Film ini adalah hasil garapan Hanung Bramantyo dan Rahabi Mandra pada tahun 2014. Dikemas dengan semenarik mungkin untuk memberikan suatu kritik evaluatif terhadap geo-politik Indonesia. Dengan memposisikan Ray Sahetapy sebagai Bagas Notelogowo, Deddy Sutomo sebagai Presiden Jusuf Syahrir, dan Rudy Salam sebagai Faisal Abdul Hamid. Sementara aktor utamanya bernama Ricky Bagaskoro, dibintangi oleh Rizky Nazar.
Bagas Notelogowo merupakan seorang politikus yang berambisi membereskan kasus korupsi dan mencalonkan diri menjadi presiden RI dalam cerita itu. Akan tetapi, sebelum pemilu berlangsung, dia dipercaya terlibat dalam kasus pembunuhan. Padahal itu hanyalah jebakan dari konspirasi jahat untuk menggulingkannya dari kursi kandidat. Akhirnya ia terpaksa menjalani sidang dengan ancaman hukuman mati.
Akan tetapi, ternyata Bagas Notelogowo mempunyai anak yang tegas dan pemberani bernama Ricky bagaskoro. Anak itu tidak pernah berpihak kepada siapapun kecuali pada 'kebenaran' dan 'keadilan'. Dialah yang berusaha keras menyingkap segala hal di balik kasus ini karena dia kenal sekali siapa ayahnya dan yakin bahwa ayahnya tak mungkin akan melakukan itu.
Berbagai cara dia lakukan untuk membuktikan bahwa tuduhan mereka kepada ayahnya itu salah, mulai dari mencarikan pengacara handal---yang kebetulan adalah dosennya sendiri---untuk ayahnya, mencuri dokumentasi pesan terkait proses dibalik kasus pembunuhan ini, menyita perhatian publik dalam media sosial dan menjadi pembicara dalam talkshow yang dihadiri Faisal Abdul Hamid sebagai lawan bicaranya dalam diskusi itu.
Saat Ricky ditanyai, "Apa yang kurang dari Indonesia dan apa yang perlu ditingkatkan?"
Dengan tegas dan sinis Ricky menjawab "Kurang berani". Mendengar pernyataan tegas itu, semua penoton bersorak kagum. "Keberanian itu bukan hanya berani untuk menyatakan pendapat. Tapi juga berani bertindak. Saya lihat dunia ini sederhana. Yang kuat yang menang. Saat kita merasa ada kekuataan dan kekuasaan yang menekan, kita tidak lagi berani berpendapat. Apalagi bertindak. Dan di saat ketidak-adilan diperaktekkan oleh orang-orang berkuasa, kita hanya terdiam. Kurang berani." Tambah Ricky. Semua halayak berdecak kagum.
Sejak Tahun 2002, Presiden RI, Megawati Soekarno Putri telah membangun sebuah lembaga/institusi bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini didasari sebuah alasan karena Megawati melihat institusi kejaksaan dan kepolisian terlalu kotor, sehingga dinilai tidak mampu untuk menangkap koruptor. Akan tetapi karena jaksa dan polisi sulit dibubarkan, maka dibangunlah KPK. Kinerja mereka rupanya membuahkan hasil yang cukup memilukan karena pada kenyataannya tidak sedikit orang-orang yang mempunyai nama besarlah yang tersandung kasus korupsi. Akan tetapi penanganannya sering kurang tegas. Seperti yang terjadi pada kasus E-KTP kemarin.
Dari kejadian ini, sudah jelas bahwa orang yang mempunyai posisi di atas saling berduel untuk merebut kekuasaan. Sedangkan yang berada di posisi bawah cenderung diabaikan dan ditelantarkan.
Padahal mereka---yang menduduki posisi atas---tidak mungkin bisa ke sana tanpa bantuan yang dari bawah---yang mereka lupakan. Kita analogikan saja dengan 'lomba panjat pinang'. Jelas sekali bahwa andai tidak ada yang mau berada di bawah, pasti tidak akan ada yang sampai keatas. Orang yang berada di posisi paling bawah mengeluarkan keringat dan segala daya kekuatan agar orang yang diatasnya tidak goyah dan jatuh. Tapi sayangnya yang berada di atas kadang malah menari karena tidak merasa memikul beban seperti yang di bawah. Itulah yang membuat target tak tercapai. Mereka terlalu terburu untuk bersenang-senang karena hampir mencapai target suatu visi. Padahal sebenarnya masih belum sampai.
Hal ini sangat tidak layak dinamakan 'sejahtera'. Karena yang bahagia---dengan kekuasaa---semakin berbahagia dan yang sedih karena---kemiskinan semakin sedikit. Saya kira ini juga disebut ketidak adilan karena tidak memberikan apa yang layak diberikan. Petani yang mengupayakan menanam padi untuk menghidupi bangsa harusnya dihormati, bukan dibodohi, atau dicuri uangnya dengan tindakan tak senonoh. ini sama tidak menunjukkan lambang keadilan. Padahal John Stuart Mill, seorang filsuf empiris dari Inggris, dalam buku Teori-Teori Keadilan karya Kare Lebacqz, mengatakan bahwa salah satu kondisi umum yang umumnya disepakati sebagai hal yang 'tidak adil' adalah 'manusia tidak memperoleh apa yang layak diterimanya'. Selama ini, layakkah yang kita peroleh??
***