. Semoga tulisan ini bisa menjadi perenungan teman-teman juga ya.

Salam,

MMS




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline